Folktale is one of media which can be used as a device in building children’s positive characters through the moral and educational values in it. This article is based on a qualitative descriptive research aims at identifying values of character building in a folktale from Banyuwangi entitled “Asal-Usul Watu Dodol” (The Origin of Watu Dodol). Data collecting is conducted by reading the folktale text in the book “Banyuwangi Folktales” repeatedly and identifying data about keywords related to values of character building. The data, then, are analyzed by using content analysis technique. The result shows that ten values of character building are found in “Asal-Usul Watu Dodol”, that are, religiosity, honesty, hardworking, curiosity, citizenship, patriotism, accomplishment, friendliness, compassion and responsibility. ABSTRAK Cerita rakyat merupakan salah satu media yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana membangun karakter positif pada anak melalui nilai-nilai moral dan pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita. Artikel ini didasarkan pada penelitian deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi nilai-nilai pembentuk karakter yang terdapat dalam cerita rakyat Banyuwangi berjudul Asal-usul Watu Dodol. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca teks cerita rakyat termaksud yang terdapat dalam buku Cerita Rakyat Banyuwangi secara berulang-ulang dan mengidentifikasi data yang berupa kata kunci yang berkaitan dengan nilai-nilai pembentuk karakter dalam cerita. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan adanya 10 nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat Asal-usul Watu Dodol; yaitu religius, jujur, kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Abstract-Rural tourism is one of the sectors having potency and opportunity to develop as the optimization of rural resources in the fighting against poverty. One of the approaches which can be used to develop rural tourism activities is Community-based Ecotourism (CBE) concept in the form of tourism village. Different from conventional tourism, CBE gives direct impact to the area conservation, takes role in the local community economic empowerment efforts and enhances both sustainable conservation and development.This research-based article aims at 1. identifying and assessing rural potencies and tourist attractions in Osing culturebased village in Tourism Development Zone 1 (TDZ 1) of Banyuwangi regency; 2. analyzing the readiness of both CBE implementation and the community; and 3. designing guidelines of tourism village development strategy with CBE concept.The research takes place in Kemiren Village of Glagah District Banyuwangi because Kemiren is considered as the most representative of Osing culture-based indigeneous villages. The tourist attraction assessment is based on 5 aspects: attractions, accessibility, condition of socio-economic environments, accommodation and supporting facilities. The readiness assessment of CBE development is based on 4 scoring aspects: socio-economic, environmental, and management aspects. The community readiness assessment in the tourism village development with CBE concept is based on the community characteristics, perception, participation and wishes. Each of the assessment result will be analyzed and ranked in 5 scoring classes: very good, good, medium, bad and very bad.)
adalah jurnal ilmiah yang dikelola oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), asosiasi profesi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memperhatikan pengkajian dan pelestarian naskah Nusantara. Jurnal ini dimaksudkan sebagai media pembahasan ilmiah dan penyebarluasan hasil penelitian di bidang filologi, kodikologi, dan paleografi. Terbit dua kali dalam setahun.
Lontar Yusup adalah sebuah puisi naratif tentang kehidupan salah seorang Nabi Islam yang amat populer, Nabi Yusuf. Kisah ini merentangkan perjalanan hidup seorang utusan pilihan Tuhan (duta nabi luwih) dari usia dua belas tahun, kala ia bermimpi tentang matahari, bulan dan sebelas bintang bersujud kepadanya, sam-pai ia naik takhta menjadi penguasa Mesir, seusai nubuatnya tentang mimpi Raja Mesir; tujuh sapi kurus memangsa tujuh sapi gemuk dan tujuh daun kering me-lahap tujuh daun hijau. Kisah Yusuf yang bermula nun jauh di padang pasir Mesir, melintasi laut dan selat, hingga sampai di ujung timur Jawa, menjelma berlarik-larik tembang sebagai Lontar Yusup Banyuwangi. Islamisasi Jawa, bagaimanapun juga meru-pakan faktor penting bagi lahirnya karya ini. Lontar Yusup, baik sebagai teks mau-pun saat didendangkan (performance), merupakan wujud dari ekspresi Islam-Jawa yang mewarnai identitas kultural masyarakat Banyuwangi, wilayah yang da-hulu merupakan pusat negeri Blambangan pada masa akhir kekuasaannya.
Buku tentang masakan tradisional Osing ini merupakan saksi dari seni olah cipta makanan pedesaan di Banyuwangi. Kekayaan dan keelokan alam Banyuwangi terpantul dalam seni kuliner kreatif dan budaya makanan yang mereka miliki. Orang-orang Osing di Banyuwangi, terutama yang bermukim di pedesaan - di antara hamparan petak sawah, rindang pekarangan, dan rimbun kebun - adalah para penjaga dan pemulia warisan kuliner kuno yang terwariskan hingga saat ini. Masyarakat Osing juga mengenal makanan ritual sesajian, yang terkait erat dengan upacara adat atau ritual tradisi yang telah terbentang dalam kurun waktu lama. Pengetahuan tentang makanan, yang menjadi sajian dalam ritual tradisi, diwariskan secara turun temurun, tidak saja dalam bentuk kasat mata makanan, tetapi juga mengenai makna dan perlambang yang tersemat di dalamnya. Semua itu terangkum di dalamnya pemahaman budaya dan spiritual yang tertanam tentang makanan kuno; syarat-syarat yang berkaitan dengan religi dalam mengolah makanan, pemilihan bahan makanan, metode persiapan makanan, keterampilan memasak, dan motivasi. Mereka hidup dalam budaya makanan yang berpadu harmonis dengan alam - dengan tanah yang bertabur abu vulkanik, beragam flora dan fauna, denyut kehidupan laut yang elusif, dan aneka bumbu rempah di bentang alam ujung timur Jawa. Makanan ritual Osing merayakan karunia kuliner tanah ujung timur Jawa yang berpagar gunung dan berhalaman laut. Ragam kuliner yang otentik ini sulit ditemukan di luar desa karena rahasia masakan ini hanya ditransmisikan secara lisan, bersama dengan tata cara olah makanan itu sendiri yang diiringi dengan ritual kepercayaan yang teguh. Buku tentang makanan ritual Osing ini sesungguhnya hanya membahas sebagian kecil dari pesona kekayaan makanan ritual di Banyuwangi. Terbagi menjadi lima bab, isi buku ini pada bagian akhir diperkaya dengan resep makanan ritual yang mudah diikuti. Buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto tentang dapur, resep, dan hidangan ritual pada setiap bab. Panduan tahap demi tahap memungkinkan pembaca untuk menciptakan kembali budaya makanan ritual Osing yang unik dalam kenyamanan dapur mereka sendiri. Meskipun demikian, nilai paling utama sesungguhnya dari makanan ritual Osing adalah komunalitas, kerukunan yang mewujud dalam budaya makan bersama.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.