Nowadays, land management requires a paradigm recondition towards wise behavior in utilizing natural resources. An alternative that can be consistently applied to support this is the application of agroforestry patterns. The purpose of this service is to provide counseling, training, and assistance to the community in agroforestry development. This activity was carried out in Dulamayo Barat Village, Telaga District, Gorontalo Regency. The method used is focused discussion and group training. The procedural activities are divided into three stages, namely planning (observation and socialization), implementation (counseling, training, and fostering productive activities), and evaluation stages (reviewing the participation of agroforestry developing communities). The results obtained in this service activity are: (a) observation activities describing the existence of forest destruction, monoculture patterns, cultivation without land cover, and low socio-economic aspects; (b) socialization is carried out to the village government to establish cooperation and request support in community empowerment; (c) extension is carried out by providing material on the prospects for agroforestry development; (d) the training content provides reinforcement for the community to choose a combination pattern of agroforestry and top grafting; and (e) the evaluation phase shows that 60% of the community participated in planning-implementation, and 47% participated in the evaluation of the agroforestry program.

Agroforestry is a farming system that is carried out by integrating agricultural crops with forestry crops. This research was conducted in Boalemo District in April 2018. The purpose of this study was to calculate the total income of agroforestry farming. Data were analyzed using a method of analyzing farm income for each crop commodity, while total income was derived from the accumulation of income for each commodity. The results showed that agroforestry in Boalemo was classified as simple agroforestry and early agroforestry with agrisilvikultur type. Total agroforestry income (PTA) is Rp.205.055.153/ha/year, with a total revenue Rp. 249.280.098/ha/year and the total cost of Rp. 44.224.945/ha/year.

Subak ialah model pengelolaan irigasi yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, dengan konsep “Tri Hita Karana” pada masyarakat suku Bali. Fokus kajian ialah mengkaji tata kelola subak pada masyarakat suku Bali transmigrasi, guna mendukung keberlanjutan penyediaan air irigasi. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni sampai Oktober 2017, di Desa Duata Karya, KecamatanMasama Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain penelitian survei, sampel ditentukan dengan metode snowball sampling. Teknik analisis data deskriptif kualitatif, dengan tahapan meliputi: indexing, interpretasi, connecting, simpulan dan penyajian data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengelolaan organisasi kesubakan di Desa Duata Karya yakni pekaseh, wakil pekaseh, ketua kelompok tani dan anggota kelompok, yang memiliki tupoksinya masing-masing, dan (2) Pengelolaansubak dikelompokkan menjadi pengelolaan fisik, meliputi pengelolaan sumberdaya air, pengelolaan bangunan irigasi (empelan, aungan, pintu air pembagi, telabah gede, telabah cenik), juga pengelolaan terhadap bangunan pura ulun suwi dan pura bedugul. Sedangkan pengelolaan non fisik meliputi organisasi dan kelembagaan, serta pengelolaan regulasi/awig-awig kesubakan. Hal ini secara empiris sistem subak berimplikasi pada pemerataan pembagian air irigasi ke lahan sawah petani.

ABSTRAKUsahatani tumpang sari merupakan salah satu upaya budidaya tanaman secara konservasi, yang bertujuan untukmewujudkan sistem pertanian berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kelayakan finansialdari beberapa kombinasi usahatani tumpang sari. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Boalemo pada BulanMaret sampai April 2018. Desain penelitian survei, sampel berjumlah 35 responden. Data dianalisismenggunakan analisis finansial dengan mempertimbangkan nilai kriteria NPV, BCR dan IRR dengan asumsitingkat imbal hasil 16,23%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) komponen penyusun usahatani tumpangsari terdiri atas jagung, kakao, kelapa, cengkeh, pala, rambutan, durian, cabai, dan lada; (2) usahatani tumpangsari layak diusahakan pada berbagai kombinasi dengan nilai NPV, BCR dan IRR masing-masing yaitu; a)kombinasi Pangan-Perkebunan (Rp.124.465.934/ha/tahun), (1,52), (59,73%); b) kombinasi Pangan-PerkebunanHortikultura (Rp.626.247.299/ha/tahun), (6,49), (182,28%); c) kombinasi Perkebunan(Rp.137.722.189/ha/tahun), (3,13), (50,11%); d) kombinasi Perkebunan-Hortikultura(Rp.280.434.923/ha/tahun), (2,41), (224,53%); dan e) kombinasi Pangan-Hortikultura(Rp.26.510.969/ha/tahun), (2,29), (26,21%). Usahatani tumpang sari secara berkelanjutan dapat meningkatkanekonomi masyarakat, menjaga kelestarian lahan pertanian.