The quick and significant development of information technology in the digital era essentially affects records and archives management. This paper aims to discuss how archives should be aware and understand the social dimension in the challenges and possibilities of managing records and archives in the digital era, including the dynamic of perspectives and behaviours of both internal and external users. In response to the development of information technology, archives put emphasizes mostly in the technical dimension of infrastructure availability and the standard or policy compliance. However, people factor often plays significant role in the transition of management model or system. The best implementation of a standard needs a more holistic approach by considering the users point of view as well as collaboration with various stakeholders in explaining the benefits and functions of the new management system. By putting emphasizes on people factor when conducting training and developing policy, users’ resistance can be minimized while users’ enthusiasm can be achieved to accelerate the positive result in the adaptation of the new system and trends.IntisariPerkembangan teknologi informasi di era digital yang cepat dan signifikan mempengaruhi secara esensial pengelolaan arsip. Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana institusi kearsipan harus menyadari dan memahami dimensi sosial di dalam berbagai tantangan dan kemungkinan yang ada dalam pengelolaan arsip di era digital, termasuk dinamika sudut pandang dan perilaku dari pengguna internal maupun eksternal. Sebagai respon dari perkembangan teknologi informasi, kebanyakan institusi kearsipan memberikan penekanan pada dimensi teknis seperti ketersediaan infrastruktur ataupun memenuhi standar dan kebijakan. Padahal, faktor manusia kerap memainkan peran penting dalam transisi model atau sistem pengelolaan. Implementasi terbaik dari suatu standar membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dengan mempertimbangkan sudut pandang pengguna dan juga kolaborasi dengan berbagai pihak terkait dalam menjelaskan manfaat dan fungsi dari sistem pengelolaan yang baru. Dengan menaruh penekanan pada faktor manusia pada saat melakukan pelatihan ataupun merumuskan kebijakan, resistensi pengguna dapat diminimalisir dan pada saat bersamaan antusiasme pengguna dapat dicapai untuk mempercepat hasil positif dari adaptasi pada sistem dan tren terbaru.
Permasalahan pusat arsip di era digital menjadi menarik untuk diulas mengingat kondisi pusat arsip di instansi publik yang belum memadai dan kemunculan arsip elektronik sebagai tantangan baru dalam dunia kearsipan. Tema penelitian yang diangkat memang sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya yang lebih banyak mengkaji sarana prasarana tempat penyimpanan arsip dinamis inaktif pada instansi. Penelitian ini berfokus pada dilema urgensi dan relevansi pusat arsip di era digital. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya penyelamatan arsip dalam berbagai format penyimpanan yang akan berguna sebagai bukti historis bagi generasi akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan setting penelitian pada 21 instansi publik di Yogyakarta. Penulis menemukan bahwa terdapat masalah keamanan dan temu kembali arsip pada instansi publik yang di observasi. Hal ini merupakan dampak dari kurang sesuainya manajemen penyimpanan arsip secara umum, dimana arsip diletakkan pada pusat arsip, gudang dan basement yang kurang memadai. Di sisi lain, perkembangan teknologi memunculkan tantangan baru dalam pengelolaan tempat penyimpanan, sehingga arsiparis perlu merencanakan pusat data. Arsiparis berada dalam posisi sulit dikarenakan masih harus meneyelesaikan permasalahan arsip konvensional, sehingga perencanaan pusat data arsip elektronik.Pada akhirnya, penyelamatan arsip dalam berbagai format perlu dipersiapkan, baik pusat arsip maupun pusat data. Tempat penyimpanan arsip yang dapat mengakomodir berbagai format dan kebutuhan instansi, akan berdampak positif bagi kelancaran tugas sehari-hari pada instansi pemerintah dan layanan kepada publik.
Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyabudaya sebagai salah satu unit yang bertugas untuk mengelola arsip statis di wilayah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, menyimpan setidaknya 1,8 juta manuskrip kertas. Unit tersebut mengelola manuskrip dari era Sri Sultan Hamengku Buwana VII hingga IX. Sebagian besar manuskrip tersebut telah mengalami sejumlah deteriorasi berat dan memiliki kerusakan baik secara fisik maupun kimiawi. Akan tetapi, unit tersebut tidak memiliki arsiparis ataupun konservator tetap untuk secara rutin mengelola manuskrip-manuskrip tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan pengambilan data via observasi partisipatif, wawancara, dan kajian pustaka. Data yang terkumpul dari observasi lapangan dan wawancara diseleksi, dianalisis, dan selanjutnya dikategorikan dalam sejumlah pola tertentu dengan pendekatan deskriptif analitis. Identifikasi selama proses restorasi menunjukkan setidaknya terdapat 5 jenis kertas yang mengalami kerusakan. Teknik restorasi yang digunakan seperti aplikasi tisu Jepang pada pemberian tindakan laminasi disesuaikan dengan variasi karakter kertas. Tantangan klasik ada dalam bentuk keterbatasan jumlah konservator sekaligus infrastruktur. Sebagai akibatnya, modifikasi SOP nasional dilakukan untuk menyesuaikan dinamika organisasi meskipun belum tertulis secara formal. Selain itu, target restorasi pertahun jarang tercapai. Membuat prosedur tertulis di tingkat institusi, merekrut sukarelawan, dan memberikan pelatihan pada Abdi Dalem dapat menjadi alternatif dukungan untuk mengatasi tantangan. Dukungan tersebut penting untuk segera diberikan mengingat KHP Widyabudaya menyimpan juataan arsip bersejarah dari Keraton Ngayogyakarta.
Introduction. The COVID-19 pandemic has forced face-to-face learning activities to change into distance learning. This paper discusses the impact of the pandemic on the learning process in the hands-on archives conservation practicum at the Archives Preservation Laboratory, Vocational School, Universitas Gadjah Mada. This paper also analyzes several perspectives across memory institutions as well as the potential and challenges through the choice of methods used to deliver the practical skills in distance learning. Data Collection Method. Field observations and interviews’ data were analysed using descriptive analytics approach and contrasted with findings in the literature reviews to draw conclusions. Results and Discussion. The dimensions of experience and tactile skills from hands-on conservation practice require specific equipments and laboratory which cannot be fully replaced in online classes. However, the pandemic has urged the university to arrange new learning methods for laboratory-based practicum. Conclusion. Although distance learning prompts plenty opportunities, it remains a challenge to replace the face-to-face model of conservation practicum. There is a great urgency for the best model and media to ensure effective learning which addresses the limitations during a pandemic. It is recommended that universities collaborate with stakeholders and Libraries, Archives and Museums (LAM) institutions to improve the current online practicum scheme.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.