Children with Special Needs is a person who has behavioral, physical and intellectual barriers that make doctor have to change approach with various ways to do the treatment. Children with special needs is a high-risk group for health problems, especially dental caries and periodontal disease, but in fact they are often too late to get dental treatment or never get the treatment. The purpose of this study was to determine the prevalence and experience of caries and dental care needs in children with special needs atSLB Taman Pendidikan Islam in Medan. The research was conducted by descriptive survey. The sample was 96 children with special needs with aged between 5-29 years old. Clinical caries examination using def-t / DMF-T (WHO) index and modified Treatment Need Index (TNI). The study is represent that the prevalence of children's caries is 92,71%. Experience of dental caries is 2,28+3,25; while the permanent dental caries experience was 3,02+2,98. Based on Treatment Need Index (TNI), the level of dental care needs was 656 teeth or average dental treatment of each child requires was 6.83 teeth, with the three most needed treatment is a surface restoration was 2.49 teeth, followed by tooth extraction was1.43 teeth and pulp treatment was 0.70 teeth. From the study it can be concluded that the level of dental hygiene in the chidren with special needs was still quite low, as well as the utilization of dental facilities.
Sindrom Down merupakan salah satu bentuk retardasi mental akibat kelainan genetik atau kelainan kromosom yang paling sering terjadi.Sindrom ini dapat ditandai dengan retardasi mental dan karakteristik fisik yang khas seperti maloklusi sebagai salah satu manifestasi oral khas pada penderita ini.Maloklusi sendiri memiliki berbagai faktor etiologi, salah satunya kebiasaan buruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi maloklusi dan kebiasaan buruk pada anak sindrom Down usia 6-18 Tahun di SLB-C Kota Medan.Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 82 anak usia 6-18 tahun yang merupakan jumlah seluruh anak sindrom Down yang bersekolah di 8 SLB-C yang ada di Kota Medan. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terhadap orang tua dan pemeriksaan klinis pada rongga mulut anak. Analisis data dilakukan dengan cara manual dan komputerisasi. Data distribusi disajikan dalam bentuk tabel dengan hasil persentase. Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan sebesar 31,71% anak memiliki hubungan molar Klas I, 3,66% Klas II, dan 48,78% Klas III. Bentuk maloklusi paling banyak adalah gigitan silang anterior yaitu 42,68%, diikuti oleh crowding 39,02%, gigitan terbuka anterior sebanyak 23,17%, dan gigitan silang posterior 21,95%. Kebiasaan buruk paling tinggi adalah tongue thrusting yaitu 41,46%, bernapas melalui mulut 40,24%, bruxism 37,8%, menghisap jari 36,58%, dan menggigit kuku atau jari 21,95%. Prevalensi maloklusi dan kebiasaan buruk pada anak sindrom Down ini tergolong cukup tinggi. Hal ini perlu menjadi perhatian orang tua/wali/pengasuh untuk meminimalisir kebiasaan buruk tersebut agar pengunyahan dan fonetik anak dapat berfungsi dengan optimal. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingginya prevalensi kebiasaan buruk tersebut menyebabkan tingginya prevalensi maloklusi pada penderita sindrom Down.
Background: In Indonesia, dental caries constitute one of the most common dental health problems in children. Untreated dental caries will cause both pain and inconvenience when eating, resulting in a reduced appetite which can negatively affect the body mass index (BMI)
Gigi natal dan neonatal merupakan kasus gigi yang tumbuh sejak bayi lahir atau selama 30 hari setelah bayi lahir. Kasus ini merupakan kelainan erupsi pada gigi desidui, dimana gigi erupsi sebelum atau lebih cepat dari waktunya. Insidensi gigi natal berkisar 1: 2000 sampai 1: 3000 angka kelahiran. Gigi natal dan neonatal biasanya tumbuh pada rahang bawah bagian depan sehingga menyebabkan masalah dalam pemberian ASI, karena gigi tersebut menyebabkan luka pada gingiva, mukosa oral, lidah bayi dan puting susu ibu. Selain itu, karena gigi belum terbentuk sempurna dan hanya berpegang pada tepi gusi menyebabkan gigi goyang. Hal ini dikhawatirkan gigi dapat terlepas dan tertelan sehingga dapat menyebakan gangguan pernafasan. Pada kasus ini, bayi lahir dengan gigi sudah erupsi pada rahang bawah bagian depan. Orangtua tidak langsung membawa bayi kedokter gigi dan membiarkan saja kondisi tersebut sampai bayi berusia 3 bulan dan gigi sudah menyebabkan pembengkakan dan ulkus digingiva anterior rahang bawah dan atas, dilabial rahang atas dan permukaan ujung lidah. Kondisi ini menyebabkan bayi tidak mau minum susu sehingga berat badannya turun. Perawatan pada gigi natal ini dilakukan ekstraksi dengan general anastesi karena kondisi bayi tidak memungkinkan untuk dikerjakan diunit dental praktek dokter gigi. Kesimpulannya perawatan gigi natal harus segera dilakukan sebelum menimbulkan masalah lebih lanjut pada bayi. Natal and neonatal teeth are teeth that appear since the infant was born or in the first 30 days after birth. This is an abnormal eruption in deciduous teeth, where the teeth erupt before or faster than the time. The incidence of natal teeth ranges from 1:2000 to 1:3000 birth rates. Natal and neonatal teeth usually appear on front lower jaw causing problems in breastfeeding because the teeth cause pain to the gingiva, oral cavity, infant's tongue and mother's nipples. In addition, because the teeth have not been fully formed and only held on to the edge of the gums, it causes the teeth shaky. It is feared that the teeth can be fell out and swallowed which can cause respiratory problems. In this case, the infant was born with erupted teeth in the front jaw. Parents did not take the infant to the dentist immediately and let the condition until the infant aged 3 months. The teeth caused swelling and ulcer in anterior gingiva of the lower and upper jaw, in the maxillary labialfrenum, and on the tip of the tongue. This condition caused the infant did not want to drink milk so that his weight dropped. General anesthesia for extraction was taken to treat the natal teeth because of impossible condition to take the infant to a dental practice unit. In conclusion, natal dental care had to be done immediately before causing further problems for infants.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.