The era of disruption encourages all humans to adapt to the changes that occur. Christian youth and Christian families are required to be able to withstand these changes by living in the firmness of the Christian faith, according to God's will. Christian education in premarital counseling is very important in this era because through it Christian families will be able to survive in an increasingly uncertain world. This research method is descriptive qualitative, with literature study and observation techniques. The author uses the Bible and various relevant literature. The purpose of this study is to provide a description of how Christian education can form premarital counseling that can guide Christian families in this era. The results of the study conclude that it is necessary to transform premarital counseling from just a church service program to Christian education to provide a new form. Christian education in pre-marital counseling is developed to post-marital counseling, which is carried out continuously throughout life according to the principles of Christian education. The implementation of Christian education in pre-marital counseling is as follows: First, the teaching materials emphasize the development of the personal dimension as a creation that is in the image and likeness of God and the relational dimension, building a relationship that is holy and pleasing to God. Second, the implementation of Christian education in premarital counseling includes six stages: First, the preparation of young people to find a life partner. Two, at a time when a future husband and wife decided to start a new family. Three, the young family stage. Four, pre-adolescent and adolescent family stages. Five, the family stage of adulthood, when the children in the family have started to grow up. Six, the stages of old age. Third, forming counselors as guides and guides who fear God, living the truth of God's word so that they can become examples of life.
Tulisan ini bermaksud menawarkan sebuah alternatif pembelajaran di Sekolah Minggu melalui pendekatan Student Centered Learning (SCL). Model pendekatan ini merupakan pendekatan pembelajaran yang memberdayakan peserta didik menjadi pusat (center) selama proses pembelajaran berlangsung. Sekolah Minggu merupakan salah satu media pembelajaran untuk mengenalkan anak kepada Tuhan dan beriman kepada-Nya. Masa anak-anak merupaka periode yang ideal bagi seorang anak untuk tetap beriman kepada Tuhan sampai dengan dewasa. Riset yang dilakukan oleh Barna Research Group (BRG) pada tahun 2001, 61 % memperlihatkan bahwa orang dewasa yang saat ini setia beribadah di gereja adalah mereka yang dahulu dengan setia mengikuti Sekolah Minggu. Adapun metode yang digunakan dalam pengembangan artikel ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca tulisan-tulisan dari berbagai sumber yang relevan. Hasil yang dapat diperoleh dari penulisan artikel ini adalah, ditengah-tengah perkembangan jaman modern ini, pendekatan SCL pada Sekolah Minggu dapat diterapkan, melalui pemahaman kerativitas guru terhadap setiap tahapan dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek ini dapat disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada murid untuk dapat mengenalkan ketaatan kepada Allah, memiliki iman intuitif-projektif, yang dengannya anak dapat memahami kasih, rasa aman, disiplin, sukacita dan penyembahan kepada Tuhan. Selanjutnya adalah iman, pada masa akhir kanak-kanak, ketika seorang anak biasanya memercayai sesuatu yang dipercayai orang tuanya, belajar secara aktif untuk membagikan pengalaman serta dialog, atau bermain peran dalam bentuk sandiwara bahkan menjadi reporter. Selanjutnya dari ranah kognitif, yakni seorang anak memasuki ranah analisis, ketika ia menerima informasi yang dibagikan oleh teman-temannya dalam bentuk cerita sederhana, dan sintesis, serta evaluatif. Secara afektif diarahkan ke sikap dimana murid siap menerima nilai-nilai yang diyakininya, serta murid mulai menyikapi karakterisasi nilai yang akan dijadikan bagian nilai-nilai dari pola hidupnya. Dari aspek psikomotorik, anak dapat diarahkan kepada gerakan presisi, yakni gerakan yang tepat atau akurat.Kata kunci: Student Centered Learning (SCL), kognitif, afektif, psikomotorik.
