The spread of information or people's direct experience with police will affect police image, either negative or positive. Unpleasant police behavior can cause distrust among people who are perceiving that police should act with good governance characteristics, with their main responsibility to protect and serve community. The feeling of distrust will make people feel insecured or even feared with the presence of police. This study aims to investigate the role of the sense of feeling secured to the public trust towards police presence. One hundred and fifty six participants were recruited from civil society. Scales to measure trust and the sense of feeling secured were employed to collect data from participants. This study was using quantitative approach with regression analysis technique. The results showed positive correlation between both variables, with the sense of feeling secured contributed 71 percent to the variable of public trust to police.Beredarnya informasi ataupun pengalaman yang langsung dialami masyarakat akan memberikan pengaruh terhadap citra kepolisian, baik berupa citra negatif maupun positif. Tindakan polisi yang kurang baik akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap keberadaan polisi yang semestinya memliki karakteristik good governance, dengan tugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Perasaan tidak percaya tersebut akan membuat masyarakat menjadi merasa tidak aman bahkan merasa takut jika ada polisi di dekatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran rasa aman dalam memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran polisi. Subjek penelitian ini adalah masyarakat sipil berjumlah 156 orang. Skala Kepercayaan dan Skala Rasa Aman digunakan untuk mengumpulkan data. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan teknik analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kedua variabel, dengan rasa aman memberikan sumbangan efektif sebesar 71 persen terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran polisi.
This study aims to measure someone’s obedience which is influenced by the Islamic morals and parenting. Parenting in this study refers to Authoritarian, Permissive and Democratic. While Islamic morals in this study are related to rules and conventions regarding what humans should do in their interactions with others. Respondent of this study was 120 people using accindental sampling. Aiken V validity and Alpha Cronbach reliability is used to measure Obedience Scale (0.764, 0.849), Islamic Moral scale (0.830, 0.804), Authoritarian scale (0.917, 0.611), Permissive Scale (0.833, 0.543) and Demokratic Scale (0.850, 0.891). There is a significant correlation between Obedience and Islamic morals (p= .521), obedience and democratic parenting (p = .380), Democratic parenting and Islamic morals (p= .636). Regression analysis was carried out to see the influence and contribution of Islamic morals and parenting authoritarian, permissive and democratic – towards obedience, where Islamic morals significantly affected compliance by 27.1% and democratic parenting by 14.4%.
Lies are carried out by individuals in many of their daily activities, the impact of lying is detrimental to others, and the perpetrators. The results of previous studies have explained that this happens because the perpetrator of lying can monitor his appearance so that it is difficult for the victim to see it as a lie. The most difficulty in recognizing lies is identifying indicators of lying. Therefore it is important to be able to identify indicators of lying behavior. Through two series of studies, this study aims to conduct an analysis of lying, through survey research and in-laboratory research. There were 74 subjects in the survey, and 60 people were involved to be the subject of experimental research. With details of 20 people as the lying group, 20 people as the honest group and 20 people as the neutral group. The results of the survey study found that self-monitoring is related to lying behavior, and self-monitoring also has a direct effect on lying behavior. Conversely, verbal ability is not related to lying. In the experimental study, it was found that the heart rate was different between the three experimental groups. Similar to the sound amplification (db) there was a significant difference between the three experimental groups, but the analysis of the sound wave pattern showed no difference. The results of the analysis of the response reactions and eye movements were not different. The empirical facts of this study can be used to identify indicators of lying behavior. Keyword: self-monitoring, verbal ability, heart rate, eye movements, and lying behavior Abstrak Berbohong dilakukan oleh individu pada banyak di setiap aktivasnya sehari-hari, dampak dari perilaku berbohong merugikan orang lain, dan diri pelakunya. Hasil studi terdahulu menerangkan hal itu dapat terjadi karena pelaku berbohong dapat memantau tampilan keadaan dirinya sehingga sulit di lihat oleh korbannya sebagai kebohongan. Kesulitan terberat dalam mengenali kebohongan di dalam aktivas sehari–hari adalah mengenali indikator-indikator yang menjadi bagian dari perilaku berbohong. Berupa kemampuan verbal, reaksi memberikan jawaban, ekspresi wajah, denyut jantung, suara yang dikeluarkan. Oleh karenanya penting untuk dapat mengenali indikator tentang perilaku berbohong. Melalui dua rangkaian studi penelitian ini berupaya untuk melakukan analisis mengenai perilaku berbohong, secara penelitian survei dan penelitian di dalam laboratorium. Sebanyak 74 subjek