Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan para penyandang disabilitas dan kesadaran akan kesulitan yang mereka hadapi. Seiring dengan upaya tersebut, PBB menetapkan tanggal 3 Desember 1992 diperingati sebagai hari disabilitas internasional. Meskipun demikian, fakta menunjukkan bahwa masih banyak diskriminasi dan disparitas perlakuan terhadap para penyandang disabilitas. Kegiatan aksi kemanusiaan ke SDLB merupakan salah satu inisiasi yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi disabilitas tersebut. Kegiatan yang merupakan pengabdian masyarakat ini dilakukan di SDLB Meunasah Blang Kabupaten Bireuen pada tanggal 15 Desember 2018. Adapun metode pendekatan yang diterapkan dalam kegiatan PKM ini adalah pendidikan masyarakat berbentuk pendidikan non formal dalam rangka pendidikan berkesinambungan (contuining education), yaitu mentransfer ilmu dan pemberian motivasi. Dari kegiatan PKM tersebut, telah memberikan kesadaran kepada masyarakat agar lebih peduli kepada penyandang disabilitas. Selain itu, kegiatan ini telah dirancang bertepatan dengan hari volunteer internasional, sehingga semangat kemanusiaan kepada para disabilitas sangat terasa dengan keterlibatan para relawan dari berbagai latar belakang. Oleh karena itu, penyandang disabilitas pun lebih termotivasi untuk menata kehidupan berkat sinergi dari berbagai pihak dan dukungan moril dari keluarga.
Tulisan ini adalah sebuah esai politik yang mendiskusikan negara dan masalah kemanusiaan dalam perspektif ilmu hubungan internasional. Pendekatan yang digunakan dalam esai ini adalah pendekatan reflektif. Adapun, dalam ilmu hubungan internasional, negara adalah suatu konsep tentang entitas politik yang diakui keberadaaannya untuk menjalankan fungsi dan tujuan kepentingannya. Sedangkan, kemanusiaan adalah suatu konsep moral dan filosofis yang menjadi salah satu pijakan masyarakat modern. Tulisan ini hendak menelusuri hubungan reflektif antara negara dan kemanusiaan dalam dua pandangan utama dalam ilmu hubungan internasional yakni realisme dan liberalisme. Berdasarkan pembahasan dari tulisan esai ini disimpulkan bahwa kemanusiaan berada pada ujung tanduk kekuasaan negara atau aliansi negara. Sejauh negara menjadi unit-sentris sistem internasional, sejauh itu juga kita tidak mampu keluar dari jebakan-jebakan regularitas internasional yang anarkhis. Maka, sudah semestinya kita memikirkan jalan keluar bagi pembebasan kemanusiaan di luar batas konsepsi negara-wetphalian. Hal ini dikarenakan dunia jauh lebih kompleks dari esai ini. Sama kompleksnya pandangan tentang negara dan kemanusiaan disisi lain. Namun, yang terus berlanjut dan ditatap dengan optimisme sejauh kita memiliki keyakinan bahwa demokrasi dan institusi liberal-internasional (seperti LBB dan PBB) seperti dinyatakan Woodrow Wilson adalah tahapan sejarah lainnya, bukan percobaan sebagai usaha mencapai perdamaian abadi (The perpetual peace).
Sebagian banyak orang mengenal dan memahami baik sejarah, tujuan dan bahkan peran dari lembaga-lembaga yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti Dewan Keamanan, Majelis Umum PBB, Sekretariat PBB, WHO, UNHCR, ILO dan seterusnya. Namun, sangat sedikit yang memahami bagaimana sistem pembuatan keputusan di PBB dilakukan dan kompleksitas yang mewarnainya. Tujuan dari artikel ini adalah menjelaskan sistem pembuatan keputusan yang ada di PBB dan kompleksitas tersebut, dengan mengambil kasus keputusan-keputusan untuk intervensi kemanusiaan. Adapun simpulan dari penjelasan artikel ini adalah: 1) jika Majelis Umum PBB bertindak layaknya organ legislatif, maka Dewan Keamanan PBB menjadi organ eksekutif yang lebih kuat dan aristokrat, terlepas pada kompleksitas pembuatan keputusan di dalam organ tersebut. Perbedaan ini menjadi cerminan tidak saja dalam segi efektifitas keputusan di bawah sistem PBB, tetapi mencerminkan segi kepentingan yang hendak didorong; 2) di bawah Majelis Umum PBB yang mewadahi seluruh anggota dengan prinsip equal-representative keputusan seringkali sulit dibebankan, tidak sebaliknya di bawah mekanisme Dewan Keamanan PBB. Namun, pengaruh kepentingan negara anggota Dewan Keamanan PBB lebih kental dibandingkan kemashalatan di bawah konsensus kepentingan seluruh anggota PBB; 3) otoritas intervensi yang dimiliki Dewan Keamanan PBB bersumber pada artikel 2 (4) Piagam PBB, merupakan suatu yang kontradiktif dengan semangat artikel 2 (7) dan menekankan semangat non-intervensi yang diaspirasikan oleh negara poskolonial. Tetapi hal ini menjadi lebih kompleks jika artikel 2 (4) tidak dibebankan, perdamaian dan keamanan internasional menjadi masalah dikemudian hari; dan 4) sebagai gambaran penutup dalam kompleksitas masalah kemanusiaan dalam mekanisme pembuatan kebijakan PBB, saya mengutip Sir Adam Roberts
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.