Complexity of waste management makes this problem can not resolved in short-term. Therefore, to resolved this problem in the long-term, needs community participation. Based on that, this article aims to indentified factors that influence the level of individual participation regarding waste disposal. Results survey of Indonesian Family Life Survei was used as data source. 25,000 respondents were used as samples. The waste score is significant related with individual participation score. The years of schooling have positive impact to the repondent waste. Individual enthusiasm and participation on social activities held on their environment will also raise their waste score, such as local meetings, village rehabilitation, youth group activities, religious activities, and family prosperity training. Therefore, community empowerment can be as one effort to resolve the complexity of waste management.
Para nelayan di Indonesia umumnya hidup dalam garis kemiskinan. Hal ini merupakan suatu ironi sebab pengelolaan perikanan seharusnya mampu memberikan keuntungan dan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengertian “kesejahteraan rakyat” utamanya meningkatkan taraf hidup nelayan tradisional. Masyarakat nelayan menyandang stereotip berupa lemah, bodoh, tidak efisien dan tidak mampu merencanakan masa depan. Stereotip tersebut memengaruhi berbagai kebijakan Pemerintah bagi masyarakat nelayan. Oleh karena itu, penting untuk menelaah kebijakan pembiayaan bagi para nelayan tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Ada beberapa simpulan yang diperoleh. Pertama, minat lembaga perbankan untuk memberikan pinjaman kepada nelayan tradisional masih minim. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pemberian kredit bagi para nelayan tradisional dapat digolongkan sebagai pemberian kredit yang berisiko tinggi. Kedua, untuk meningkatkan minat lembaga perbankan, Pemerintah memegang peranan penting.
<p align="center"> </p><p>The purpose of this paper is to analyze the policy of the Apostille Convention in Indonesia and the responsibilities of a notary in the document legalization process. A simpler legalization process with less time and cost is comprehensively regulated in The Hague Convention Abolishing the Requirements for Legalization for Foreign Public Documents 1961 (Apostille Convention). A notary is a public official who is authorized to make deeds and other authorities. The duties and work of a notary are not only to make authentic deeds but also to register and ratify underhanded deeds, namely legalization and waarmerking efforts. Notaries have a role in the <em>Apostille</em> <em>Convention</em> which has been accessed by Indonesia as a public official who legalizes every deed legalized by the parties. This study questions the legalization of foreign public documents in Indonesia after the Apostille Convention comes into effect and the legal responsibilities of a notary in the document legalization process after the <em>Apostille</em> <em>Convention</em> comes into effect in Indonesia. The conclusion of this study is that the <em>Apostille</em> <em>Convention</em> aims to simplify the authentication of public documents to be used abroad by removing the requirements for legalization, which is often time-consuming and expensive and still requires the role of an authorized notary in legalizing foreign public documents.</p><p>Tujuan dari tulisan ini untuk menganalisis kebijakan Konvensi <em>Apostille</em> di Indonesia dan tanggung jawab Notaris dalam proses legalisasi dokumen. Proses legalisasi yang lebih sederhana dengan waktu dan biaya yang tidak begitu banyak, diatur secara komprehensif dalam <em>The Hague Convention Abolishing the Requirement for Legalisation for Foreign Public Documents 1961 (Apostille Convention)</em>. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta dan kewenangan lainnya. Tugas dan pekerjaan dari seorang Notaris tidak hanya membuat akta autentik, akan tetapi juga melakukan pendaftaran dan mengesahkan akta-akta yang dibuat dibawah tangan yaitu upaya legalisasi dan <em>waarmerking</em>. Notaris mempunyai peran dalam Konvensi <em>Apostille</em> yang telah diaksesi oleh Indonesia sebagai pejabat umum yang melegalisasi setiap akta yang dilegalisasi oleh para pihak. Penelitian ini mempertanyakan legalisasi dokumen publik asing di Indonesia setelah keberlakuan <em>Apostille Convention</em> dan tanggung jawab hukum Notaris dalam proses legalisasi dokumen setelah keberlakuan <em>Apostille Convention</em> di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konvensi <em>Apostille</em> bertujuan menyederhanakan autentikasi dokumen publik yang akan digunakan di luar negeri dengan menghapus persyaratan untuk legalisasi, yang seringkali memakan waktu dan mahal serta tetap membutuhkan peranan Notaris yang berwenang dalam melegalisasi dokumen publik asing.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.