dilibatkan di dalam proses studi survei. Kemudian sebanyak 60 orang dilibatkan untuk menjadi subjek penelitian eksperimen. Dengan rincian 20 orang untuk kelompok berbohong, 20 orang untuk kelompok jujur dan 20 orang untuk kelompok netral (bebas memilih bohong atau jujur). Hasil studi survei mendapatkan fakta bahwa self-monitoring berhubungan dengan perilaku berbohong, dan self-monitoring juga berpengaruh secara langsung terhadap perilaku berbohong. Sebaliknya kemampuan verbal tidak berhubungan dengan perilaku berbohong. Pada studi eksperimen didapatkan hasil bahwa denyut jantung terjadi perbedaan diantara tiga kelompok eksperimen. Begitupula dengan amplifikasi suara (db) terjadi perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok eksperimen, akan tetapi analisis terhadap pola gelombang suara tidak menunjukkan adanya perbedaan. Begitu juga hasil analisis terhadap reaksi menjawab dan gerakan mata keduanya tidak didapatkan adanya perbedaan. Fakta empiris penelitian ini kiranya dapat dimanfaatkan untuk mengenal mengenai indikator perilaku berbohong. Kata Kunci: self-monitoring, kemampuan verbal, denyut jantung, gerak mata, dan perilaku berbohong
Abstract Heart rate is an indicator to see mental activity in humans. Anger is a mental activity that has been investigated in many previous studies. There have been uses of impressions as a stimulus, but not yet in 360 format (virtual reality). This study is a preliminary study to determine the impact of demonstration impressions on heart rate activity. Impressions are made in two forms; Riot demonstrations and peaceful demonstrations, which were given to the subjects using the Virtual Reality Box. A total of 40 subjects were involved to reject their heartbeats and were given the intervention of broadcast 1 for riot demonstration and broadcast 2 for peace. Heart rate is measured through the blood flow read by a sensor bracelet, to further differentiate heart rate differences that occur in subjects. The results of the observation analysis found that there was a difference in the subject's heart rate when given 1 and 2 impressions. The results of comparative trials have proven that demonstration impressions can have an impact on different heart rates when compared to peaceful demonstrations. Keywords: Anger, Demonstrations, Heart Rate, Impressions Abstrak Denyut jantung menjadi indikator untuk melihat aktivitas mental pada manusia. Kemarahan merupakan aktivitas mental yang banyak dipelajari pada penelitian yang sebelumnya. Penggunaan tayangan sebagai stimulus sudah pernah ada yang melakukannya, tetapi format tayangannya belum dalam format 360 (virtual realitiy). Studi ini merupakan kajian awal untuk menggali dampak tayangan demontrasi terhadap aktivitas denyut jantung. Tayangan dibuat dalam dua bentuk; demontrasi rusuh dan demontrasi damai, yang diberikan kepada subjek dengan menggunakan Virtual Reality Box. Sebanyak 40 subjek dilibatkan untuk diukur denyut jantungnya dan diberikan intervensi tayangan 1 untuk demontrasi rusuh serta tayangan 2 untuk demonstrasi damai. Denyut jantung diukur melalui aliran darah yang terbaca oleh sensor wristband, untuk selanjutnya diperiksa perbedaan-perbedaan heart rate yang terjadi pada subjek. Hasil analisis pengamatan mendapatkan adanya perbedaan heart rate pada subjek saat diberikan tayangan 1 dan diberikan tayangan 2. Hasil hitung uji perbandingan berhasil membuktikan bahwa tayangan demontrasi rusuh dapat berdampak kepada heart rate secara berbeda ketika dibandingkan dengan demontrasi yang damai. Kata kunci: Kemarahan, Demontrasi, Heart Rate, Tayangan
Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Jawa Barat merilis, tahun 2020 terdapat 241 jumlah tahanan anak dan 429 napi anak. Perilaku pidana pada anak terikat dengan kontrol sosial seperti attachment, responsibility, involvement, dan believe yaitu semakin positif ikatannya semakin rendah kemungkinan terjadi pelanggaran hukum. Isu utama dari penyelesaian perkara pidana anak adalah sistem peradilan pidana yang tidak berpihak terhadap anak karena penanganannya yang belum menerapkan kebijakan keadilan restoratif. Anak yang melakukan tindak pidana idealnya perlu dikembalikan ke kondisi semula, tidak hanya sekedar menghukum perbuatannya. Faktanya, data tahanan anak dan napi anak menunjukkan indikasi kebijakan keadilan restoratif yang kurang optimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran kontrol sosial pada anak sebagai pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui kebijakan keadilan restoratif pada proses penyelesaian perkaranya. Penelitian ini adalah deskriptif, teknik analisis data yaitu kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Subjek penelitian berjumlah 22 napi anak dan tahanan anak di salah satu Lembaga Pemasyarakatan wilayah Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan kontrol sosial berperan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, serta penyelesaian perkara pidana anak berdasarkan kebijakan keadilan restorative belum optimal. Banyak kegagalan diversi dan persentase cukup tinggi pada putusan pidana penjara yang seharusnya menjadi pilihan terakhir. Stigma masyarakat juga besar bahwa anak yang melanggar hukum harus dipenjara. Pada sisi lain, trauma proses pemeriksaan, kehidupan penjara, sampai stereotip mantan napi mempengaruhi fungsi psikologis anak, dimana menjadikan kurang percaya diri karena merasa tidak berharga, bahkan menjadi penyebab sebagai residivis karena merasa tidak termaafkan meskipun sudah menjalani hukuman.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.