Temperamen merupakan kombinasi dari sifat-sifat bawaan sejak lahir, terdapat empat macam yaitu Sanguin, Kolerik, Melankolis dan Plegmatis, masing masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Temperamen merupakan bahan dasar yang membentuk watak dan kepribadian manusia, masing-masing memiliki keunikan, satu dengan yang lain berbeda secara mendasar, baik dalam pikiran, perasaan maupun keinginan (Stanley Heath, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengenal temperamen dasar dari Abraham, Petrus dan Paulus sebagai salah satu cara untuk mempersiapkan generasi yang berkarakter dan menjadi salah satu tugas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK).Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Berdasarkan hasil studi pustaka dari berbagai sumber, yaitu sejumlah literatur berbahasa Indonesia dan Inggris untuk mengenal temperamen dasar Abraham, Musa, Petrus dan Paulus dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK). Penelitian ini memberikan gambaran bahwa temperamen merupakan bahan dasar yang mewarnai hidup seseorang. Abraham yang memiliki temperamen dasar Flegmatik, memperlengkapi Abraham dengan kekuatannya yang menonjol yaitu taat, iman, pendoa, diplomasi, pengasih dan pendamai, sehingga sanggup melaksanakan perintah Allah untuk keluar dari tempat asalnya ke negeri yang dijanikan Allah dan menjadi saksi Allah di tengah-tengah bangsa yang belum mengenal-Nya. Musa yang memiliki temperamen dasar Melankolis, kekuatannya terletak pada kesetiaannya akan visi untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian. Petrus yang memiliki temperamen dasar Sanguin, kekuatannya, yaitu ramah da pandai berbicara. Tuhan memperlengkapi Petrus sehingga memiliki kepandaian untuk berkhotbah, untuk mengukir sejarah berdirinya gereja mula-mula. Paulus yang Kolerik, Tuhan memperlengkapi Paulus yang memiliki ketajaman intuisi untuk melakukan pekerjaan Allah yang dahsyat. Paulus seorang Kolerik yang berani untuk keluar, memberitakan injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Allah. Hasilnya telah terjadi penginjilan secara lintas budaya, keberaniannya menembus batas tembok penyekat antar budaya dan bangsa, membuat Gereja dapat berdiri di seluruh bumi. Manfaat yang didapat melalui pengenalan temperamen dalam PAK adalah, dimana Tuhan memanggil Abraham, Musa, Petrus dan Paulus sesuai dengan kekuatan dan kelemahan temperamen dasar masing-masing, dapat memberi inspirasi bagi peserta didik untuk menjalani panggilan dan tujuan hidupnya sesuai dengan kehendak Allah.Kata kunci: Temperamen, Flegmatik, Melankolik, Sanguin, Kolerik, Pendidikan Agama Kristen
Sharing Knowledge is originated from the interaction between individuals which will form a group or working group in a company, while the working group with expertise/skills is called teamwork. The working group should be developed to be able to communicate and have good relationships within the department, between departments and between organizations. Good communication within the organization will improve the working relationship to be more intense and faster. There are no boundaries either between individuals or individuals and departments in the organization so as to create an effective working relationship and a strong team work which lead to the creation of the best practices operational. Based on the survey by interviewing and spreading questionnaires to 266 police members of the police in POLWILTABES SURABAYA about sharing knowledge of best operational practices (BOP) in the police organization through team work's affectivity and OCB (organizational citizenship behavior). The results showed that sharing knowledge does not directly impact organizational citizenship behavior as an organizational culture, but it is indirectly give impact through the team work's affectivity moderator variable. Sharing knowledge as an organizational culture has an impact on enhancing the effectiveness of team work. The Effectiveness of team work influence organizational citizenship behavior in police organizations to increase the best operational practice. Team work's affectivity has influence towards Best Operational Practices (BOP) in the police organization. OCB (Organizational citizenship behavior) also has influence towards the best operational practices (BOP) in the police organization.
Sharing Knowledge is originated from the interaction between individuals which will form a group or working group in a company
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.