AbstrakBerbicara perempuan merupakan sesuatu yang kompleks, salah satu permasalahan yang mendasar adalah stereotip yang dibangun oleh masyarakat Indonesia terhadap gender. Dengan meneliti novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi stereotip gender sebagai kritik terhadap ideologi mayoritas dalam institusi keluarga dan dunia bisnis yang masih melanggengkan wacana patriarki. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teori naratologi Gerard Genette dan teori feminisme Ann Oakley yang berfokus pada gender sebagai konstruksi budaya. Fokalisasi dalam novel yang direpresentasikan oleh tokoh Lebas dan narator orang ketiga memperlihatkan teks menggugat pandangan negatif terhadap perempuan dan memperlihatkan perkembangan perempuan dalam dunia bisnis. Stereotip terhadap perempuan juga dihadirkan melalui komponen terkecil yaitu keluarga. Konstruksi resistensi perempuan merupakan upaya menggugat stereotip yang hadir dalam wacana dominasi melalui hubungan antara ibu dan anak perempuan serta perempuan dengan perempuan lainnya melalui proses pemberdayaan (empowerment).Kata-kata kunci:stereotip gender, resistensi perempuan, gadis kretek, budaya, pemberdayaan.AbstractTalking about women is a complex thing, one of the fundamental problems is the stereotype that is built by the Indonesian people towards gender. By examining Gadis Kretek novel by Ratih Kumala, the purpose of this study is to identify gender stereotypes as critique of the majority ideology in family institutions and the business world which still perpetuates patriarchal discourse. This study uses a qualitative method with Gerard Genette's narrative theory and Ann Oakley's feminist theory which focuses on gender as a cultural construct. The focalization in the novel, which is represented by the character Lebas and the third person narrator, shows the text challenging negative views of women and showing the development of women in the business world. Stereotypes against women are also presented through the smallest component, namely the family. The construction of women's resistance is an effort to challenge the stereotypes that are present in the discourse of domination through the relationship between mothers and daughters and women and other women through a process of empowerment.Keywords: gender stereotypes, women's resistance, gadis kretek, culture, empowerment.
This is illustrated by the establishment between 2012 and 2020 of publishers who specialize in Asian literature, and also those who specialize in Japanese literature in Indonesia. In addition, after the 2010s the relationship between publishers, translators, and readers became closer and more accessible with the help of social media.The dynamics of the situation which led to the Indonesian translation of Japanese literature are inseparable from the social and cultural relationships between Indonesia and Japan, especially the reproduction and consumption of Japanese popular culture in Indonesia.
ᥒᯍᙥ̕≷ᦏ᯦ᢱ≸̏͠Ϳ̽͠ ᱣ Ͳ̽̕͠≷͛ͽ· ᱣ ̼ᇞግᮚᦚ᠒ᨘ̕ᐝᠠᛅ̎˩̲ᝆ᠖̕ᮿᕥ≸ ዎᥚᯕ᙭̕≷ᝣᦗᯮᢹ≸̏͠Ϳ̽͠ ᱣ Ͳ̽̕͠≷͛ͽ· ᱣ ̼ᇦ ጕᮢᦢᨠ̕ᐥᠨᛍ̎˩̲ᝎ̕ᯇᕭ≸ ĊĊ ᝅ᠕̔ᙽ᧾̑˰˷̱᧿ᡊ̔ᕤ̰̐˰˽ 2OULIሪ %STHERሪ 0ASARIBU 7KLV VWXG\ REVHUYHV KRZ WKH P\WKV RI 2QRQR .RPDFKL DQG &DORQ $UDQJ DUH UHFUHDWHG DQG UHLQWHUSUHWHG E\ D -DSDQHVH DQG DQ ,QGRQHVLDQ ZRPDQ ZULWHU (QFKL )XPLNR DQG 7RHWL +HUDW\ %\ FRPSDULQJ (QFKL·V .RPDFKL +HQVR DQG +HUDWL·V &DORQ $UDQJ 7KH 6WRU\ RI $ :RPDQ 6DFULILFHG WR 3DWULDUFK\ WKLV VWXG\ DLPV WR LQYHVWLJDWH XQLYHUVDO YDOXHV RI SDWULDUFK\ IURP GLIIHUHQW UHJLRQV DQG H[SORUH KRZ ZRPHQ ZULWHUV DWWHPSW WR UDWWOH GRPLQDQW GLVFRXUVHV RQ KRZ ZRPHQ VKRXOG EH SRVLWLRQHG LQ VRFLHW\ 7KLV VWXG\ DSSOLHV WKH WH[WXDO DQDO\VLV PHWKRG XVLQJ D