This paper reveals the essence of egalitarian values in the Arek Suroboyo culture. The egalitarian value of Arek Suroboyo's culture is a cultural value that has been possessed by the people of Surabaya since the era of the Ancient Mataram, when Surabaya was still named Hujunggaluh. Egalitarian values grow as a form of cultural identity that is free and without caste. Axiologically the essence of Arek Suroboyo's egalitarian value is objective value and is an intrinsic value that has been lived by the people of Surabaya since the formation of the Surabaya community. The position of the Arek Suroboyo egalitarian value in the Max Scheler value hierarchy is spiritual value, because in the egalitarian value there is an appreciation of the dignity and position of humans who are equal to other humans. The limitation of Arek Suroboyo's egalitarian value is that it is still shackled in the communal culture of the Surabaya community. The egalitarian value of Arek Suroboyo contributes to strengthening local culture in Indonesia. AbstrakTulisan ini mengungkapkan hakikat nilai egaliter dalam budaya Arek Suroboyo. Nilai egaliter budaya Arek Suroboyo merupakan nilai budaya yang telah dimiliki oleh masyarakat Surabaya sejak era Mataram Kuno, saat Surabaya masih bernama Hujunggaluh. Nilai egaliter tumbuh sebagai bentuk identitas budaya masyarakat Surabaya yang bebas dan tanpa kasta. Secara aksiologis hakikat nilai egaliter Arek Suroboyo adalah nilai objektif dan merupakan nilai intrinsik yang telah dihidupi oleh masyarakat Surabaya sejak awal terbentuknya masyarakat Surabaya. Kedudukan nilai egaliter Arek Suroboyo dalam hirarki nilai Max Scheler adalah nilai spiritual, karena di dalam nilai egaliter terkandung penghargaan terhadap martabat dan kedudukan manusia yang sederajat dengan manusia lainnya. Keterbatasan nilai egaliter Arek Suroboyo adalah masih terbelenggu dalam budaya komunal masyarakat Surabaya. Nilai egaliter Arek Suroboyo berkontribusi bagi penguatan budaya lokal di Indonesia. Kata Kunci: arek suroboyo, arek surabaya, aksiologi, egaliter
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan aksi klitih pelajar Kota Yogyakarta dengan kebutuhan rekognisi serta analisisnya dalam perspektif eksistensialisme. Penelitian ini memiliki urgensi mengingat banyaknya miskonsepsi terhadap pemaknaan eksistensialisme. Cara bereksistensi di bawah ide kebebasan yang belum dicerna secara matang seperti dalam aksi klitih ini menimbulkan kengerian bagi masyarakat di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian fenomenologi yang mana mengikuti model penelitian filsafat sistematis di lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: cara berada yang diaktualisasikan pelaku klitih terkait dengan pandangan orang lain. Adanya ancaman ego mendorong mereka perlu membuktikan sesuatu untuk memperoleh rekognisi. Miskonsepsi terhadap makna eksistensi juga menyebabkan mereka keliru dalam mendefinisikan kebebasan. Dalam eksistensialisme, manusia memiliki kebebasan untuk memberi makna pada keberadaannya dengan merealisasikan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Namun dalam merealisasikan eksistensinya, seseorang perlu mempertimbangkan relasi antar sesama, sehingga dapat mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab.
Honey is a thick sweet liquid which comes from bees which can cure many diseases and is antibacterial. Antibacterial potential of honey caused by the content of active compounds, low moisture content, high osmolarity, hydrogen peroxide content, and low pH.The aim of this study was to determine the antibacterial activity of forest honey on Doloksaribu, Simalungun district on the growth of Bacillus cereus bacteria.Experiment research method includes the analysis quality of honey, includes checking moisture content, ash content, pH tested, acidity, viscosity, spesific gravityphytochemical screening, and antibacterial activity test ith disk diffusion method use blank disk with each concentration 25%, 35%, 45%, 55%, and 65%, positive control using erythromycin and negative control sterile distilled water. Organoleptic test conducted on forest honey gave results that honey reach the requirements for good quality. The result of moisture and ash content test and pH test reach of SNI 3545: 2013 about honey. Antibacterial activity test of forest honey with concentration 25%, 35%, 45%, 55%, and 65% against Bacillus cereus showed that there was an inhibitory around the blank disc, namely 10,16 mm, 13 mm, 15,6 mm, 21,6 mm, and 22,6 mm. The greatest inhibition of forest honey occurred at the highest concentration that is 65% (22,6 mm).
Lip balm adalah sediaan kosmetik perawatan pada bibir yang digunakan untuk melindungi bibir terhadap faktor lingkungan yang merugikan pada keadaan kelembaban udara yang rendah karena suhu yang terlalu dingin, mencegah penguapan air, serta melembabkan bibir agar tidak mudah kering dan pecah- pecah. Tanaman Buah Pepaya (Carica papaya L.) memiliki kandungan antrakuinon, saponin, lignin, glikosida dan tanin. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan dan uji efektifitas sari buah pepaya pada konsentrasi 1%, 5% dan 9% pada sediaan pelembab bibir. Evaluasi sediaan pelembab bibir yaitu uji homogenitas, uji stabilitas, uji oles, uji daya sebar, uji daya lekat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat eksperimental. Dari hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan peneliti didapatkan hasil parameter uji daya lekat adalah (Blanko) 1 menit 10 detik, (F1) 1 menit 02 detik, (F2) 57,66 detik, dan (F3) 44,33 detik. Hasil dari pengujian parameter daya sebar memiliki rata-rata 4 cm, 5 cm, 6 cm dan 6 cm. Lip balm yang diformulasi dalam penelitian ini tidak melalui uji iritasi dikarenakan pandemic virus corona yang membuat peneliti tidak bisa menggunakan sukarelawan manusia. Peneliti juga tidak melalui uji kelembapan pada bibir sukarelawan demi menghidari penyebaran virus dan memenuhi protokol kesehatan.
Mercury is a heavy metal that can have a toxic effect on the body so it can cause death. Mercury metal contamination in food is regulated in SNI number 7387 of 2009 regarding the Maximum Heavy Metal Limit. Some metal waste disposal ends up in rivers, lakes, or sea waters so that metal pollution can occur in the ecosystem. This study aims to determine levels of mercury metal contamination in seawater fish, including shark, mackerel, salmon, tuna, red snapper, and white shrimp. Sample preparation was carried out by wet digestion method using a microwave digestion device. Mercury analysis was carried out using the AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) method. The wavelength used is 253.7 nm. The results showed that mercury in sharks was 0.2045 ± 0.0099 mg/kg, mackerel 0.4184 ± 0.0297 mg/kg, salmon 0.3848 ± 0.0794 mg/kg, tuna fish 0.3706 ± 0.0674 mg/kg, snapper 0.4088 ± 0.0397 mg/kg, and shrimp 0.4289 ± 0.0813 mg/kg. The results of the analysis showed that of the six samples of seawater fish that had been tested, the maximum metal contamination limit determined by SNI 7387 the Year 2009 was 0.5 mg/kg.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.