Transisi dari SMA ke universitas menimbulkan berbagai tantangan bagi mahasiswa tahun pertama yang memasuki masa dewasa awal. Namun, sebagian mahasiswa ada yang mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan dalam melakukan penyesuaian. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi ditinjau dari jenis kelamin, asal daerah, dan tempat tinggal mahasiswa. Sebanyak 227 mahasiswa tahun pertama di Fakultas Psikologi UKSW menjadi partisipan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan adaptasi bahasa Indonesia dari kuesioner SACQ dari Baker dan Siryk (1984) yang terdiri dari 4 subskala yaitu penyesuaian akademik, penyesuaian sosial, penyesuaian personal-emosional, dan kelekatan institusional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tahun pertama telah memiliki tingkat penyesuaian di perguruan tinggi yang tergolong sedang dan tinggi di seluruh subskala. Di sisi lain, masih terdapat sebagian mahasiswa yang memiliki tingkat penyesuaian yang tergolong rendah yaitu sebanyak 14,98% pada subskala penyesuaian akademik, 9,69% pada subskala penyesuaian sosial, 15,42% pada subskala penyesuaian personal-emosional, dan 19,38% pada subskala kelekatan institusional. Hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada subskala penyesuaian akademik dan kelekatan institusional ditinjau dari daerah asal mahasiswa, subskala penyesuaian personal-emosional ketika ditinjau dari jenis kelamin, dan subskala kelekatan institusional ditinjau dari tempat tinggal mahasiswa. Temuan ini mengindikasikan bahwa universitas dan fakultas perlu menyediakan program penyesuaian mahasiswa yang dapat meningkatkan kelekatan mahasiswa terhadap institusi tanpa mengesampingkan kegiatan yang dapat meningkatkan penyesuaian akademik, sosial dan personal-emosional.
Semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia tujuan utamanya, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan. Demikian pula yang terjadi pada relawan Satya Wacana Peduli yang memberikan bantuan secara langsung pada masyarakat di Lombok. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat kebahagiaan pada relawan yang tergabung dalam Satya Wacana Peduli. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian melibatkan dua orang relawan yang memberikan bantuan di Lombok. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kebahagiaan pada masing-masing partisipan berbeda. Perbedaan kebahagiaan dipengaruhi oleh dorongan awal dari partisipan untuk memberikan bantuan. Saran untuk penelti berikutnya untuk lebih memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhi kebahagiaan seperti faktor kepribadian ataupun faktor lain yang membuat relawan merasakan kebahagiaan. Kata kunci: kebahagiaan, relawan, kualitatif.
:DIFFERENCES IN THE RATE OF FEAR OF MISSING OUT IN ADOLESCENTS REVIEW FROM FOUR TYPES OF PERSONALITY OF EYSENCK The desire of individuals to access social media is now inseparable from life today, without exception, teenagers. This is due to the increasing availability of internet-based communication media that is able to accelerate individuals in accessing information from within and outside the country. This increase in the use of social media has given rise to a new phenomenon called Fear of Missing Out (FoMO), which is a feeling of fear of losing precious moments so that you want to continue to connect with others through social media. This study aims to determine differences in the level of FoMO in adolescents in terms of 4 personality types involving 50 respondents with an age classification of 12-15 years and using active social media. The measuring instruments used in this research are Fear of Missing Out Scales (FoMOS) and Eysenck Personality Inventory (EPI). The data analysis technique used is the difference test using the Kruskal-Wallis test using the SPSS version 25.0 program by proving the results of the hypothesis obtained a significant level of p = .001 (<.05), that from these results it can be interpreted that there are differences in the level of FoMO in each each Personality Type. The implication of this study is that the differences in the level of FoMO among adolescents at SMP Kristen 1 Purwokerto are strongly influenced by the differences in the nature and characteristics of each personality type. This is expected to help the guidance and counseling teacher at SMP Kristen 1 Purwokerto in handling the problems experienced by students. Keyword: Fear of Missing Out, Personality Types. Keinginan individu untuk mengakses media sosial sekarang ini sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan di masa kini, tanpa terkecuali remaja. Hal ini terjadi karena semakin bertambahnya ketersediaan media komunikasi berbasis internet yang mampu mempercepat individu dalam mengakses informasi dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan penggunaan media sosial ini memunculkan fenomena baru yang disebut Fear of Missing Out (FoMO) yakni perasaan takut akan kehilangan momen berharga sehingga ingin terus terhubung dengan orang lain melalui media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat FoMO pada remaja ditinjau dari 4 tipe kepribadian yang melibatkan 50 responden dengan klasifikasi usia 12-15 tahun dan menggunakan media sosial yang aktif. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fear of Missing Out Scales (FoMOS) dan Eysenck Personality Inventory (EPI). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis menggunakan program SPSS versi 25.0 dengan membuktikan hasil hipotesis diperoleh taraf signifikan sebesar p= .001 (<.05), bahwa dari hasil tersebut dapat diartikan terdapat perbedaan tingkat FoMO pada masing-masing Tipe Kepribadian. Implikasi dari penelitian ini adalah perbedaan tingkat FoMO pada remaja di SMP Kristen 1 Purwokerto sangat dipengaruhi oleh perbedaan sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing Tipe Kepribadian. Hal ini diharapkan dapat membantu Guru BK di SMP Kristen 1 Purwokerto dalam penanganan permasalahan yang dialami oleh siswa. Kata Kunci: Fear of Missing Out, Tipe Kepribadian
Psychological well-being dan engagement learning merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guna meningkatka sistem pendidikan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara psychological well-being dengan engagement learning pada mahasiswa. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang merupakan mahasiswa aktif dan tidak dalam status cuti kuliah, mulai dari angkatan 2016 sampai angkatan 2019. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive quota sampling dengan partisipan sebanyak 91 mahasiswa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Skala psychological well-being disusun menurut Carol Ryff (1989) yang bernama psychological well-being scale (PWBS) dan untuk engagement learning diukur menggunakan skala Engaged Learning Index (ELI) yang disusun berdasarkan penelitian Schreiner & Louis (2006). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara PWB dengan engagement learning (r= 0498; p < 0,05), hal ini menujukan bahwa semakin tinggi psychological well-being pada mahasiswa maka semakin tinggi pula engagement learning pada mahasiswa tersebut, begitu pula sebaliknya. Dengan hasil tambahan bahwa PWB memiliki kontribusi sebesar 24,8% terhadap engagement learning.
In the Resimen Mahasiswa (menwa), all members are obligated to comply to the rules. The disciplining tactis used in menwa’s training are often associated with aggressive behavior from the provosts to the juniors. These aggressive behaviors often cause the juniors to become victims, hence why most juniors decide to leave menwa. The purpose of this study is to determine the attitude of the Resimen Mahasiswa Satya Wacana Christian University's Provos 914 Battalion Mahadhipa towards aggression in their training. This research uses a qualitative research approach, with 2 provosts as research participants. The results of this study showed that different attitudes of the two participants will result in different internal responses which will form a certain belief. This belief can also form different results in the behavior of the two participants. On the other hand, different internal responses can also produce similar behavior.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.