Nusa Tenggara Barat memiliki sumber daya lahan perikanan pesisir yang cukup potensial untuk pengembangan budi daya laut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan lokasi bagi pengembangan budi daya di perairan Teluk Saleh, Kecamatan Empang, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survai.
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam evaluasi kelayakan lahan untuk budi daya tambak, karena sifat kimia dan fisiknya mempengaruhi organisme yang dibudidayakan dan makanan alami. Dalam banyak kasus, kriteria kualitas air untuk akuakultur di Indonesia terlalu bersifat umum. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara produktivitas tambak dari berbagai komoditas yang dibudidayakan di Indonesia. Penelitian dilaksanakan di kawasan pertambakan yang ada di Kabupaten Pinrang, Sinjai, Luwu, dan Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Metode penelitian yang diaplikasikan adalah metode survai, termasuk untuk mendapatkan data primer dari produksi yang dilakukan melalui pengajuan kuisioner dan perekaman pada saat wawancara kepada responden. Pengukuran langsung di lapangan dan pengambilan contoh air untuk dianalisis di laboratorium dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan. Pemilihan model regresi “terbaik” didasarkan pada metode kuadrat terkecil. Udang vanamei (Litopenaeus vannamei) dapat tumbuh dan hidup dengan baik pada kisaran salinitas yang lebar (20--35 ppt), tetapi udang vanamei tidak dipengaruhi oleh suhu antara 28,2°C dan 31,7°C; oksigen terlarut antara 4,99 mg/L dan 10,03 mg/L dan pH antara 7,83 dan 8,89. Produksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) tertinggi didapatkan pada salinitas 25,6 ppt dan oksigen terlarut 8,39 mg/ L dan rumput laut tumbuh baik pada kisaran pH antara 6,00 dan 9,32, suhu antara 26,00°C dan 37,86°C, fosfat lebih besar 0,1000 mg/L dan besi kurang dari 0,1000 mg/ L. Produksi pada polikultur udang windu dan ikan bandeng tertinggi didapatkan pada salinitas 16,3 ppt, namun produksinya tidak dipengaruhi suhu antara 26,15°C dan 36,38°C, oksigen terlarut antara 4,60 mg/L dan 10,00 mg/L dan pH antara 6,08 dan 8,64.Water quality is an important factor in land capability assessment for brackish water aquaculture ponds because its chemical and physical properties affect the biology of the farmed organisms and natural feed. In most cases water quality criteria in Indonesian aquaculture are too generalized. The present study investigated the relationship between key water quality variables and pond productivity for common commodities farmed in Indonesia. The study was carried out in representative brackish water ponds at Pinrang, Sinjai, Luwu, and North Luwu Regencies, South Sulawesi Province and South Lampung Regency, Lampung Province. The study collected farm data through a structured questionnaire and interviews, and environmental measurements, principally water quality analyses. In situ and laboratory analyses were conducted for dry and wet season conditions. A regression model based on the least quadratic method was used to identify relationships between water quality factors and pond productivity. The production of whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei) was highest in a salinity range of 20--35 ppt, water temperatures between 28.2°C and 31.7°C, dissolved oxygen concentrations between 4.99 mg/L and 10.03 mg/L and pH between 7.83 and 8.89. The highest seaweed production (Gracilaria verrucosa) occurred at a salinity of 25.6 ppt and dissolved oxygen concentration of 8.4 mg/L. The best overall growth of seaweed occurred at a pH 6.00--9.32, water temperature of 26.00°C-37.86°C, phosphate concentrations > 0.1000 mg/L and iron concentrations < 0.1000 mg/L. Polyculture production of tiger prawn (Penaeus monodon) and milkfish (Chanos chanos) was greatest in pond water temperatures of 26.15°C to 36.38°C, dissolved oxygen concentrations between 4.60 mg/L and 10.00 mg/L, and pH between 6.08 and 8.64.
