Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman flora yang potensial untuk terapi herbal, salah satunya tanaman koro benguk (Mucuna pruriens) yang bijinya bisa diolah menjadi tempe sebagai konsumsi harian masyarakat di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah. Biji koro benguk diketahui mengandung L-3,4-dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) tinggi dan berpotensi menjadi agen neuroprotektor pada penyakit Parkinson. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kandungan L-DOPA mulai dari biji koro benguk segar, rebus, dan bahan olahannya yaitu tempe benguk. Uji dilakukan pada biji koro benguk mentah kulit berwarna putih (BR D) dan hitam (BR A) asal Wonogiri, Jawa Tengah, serta biji koro benguk mentah kulit berwarna putih (KP C), biji koro benguk yang sudah direbus dua kali, dan tempe benguk asal Kulon Progo, Yogyakarta. Sampel diektraksi menggunakan pelarut etanol dan n-propanol, kemudian dianalisis dengan teknik high-performance liquid chromatography (HPLC) untuk melihat kadar kandungan L-DOPAnya. Hasil penelitian menunjukkan, kadar L-DOPA tertinggi (8,56%) ditemukan pada biji koro benguk mentah dengan warna kulit putih asal Wonogiri yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol, sedangkan kadar L-DOPA terrendah (0,016%) ditemukan pada sediaan tempe yang diekstraksi dengan n-propanol asal Kulon Progo. Secara umum, ekstraksi menggunakan pelarut etanol memberikan hasil kadar L-DOPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut n-propanol. Semua ekstraksi sampel, mulai biji koro benguk segar, rebus sampai bentuk tempenya mengandung L-DOPA, dengan kadar tertinggi terdapat pada biji koro benguk segar berkulit putih asal Wonogiri, Jawa Tengah yang diektraksi menggunakan etanol, sedangkan kadar terendah dijumpai pada tempe benguk dari Kulon Progo, Yogyakarta yang diekstraksi menggunakan n-propanol.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengaji keragaman genetik gen ND4L masing-masing spesies Tarsius yang dapat digunakan sebagai penanda genetik. Hasil polymerase chain reaction (PCR) gen ND4L menggunakan primer ND4LF dan ND4LR diperoleh 478 bp, setelah dilakukan sekuensing didapatkan sekuen gen ND4L sebesar 297 nt. Sekuen gen ND4L disejajarkan berganda dengan primata lain dari Genbank menggunakan Clustal W, dan kemudian keragaman genetik antar spesies dianalisis menggunakan program MEGA versi 5.0 (Nei dan Kumar, 2002). Di antara sampel Tarsius ditemukan satu situs nukleotida beragam, yaitu pada situs ke 162. Jarak genetik berdasarkan basa nukleotida ND4L dihitung menggunakan model dua parameter-Kimura menunjukkan paling kecil sebesar 0%, paling besar 0,3%, dan rata-rata 0,1 %. Pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor joining tidak dapat membedakan antara Tarsius dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dan mengelompokkan Tarsius dalam subordo Strepshirrini.
Abstract. Budiariati V, Susmiati T, Waroh S, Putri RCA, Widayanti R. 2021. Genetic diversity of indigenous catfish from Indonesia based on mitochondrial Cytochrome Oxidase Subunit II gene. Biodiversitas 22: 593-600. Catfish is one of the most demanding fish in Indonesia and served in a variety of traditional culinary. Due to their identical morphology and close relation between species in the order of Siluriformes, it is quite tricky to distinguish the species. This can be a threat to develop catfish production in Indonesia since there is a wide variety of catfish species in this mega biodiversity country. The study aimed to analyze the genetic diversity of Indonesian indigenous catfish especially those known as Baung fish by local people based on COII gene. The study also aimed to determine the phylogenetic relationship between the samples and compare them with the GenBank data. A total of 24 samples used in this study from 8 different rivers from 3 different islands and two samples were collected from coastal areas. The study results showed that there is genetic diversity of the Indonesian indigenous catfish based on COII gene. The sequences among 24 samples showed that from 691 nucleotides of COII gene, there were very subtle nucleotides differences of samples that originated from Bojonegoro, Magelang, and samples collected from Baru Beach, Yogyakarta. Based on COII amino acid sequences, 6 polymorphic amino acid sites were on-site number 64, 115, 123, 129, 144, and 165. The samples encoded LLB1 and LPB1 from Baru Beach, Yogyakarta, showed highest different amino acids in the six sites. Samples from the river of Central Java, Sumatra, and Kalimantan belonged to Bagridae family and consist of two different species Hemibagrus sp. and Mystus sp while samples from East Java belonged to Pangasiidae family. The Samples from coastal belonged to Ariidae family.
Teknik sexing pada burung secara molekuler dengan metode PCR telah banyak dikembangkan, tetapi sampel yang digunakan adalah darah dan bulu yang dianggap invasif. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi sampel swab bukal sebagai sumber DNA dalam sexing dengan metode PCR. Penelitian ini menggunakan 10 ekor burung kenari (Serinus canaria) yang terdiri dari 6 ekor burung dewasa (3 jantan dan 3 betina) dan 4 ekor kenari piyikan (umur 14 – 18 hari) yang belum diketahui jenis kelaminnya serta 6 ekor merpati (Columba livia) dewasa (3 jantan dan 3 betina) dan 7 ekor merpati piyikan (umur 14 – 25 hari) yang belum diketahui jenis kelaminnya. Amplifikasi fragmen gen dilakukan menggunakan metode PCR dengan pasangan primer CHD1F/CHD1R.Hasil visualisasi produk PCR menunjukkan semua burung jantan dewasa menghasilkan satu band (± 500 bp), sedangkan burung betina dewasa menghasilkan dua band (± 500 bp dan ± 300 bp). Amplifikasi gen dari swab bukal burung kenari muda didapatkan 2 ekor jantan dan 2 ekor betina, sedangkan dari swab bukal burung merpati muda didapatkan 6 ekor jantan dan 1 ekor betina. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel swab bukal terbukti efisien sebagai sumber DNA dalam sexing burung khususnya burung piyikan.
The aim of this study was to investigate the apolipoprotein-B (apo-B) gene in atherosclerosis mice which were orally given curcuminoid extract of Curcuma xanthorriza. A total number of 30 white mice were split into 6 groups, the first group considered as control (without any treatment), second group as atherogenic feed control, the third group as extract control, while the fourth, fifth and sixth groups as atherogenic feed and curcuminoid Curcuma xanthorriza extract group treated with 5 mg/mouse, 10 mg/mouse and 15 mg/ mouse, respectively for three months. The blood samples were taken from all six groups for the deoxyribonucleic acid (DNA) analysis using total DNA isolation, DNA amplification with polymerase chain reaction (PCR), and DNA sequencing. The data analysis showed that 374 bp nucleotide sequence gen of apo-B from Rattus norvegicus in groups B, C, D, E, and F did not cause any changes in genes. The analysis showed the sequence of apo-B Rattus norvegicus gene in the treatment group was apparently identical with that of Rattus norvegicus group A as the control group without treatment. As conclusion, the administration of curcuminoid zanthorrizza to atherosclerosis mice did not change the gene structure of apo-B 100.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.