JHQGHU SHUVSHFWLYH IRFXVLQJ RQ WKH SURFHVV RI UHFUHDWLQJ WKH P\WKV RI 2QRQR .RPDFKL DQG &DORQ $UDQJ 7KUHH NH\ ILQGLQJV HPHUJH IURP WKH DQDO\VLV )LUVW LQ SDWULDUFK\GRPLQDQW GLVFRXUVH ERWK 2QRQR .RPDFKL DQG &DORQ $UDQJ DUH GHSLFWHG DV EDG DQG FUXHO ZRPHQ 7KH\ UHIXVH WR VXEPLW WR SDWULDUFKDO QRUPV DQG WKLV UHIXVDO SRVLWLRQV WKHP DW WKH SHULSKHU\ RI VRFLHW\ 6HFRQG (QFKL DQG +HUDW\ UHFUHDWH WKHVH OHJHQGV E\ JLYLQJ YRLFH WR D ZRPDQ·V SHUVSHFWLYH ,Q (QFKL·V .RPDFKL +HQVR .RPDFKL UHIXVHV WR VXEPLW WR D %XGGKLVW SULHVW DW WKH HQG RI KHU OLIH LQVWHDG VHGXFLQJ KLP HWHUQDOO\ 7KLV DFW FDQ EH UHDG DV D FUHDWLRQ RI D UHEHO ZRPDQ TXHVWLRQLQJ SDWULDUFKDO YDOXHV ,Q +HUDW\·V &DORQ $UDQJ WKH QDUUDWRU H[SODLQV KRZ &DORQ $UDQJ LV WUHDWHG XQIDLUO\ LQ SDWULDUFK\ VRFLHW\ 7KH QDUUDWRU DWWHPSWV WR KLJKOLJKW WKH VRFLRFXOWXUDO FRQGLWLRQV IDFHG E\ &DORQ $UDQJ 7KLUG LW LV IRXQG WKDW WKH DFW RI UHFUHDWLQJ VWRULHV LV WKH DXWKRU·V PHDQV WR FKDOOHQJH WKH HVWDEOLVKHG P\WKV RI SDWULDUFK\ :RPHQ ZULWHUV IURP GLIIHUHQW UHJLRQVLQ WKLV FDVH -DSDQ DQG ,QGRQHVLDVKDUH VLPLODU H[SHULHQFHV DQG VWUDWHJLHV LQ YRLFLQJ WKHLU SHUVSHFWLYH E\ UHFUHDWLQJ WKH HVWDEOLVKHG P\WKV RI WKHLU VRFLHW\ ,FZXPSET
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan penggambaran tokoh utama Kaguya hime versi cerita rakyat dan versi adaptasi film Kaguya Hime no Monogatari (2013) produksi studi Ghibli dan mengaitkannya dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang pada saat film ini diproduksi. Dari hasil pembacaan dekat terhadap teks primer dengan menggunakan pendekatan feminisme dan teori adaptasi Hutcheon, ditemukan bahwa Kaguya hime versi cerita rakyat digambarkan sebagai tokoh yang asing, berjarak, dan tidak merupakan bagian dari masyarakat tempatnya tinggal. Di sisi lain, Kaguya hime versi film adalah Kaguya hime yang digambarkan sebagai bagian darimasyarakat patriarki yang didiaminya dan kondisinya sebagai seorang perempuan membuatnya mengalami penindasan patriarki, seperti harus mengikuti pendidikan putri bangsawan dan dilecehkan dalam sebuah pesta. Kaguya hime versi film kaya dengan penggambaran perasaan dan pikiran pribadi, sementara pada versi cerita rakyat, penggambaran pikiran dan perasaan pribadi Kaguya hime tidak digambarkan secara detil. Jika dikaitkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang modern pada masa film ini diproduksi, maka film ini dapat dimaknai sebagai refleksi terhadap ideologi patriarki yang mengakar di Jepang dan secara tidak langsung berfungsi sebagai pembentukan kesadaran masyarakat terhadap isu penindasan patriarki agar masyarakat tidak menganggap masyarakat yang ditinggali saat ini adalah masyarakat yang “baik-baik saja.”
This study examines the shifting values of masculinity and femininity in four Japanese television dramas: At Home Dad (2004), Around 40 (2008), Freeter, Buy a House (2010), and Wonderful Single Life (2012). These corpus data are analyzed using Connell’s concepts of hegemonic masculinity and emphasized femininity. The findings of this study focus on the following: 1. Characters in the four television dramas challenge the dominant discourses of masculinity and femininity by living as freeters, house husbands, and arafos. 2. To criticize hegemonic masculinity and emphasized femininity, these dramas depict the negative aspects of living a rigid lifestyle encompassed by traditional gender roles and feature main characters who show alternative lifestyles of masculinity and femininity. 3. Hegemonic masculinity and emphasized femininity values shadow the emergence of alternative masculinity and femininity in contemporary Japanese society.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.