Dermatophytosis is a disorder of tissues with keratinized ephithelia e. g. stratum corneum of epidermis, hair, and nails, caused by dermatophyte fungi from arthrodermataceae family. This family has more than 40 species divided into three genera: Epidermophyton, Microsporum, and Trichophyton. The distribution of dermatophytosis is based on its location: tinea capitis, tinea barbae, tinea cruris, tinea pedis et manum, tinea unguium, and tinea corporis. This study aimed to obtain the profile of dermatophytosis classified by location, age, gender, job and therapy at the Dermatovenerology Clinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado during the period of January-December 2013. The results showed that of 4,099 skin disease cases in 2013, there were 153 (3.7%) cases of dermatophytosis with the most frequent found was tinea cruris (35.3%), the age group was 45-64 years old (32.7%), most patients were female (60.8%), commonly housewife (22.9%), and the most treatmen tused was topical therapy (68.6%).Keywords: dermatophyte, dermatophytosis, tinea Abstrak: Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh jamur dermatofita dari famili arthrodermataceae. Famili ini terdiri lebih dari 40 spesies yang dibagi dalam tiga genus: Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton. Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasinya yaitu tinea kapitis, tinea barbae, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea unguinum, dan tinea korporis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2013 berdasarkan klasifikasi lokasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan dan terapi yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 4.099 kasus penyakit kulit di tahun 2013, terdapat 153 (3,7%) kasus dermatofitosis dengan persentase tertingggi yang diperoleh ialah: tinea kruris (35,3%), golongan umur 45-64 tahun (32,7%), jenis kelamin perempuan (60,8%), ibu rumah tangga (22.9%), dan terapi kombinasi (68.6%) Kata kunci: dermatofitosis, tinea
Acne vulgaris is a chronic inflammatory disease of the pilosebasea follicle. Although the cause of acne vulgaris is not known for certain but there are several pathogenesis suspected to have some effects on the occurrence of acne vulgaris, inter alia the increase in sebum production which is controlled by androgen hormones. Stimulation of androgen hormone production is associated with elevated level of insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Increased IGF-1 is correlated positively with body mass index (BMI). In general, acne vulgaris begins at age 12-15 years and most occur in adolescents aged 15-18 years. This study was aimed to determine the relationship between BMI and the incidence rate of acne vulgaris in students at SMA Frater Don Bosco Manado (senior high school). This was an analytical survey observation with a cross sectional design. Subjects were 69 students obtained by using systematic random sampling. Of the 69 students suffered from acne vulgaris, there were 8 (11.6%) with thin BMI; 50 (72.5%) with normal BMI; and 11 (15.9%) with fat and obese BMI. Conclusion: There was no significant association between BMI and the incidence of acne vulgaris among the students at SMA Frater Don Bosco Manado.Keywords: body mass index, acne vulgaris Abstrak: Akne vulgaris adalah penyakit radang kronis pada folikel pilosebasea. Walaupun penyebab dari akne vulgaris belum diketahui pasti namun terdapat beberapa patogenesis yang diduga berpengaruh pada timbulnya akne vulgaris, salah satunya yaitu peningkatan produksi sebum di bawah kontrol hormon androgen. Stimulasi produksi hormon androgen berhubungan dengan peningkatan kadar insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Peningkatan IGF-1 berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (IMT). Umumnya akne vulgaris dimulai pada usia 12-15 tahun dan terbanyak pada remaja usia 15-18 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan angka kejadian akne vulgaris pada siswa-siswi di SMA Frater Don Bosco Manado. Jenis penelitian ialah observasi analitik survei dengan desain potong lintang. Subyek penelitian ialah siswa-siswi di SMA Frater Don Bosco Manado diperoleh dengan pengambilan sampel secara acak sistematis. Pada 69 subyek dengan akne vulgaris, terdapat 8 orang (11,6%) dengan IMT kurus; 50 orang (72,5%) dengan IMT normal; dan 11 orang (15,9%) dengan IMT gemuk dan obesitas. Simpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT dan angka kejadian akne vulgaris pada siswa-siswi di SMA Frater Don Bosco Manado.Kata kunci: indeks massa tubuh, akne vulgaris
Atopic dermatitis is a chronically relapsing skin disease that occurs most commonly during early infancy and childhood. It is a major public health problem worldwide with a prevalence in children 10-20% and 1-3% in adults. However, its main etiology is uncertain. There are some initiating factors that play important roles in the occurence and progress of this dermatitis atopic, such as: decreased skin barrier function, dysfunction of the immune system, genetic factor, enviromental factors, and infections, involving the immune system in the blood as well as in the skin, cytokines, and peptides. Keywords: atopic dermatitis, initiating factors Abstrak: Dermatitis atopi adalah penyakit kulit kronik kambuhan yang paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, dengan prevalensi 10-20% pada anak dan 1-3% pada dewasa. Penyebab pasti dermatitis atopi belum diketahui. Terdapat beberapa faktor pencetus yang diduga turut berperan dalam terjadinya dan perlangsungan dermatitis atopi, antara lain: interaksi antara penurunan fungsi sawar kulit, disfungsi sistem imun, faktor genetik, faktor lingkungan, dan agen infeksi, dengan melibatkan berbagai sistem imun baik di dalam darah maupun pada kulit, sitokin, dan peptida. Kata kunci: dermatitis atopi, faktor pencetus