ABSTRAKKabupaten Kepulauan Sangihe dengan tiga pulau terdepannya dan panjang pantai 297 km memiliki potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii), tetapi belum tersedia data kondisi perairannya. Penelitian bertujuan untuk mengkaji karakteristik, kesesuaian, dan daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut di kawasan pesisir Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Data karakteristik perairan yang dikumpulkan berupa pasang surut, kecepatan arus, arah arus, kedalaman, kecerahan, suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, nitrat, nitrit, nitrogen amonia total, fosfat, padatan tersuspensi total, bahan organik total, dan jenis substrat. Analisis dengan weighted linear combination dalam SIG dilakukan untuk penentuan kesesuaian perairan dan besarnya kapasitas perairan digunakan untuk penentuan daya dukung perairan. Hasil kajian menunjukkan bahwa karakteristik perairan Kabupaten Kepulauan Sangihe dapat mendukung usaha budidaya rumput laut, tetapi kedalaman perairan yang relatif dangkal dan adanya alur pelayaran yang menjadi faktor pembatas dalam kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut.
Harmful Algal Blooms (HABs) dapat memberikan dampak negatif secara ekologis, ekonomis dan kesehatan. Kejadian dapat bervariasi menurut faktor lingkungan lokal pemicu serta kemampuan adaptasi spesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara karakteristik kualitas lingkungan dengan keberadaan fitoplankton berpotensi HABs pada tambak ekstensif di Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sebanyak masing-masing 45 contoh air dan tanah diambil pada total luas petakan tambak ±2300 ha dengan metode transek yang dimodifikasi. Peubah kualitas air yang diukur meliputi; Total Amonia Nitrogen (TAN), Nitrit (NO2-N), Nitrat (NO3-N), Fosfat (PO4-P), Bahan Organik Total (BOT) dan Plankton. Sedangkan peubah kualitas tanah tambak meliputi pH, total nitrogen (NTOT), fosfat (PO4-P) dan BOT. Analisis keterkaitan kualitas lingkungan dengan keberadaan fitoplankton berpotensi HABs dilakukan dengan BIO-ENV analysis, Cluster analysis, dan analisis spasial dengan software PRIMER 5.0 dan ArcGIS 10.0. Dari 23 spesies yang diidentifikasi terdapat 5 spesies (21%) yang potensial sebagai HABs meliputi Prorocentrum sp, Ceratium sp, Gymnodinium sp, Thalassiosira sp dan Nitzchia sp. Prorocentrum sp ditemukan pada 21 stasiun dari total 45 stasiun dengan kepadatan tertinggi (508 ind/L). Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa distribusi spasial spesies berkaitan erat dengan distribusi nilai TAN dan BOT air serta nilai N-Total tanah. Jika tidak ada upaya pengelolaan dan mitigasi sehubungan keberadaan HABs tersebut maka dikhawatirkan dapat mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan kegiatan budidaya di lokasi penelitian.Harmful Algal Blooms (HABs) can cause serious negative ecological, economical and human health impacts. The occurrence of HABs may vary according to local environmental factors and the adaptability level of the causative species. This study aims to determine the relationship between environmental quality and the presence of causative phytoplankton species of HABs at extensive brackishwater aquaculture ponds located in Losari District, Cirebon Regency, and West Java Province. The sampling method followed a modified transect method by which a total of 45 each water and soil samples were taken from pond units, covering the total area of about 2300 ha. Water quality parameters comprised total ammonia nitrogen (TAN), nitrite, nitrate, phosphate and total organic matter (TOM). Whilst the pond soil quality variables included pH, total nitrogen (NTOT), phosphate and TOM. Spatial relationship between environmental quality and the presence of potentially causative phytoplankton species of HABs conducted through BIO-ENV analysis, cluster analysis and spatial analysis with the help of software PRIMER 5.0 and ArcGIS 10. Of the total 23 identified phytoplankton species, 5 species (21%) were classified as potentially causative sepecies of HABs including Prorocentrum sp, Ceratium sp, Gymnodinium sp, Thalassiosira sp and Nitzchia sp. Prorocentrum sp was discovered in 21 stations of a total of 45 stations and accounted for the highest density (508 ind. / L). The results further indicated that the spatial distribution of the causative species is closely related to the distribution of values of TAN and TOM (water) and NTOT (soil). Unless effective management and mitigation efforts are undertaken, the presence of the potentially causative species could affect the sustainability of aquaculture activities at the study sites.
Daya dukung memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya perikanan budi daya Metode survai dilakukan dalam studi ini untuk mengevaluasi kualitas biofisik Teluk Awarange (Sulawesi Selatan) dan untuk menentukan kelayakan lahan bagi pengembangan budi daya bandeng dalam keramba jaring apung (KJA).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.