In this paper I will discuss three topic:
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat dekat dengan keberagaman. Terdiri dari kurang lebih 1.300 suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, setiap suku tersebut memilki budaya, bahasa, dan cara hidup yang berbeda-beda, bahkan dapat juga menganut sistem kepercayaan atau agama tersendiri. Terbukti, dengan kekayaan perbedaan tersebut, Indonesia dapat berdiri sebagai bangsa dan negara yang merdeka. Namun, sejak 2005 kita dihadapi pada fenomena baru, yakni meningkatnya kasus intoleransi dan radikalisme yang mengatasnamakan isu primordial, seperti agama dan etnis. Mudah saja jika kita mengasumsikan bahwa konflik semata terjadi karena kesalahpahaman antarkelompok semata, atau sebagai akibat dari kesenjangan ekonomi yang menimbulkan kecemburuan sosial. Padahal, yang sebenarnya terjadi tidak lah sesederhana itu. Buku bungai rampai ini akan menelusuri serta menguak kasus-kasus intoleransi dan radikalisme yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Data terkini yang telah dikumpulkan melalui observasi mendetail di lapangan serta wawancara eksklusif dengan narasumber yang kompeten akan dianalisis dengan metode ilmiah untuk menghasikan suatu temuan dan kesimpulan yang berkualitas. Dengan demikian, diharapkan buku bunga rampai ini dapat menjadi katalis bagi para pembacanya untuk dapat membangun kehidupan yang lebih positif dalam bingkai keindonesiaan di lingkungan masing-masing.
The creative economy is expected to be increasingly able to improve the quality of national economic development. The publishing sector which is one of 16 (sixteen) creative industry fields is expected to play a more important role to educate people. Thus, it is necessary to develop supporting publishing industry in Indonesia. This article is intended to answer the following five issues: (i) how are the developments, obstacles, opportunities and challenges in the publishing activities? (ii) what is the value chain of publishing business, and how is the tax policy in each chain? (iii) how should tax book publishing incentives be provided? (iv) what is the impact of providing tax incentives on the prospects of a publishing business? (v) how can the provision of tax incentives encourage the development of the publishing sector and the competitiveness of its industry? This study uses a mixed method approach and information deepening is carried out in 7 provinces in Indonesia. This article has resulted two special findings: (i) identifying crucial issues in the book publishing industry; and (ii) produce a formulation of government policy recommendations, specifically to provide tax incentives to encourage the growth of the publishing sector.Keywords: creative economy; publishing book; tax incetives
Abstrak: Kajian ini merupakan kajian pustaka. Hal yang diutamakan ialah pembacaan penuh atas buku-buku yang membahas tentang sepak terjang NU di ranah agama, politik, sosial, dan ekonomi. Selain itu, penelitian ini adalah penelitian historis.. Hasil Kajian menunjukkan perguruan NU berusaha membangun umat. Perguruan NU berusaha membangun kader-kader terbaik NU dengan cara mendidik para santri menjadi modern dan memiliki pengetahuan umum yang luas dan mendapatkan ijasah negara. Beberapa dari alumni kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah hingga perguruan tinggi khususnya IAIN. Setelah lulus banyak dari mereka yang kemudian duduk sebagai birokrat di Kementerian Agama di tingkat lokal, regional, maupun pusat Selama ini kajian tentang Nahdatul Ulama (NU) cenderung pada tematema politik. Tentu saja ini tidak mengejutkan karena organisasi kaum santri ini sangat terhubung dalam dinamika politik nasional (Greg Fealy, 2003;Ali Haidar, 1994; Andree Felliard, 1999). Sejak Abdurrahman Wahid menjadi ketua umum PBNU tahun 1984, ada beragam penelitian tentang NU. Kebanyakan tema dari penelitian tersebut mengarah pada keberadaan NU sebagai partai politik, penggerak civil society (Badrun Alaena, 2000) dan sebagai komunitas yang kritis terhadap rezim Orde Baru (Mituso Nakamura, 1997; Andree Felliard, 1999;Martin van Bruinessen, 1994). Dapat dikatakan bahwa Historiografi NU selama ini cenderung pada tema-tema politik besar (Ali Haidar, 1994). Kebanyakan Historiografi NU selama ini berkutat pada tokoh-tokoh besar NU, tentang NU di pentas politik Nasional dan jelas tentang NU di Jakarta.Greg Fealy menjelaskan bahwa terdapat dua macam model historiografi Nahdlatul Ulama (NU). Pertama, model penulisan yang sangat kritis terhadap NU, dapat dikatakan bahwa model ini didominasi oleh peneliti modernis (Greg Fealy, 2003). Kedua, model penulisan yang menggunakan pendekatan yang lebih simpatik, menghargai dan memahami tradisi budaya NU. Model kedua mengkritisi model pertama bahwa asumsi modernis yang mengabaikan peran NU tersebut disebabkan; pertama, kedangkalan analisa, terutama dalam memahami langkah politik NU yang bersandar pada nilai hukum Islam klasik (Fikih), suatu hal yang tidak dipahami dengan baik oleh peneliti kelompok modernis atau Barat. Kedua, penelitian model pertama diawali dengan prasangka negatif, semua pandangan dari kalangan NU dianggap sebagai pembenaran yang hanya memberi bobot keagamaan atas kepentingan NU semata. Lebih jauh, Fealy dalam
Historically, In Indonesia, there are two interpretation of the first verse of Pancasila. The first is [Pengakuan adanya Tuhan] Recognition of the Divine Omnipotence. This translation is used to use by secular group including communist and non-Muslim group especially Buddhist and Hindus. This interpretation was dominant in 1945-1965 when Sukarno as the creator of Pancasila still dominated the political power. Or, this verse was dominant when the secular-nationalist group still had strong position in Indonesia. The fact of it is during the time there was no a policy about official religions from state and the requirement of religious teaching in schools and universities. And, it must be noted that Sukarno as the creator of Pancasila in Guided Democracy era, strongly interpreted Pancasila in his speech and address as the Nasakom that is National, Religion, and Communist. Sukarno as the creator of Pancasila strongly insisted that he was truly nationalist and in his heart he was a truly Muslim. So, it can be said the Recognition of the Divine Omnipotence is the original interpretation of the first verse of Pancasila. My argumentation is originally in the early beginning of the Republic the meaning of religion was religion as a faith not as an institution
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.