Bacterial vaginosis (BV) is an abnormal situation in the vaginal ecosystem characterized by Lactobacillus as normal vaginal flora was replaced by a high concentration of anaerobic bacteria, especially Bacteroides sp., Mobilluncus sp., Gardnerella vaginalis, and Mycoplasma hominis. This study was aimed to obtain the profile of bacterial vaginosis in patients treated at the Polyclinic of Dermatovenereology Prof. Dr. R. D. Kandou Hospita; Manado from January 2011 to December 2015. This was a retrospective study using medical records of new BV patients including basic characteristics of patients, such as age, marital status, job, and treatment. The results showed that the number of patients with bacterial vaginosis during the period January 2011-Desember 2015 at the Polyclinic Hospital Dermatology Prof. Dr. R.D. Kandou Manado were as many as 117 patients. The group most affected by BV were at the age of 25-44 years in 61 patients (52%); job as housewife in 42 patients (35%); married in 93 patients (80%); social factor as the precipitating factors in 61 patients (52%). Bacterial vaginosis without concomitant diseases were found in 96 patients (82%), followed by comorbidities BV + vulvovagina candidiasis in 18 patients (15%). The most common therapy in those patients was metronidazole 2x500 mg for 7 days in 111 patients (95%). Conclusion: New cases of bacterial vaginosis were increase in 2011-2013 but they decreaased in 2014-2015.Keywords: bacterial vaginosis, vaginal discharge, bad odor, clue cell Abstrak: Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh konsentrasi tinggi bakteri anaerob, terutama Bacteroides sp., Mobilluncus sp., Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil vaginosis bakterial pada penderita yang berkunjung dan berobat di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Kandou Manado periode Januari 2011- Desember 2015. Jenis penelitian ialah retrospektif menggunakan rekam medik kasus baru VB yang meliputi data dasar seperti umur,status perkawinan, pekerjaan dan terapinya. Hasail penelitian mendapatkan jumlah penderita vaginosis bakterial selama periode Januari 2011 - Desember 2015 sebanyak 117 pasien. Kelompok paling banyak terkena vaginosis bakterial ialah umur 25-44 tahun sebanyak 61 orang (52%); pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 42 pasien (35%); sudah menikah sebanyak 93 orang (80%); dengan faktor sosial sebagai pencetus sebanyak 61 pasien (52%). Penyakit vaginosis bakterial tanpa penyerta didapatkan 96 pasien (82%) dan diikuti oleh penyakit penyerta VB+KVV yaitu sebanyak 18 pasien (15%). Jenis obat/terapi yang paling sering digunakan pada pasien vaginosis bakterial ialah metronidazole 2x500 mg selama 7 hari sebanyak 111 pasien (95%). Simpulan: Gambaran umum kasus baru Vaginosis bakterial menunjukkan terjadi peningkatan jumlah pasien pada tahun 2011-2013 dan pada tahun 2014-2015 terjadi penurunan Kata kunci: vaginosis bakterial, keputihan, bau, clue cell
Herpes zoster (HZ) is an acute vesicular eruption caused by latent varicella zoster virus (VVZ) reactivation in sensory ganglia after primary infection. Its incidence increases with age and it is rarely found in children. We reported a case of 10-year-old male with blisters on the right side of his stomach and back 3 days ago. The patient was suffered from fever, common cold, and cough a week before, and had a history of varicella at 5 years old. Dermatologic status showed multiple vesicles on erythematous base at the anterior dan posterior sides of his right lumbar region. The Tzank test showed multinucletaed giant cells. Acyclovir resulted in significant improvement after 7- day therapy. Conclusion: Diagnosis of herpes zoster was based on anamnesis, physical examination, and laboratory findings. Antiviral drugs was aimed to reduce complications and viral shedding.Keywords: Herpes zoster, childAbstrak: Herpes zoster (HZ) merupakan erupsi vesikuler akut yang disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisela zoster (VVZ) laten pada ganglia sensoris yang sebelumnya terpajan dengan infeksi primer varisela. Insiden HZ meningkat seiring pertambahan usia dan jarang ditemukan pada anak-anak. Kami melaporkan kasus seorang anak laki-laki, 10 tahun, dengan bintil-bintil berair di perut dan punggung sebelah kanan sejak 3 hari lalu. Riwayat demam, batuk dan pilek 1 minggu sebelum timbul lesi. Riwayat varisela pada usia 5 tahun. Status dermatologis ditemukan vesikel multipel berisi cairan jernih yang tersusun bergerombol di atas kulit yang eritema di regio lumbar dekstra anterior dan posterior. Tes Tzank memperlihatkan sel raksasa berinti banyak. Pasien diterapi dengan asiklovir oral selama 7 hari dan menunjukkan perbaikan yang bermakna. Simpulan: Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kasus ini khas untuk herpes zoster. Pemberian obat antiviral bertujuan untuk mengurangi komplikasi dan menurunkan viral shedding.Kata kunci: herpes zoster, anak
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.