Protein merupakan salah satu makronutrien penting bagi tubuh. Fungsinya sebagai zat pembangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh, menyebabkan kekurangan protein akan berakibat serius bagi kesehatan. Salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan protein adalah dengan pemanfaatan bahan pangan lokal. Ulat sagu (Rhynchophorus papuanus) telah lama dikonsumsi oleh masyarakat asli Papua dan Maluku sebagai pelengkap (lauk) bubur sagu (papeda) dan diketahui dari kandungan zat gizinya dapat berperan sebagai sumber protein. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas protein ulat sagu (Rhynchophorus papuanus). Ulat sagu dikembangbiakkan pada media batang sagu dengan tiga varietas sagu masing-masing adalah Debet Embyam, Kutu blup, dan Kutu Mamakutu (berdasarkan pengetahuan indigineus etnik Moy). Dilakukan analisis kimiawi untuk mengetahui kadar protein, lemak, air, dan abu. Sedangkan kualitas protein ulat sagu ditentukan dengan penentuan NPR (net protein ratio) dan penentuan nilai kimia asam amino. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulat sagu mengadung protein dengan kualitas cukup baik, yang diperlihatkan dengan nilai kimia asam amino ulat sagu, masing-masing yang dikembangbiakkan pada Debet Embyam = 97,54%; Kutu blup = 80,77%; dan Kutu Mamakutu = 77,53% dengan asam amino pembatas metionin. Sedangkan nilai NPRnya masing-masing 3,31; 3,16; dan 3,17. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai NPR ketiga perlakuan tersebut.Key words: Kualitas protein, ulat sagu, Maribu, Jayapura.
Berries are known to contain bioactive compounds that can function physiologically to optimise health status. One type of bioactive compound found in berries is phenolic acid. Fruits are known to have activities to inhibit aldose reductase (AR). Inhibition of AR can control of microvascular complications of diabetes mellitus, such as blindness, nephropathy and neuropathy. But some AR inhibitors show side effects due to cross-reactions with analogous enzymes, so the purpose of this study is to predict the ability of phenolic acids berries binding to AR and predict selectivity of berries phenolic acids as AR inhibitor through in silico studies. The inhibition activity of twelve berry phenolic acids on AR was analysed using in silico and compared with epalrestat as a commercial AR inhibitor. The phenolic acids were docked to AR using Autodock Vina in PyRx 0.8. 3D molecular interactions visualized using PyMOL were then analyzed with LigPlot+. Chlorogenic acid and neochlorogenic acid show binding energy are higher affinity (-8.0 and -8.3 kcal/mol) than binding energy of epalrestat as a commercial AR inhibitor. The orientation of chlorogenic acid and neochlorogenic acid with the active side of AR showed that the binding of two compounds on the active side of AR occupies the same position as the binding position of epalrestat. Analysis of the interaction of the chlorogenic acid and neochlorogenic acid with AR indicates binding occurs in the pocket specificity of the active side of AR, so indicates that the two compounds have the potential as AR inhibitors.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cara skarifikasi dapat meningkatkan viabilitas benih saga manis. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung pada Maret 2012. Rancangan percobaan disusun dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS), dengan waktu panen sebagai dasar pengelompokan. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Setiap ulangan menggunakan 25 butir benih saga manis. Rancangan perlakuan adalah tunggal tidak terstruktur terdiri dari kontrol, tiga perlakuan mekanik yaitu dengan menggunakan pelukaan dengan gunting kuku di kotiledon (B1), pengamplasan di kotiledon (B2), dan pengamplasan di hilum (B3). Data diuji Bartlett untuk mengetahui homogenitas ragam perlakuan dan pengaruh-pengaruh utama yang bersifat aditif (menambah) diuji dengan uji Tukey. Jika data homogen dan bersifat aditif maka dilanjutkan dengan analisis ragam. Pengujian nilai tengah dilakukan dengan uji BNJ pada taraf α0,05. Skarifikasi mekanik dengan pelukaan gunting kuku menunjukkan viabilitas benih saga manis tertinggi; daya berkecambah sebesar 100%, kecepatan perkecambahan sebesar 23,22 %/hari, panjang akar kecambah normal sebesar 18,18 cm, bobot kering kecambah sebesar 0,79 g, dan bobot kering hipokotil sebesar 0,480 g.
Kebutuhan bahan pangan sangat tergantung pada ketersediaanya di lingungan. Bahan pangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus sehat dan bebas dari bahan pencemar, termasuk logam berat. Ikan kakap putih (Lates calcarifer) sering dijumpai pada kawasan muara sungai di hampir seluruh wilayah Indonesia, bahkan di Papua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Fe, As, dan Hg pada ikan kakap putih (L. calcarifer) yang hidup di perairan estuari Mimika Papua. Perairan estuari di Mimika diketahui sebagai salah satu daerah pengendapan pasir sisa tambang (tailing). Metode yang digunakan adalah survei dan analisis laboratorium kandungan logam berat pada tubuh ikan. Analisis Pb, Cd, Cu, Fe, As, dan Hg ditentukan dengan spektroskopi serapan atom (AAS, Atomic Absorpsion Spectroscopy). Penentuan tingkat pencemaran logam berat dilakukan dengan Metode Standar APHA 3113 Cetac Technologies SPR IDA. Analisis data dilakukan dengan membandingkan kandungan logam berat dalam air dengan baku mutu air laut menurut SK MNLH No. 51 tahun 2004. Untuk kandungan logam berat pada organ tubuh ikan dibandingkan dengan kandungan maksimum logam berat berdasarkan SNI 7387: 2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat bahan pangan. Kandungan logam berat pada ikan kakap putih masih tergolong aman dikonsumsi karena mengandung logam berat di bawah ambang batas baku mutu. Kondisi ini didukung oleh hasil analisis logam berat pada air yang menunjukkan masih dalam kondisi baik. Kata kunci: L. calcarifer, logam berat, Sungai Kamora, Sungai Ajkwa, Mimika. The need for food depends on the availability in the environment. Foods needed to meet daily needs should be healthy and free of pollutants, including heavy metals. White snapper (Lates calcarifer) is often found in the estuary of the river in almost all parts of Indonesia, even in Papua. The purpose of this research is to study the heavy metal content of Pb, Cd, Cu, Fe, As, and Hg on white snapper (L. calcarifer) which live in Mimika Papua estuary waters. The estuary waters of Mimika are known as one of the deposition areas of tailings sand. The method used is survey and laboratory analysis of heavy metal content in fish body. Analysis of Pb, Cd, Cu, Fe, and Hg was determined by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Determination of the level of heavy metal contamination was done by Standard Method of APHA 3113 Cetac Technologies SPR IDA. Data analysis was done by comparing the heavy metal content in water with sea water quality standard according to SK MNLH No. 51 year 2004. For heavy metal content in fish body organs compared with maximum content of heavy metals based on SNI 7387: 2009 on the maximum limit of heavy metal food contamination. The content of heavy metals in white snapper is still considered safe for consumption because its below the quality standard threshold. This condition is supported by the results of heavy metal analysis on the water which shows still in good condition. Key words: L. calcarifer, heavy metal, Kamora River, Ajkwa River, Mimika.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.