Udang vaname (Litopenaeus vannamei) memiliki keunggulan tahan terhadap penyakit dan produktivitasnya tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara deskriptif karakteristik kualitas air dan performa pertumbuhan pada budidaya udang vaname secara intensif padat tebar tinggi. Metode penelitian meliputi persiapan tambak, penebaran, transfer udang, menejemen pakan, sampling pertumbuhan, manajemen kualitas air dan penyakit, panen dan pasca panen. Penelitian dilakukan di CV. Dewi Windu selama 105 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang vaname yang dibudidayakan secara intensif memiliki karakteristik kualitas air pH pada kisaran 7-8,3, salinitas 24-37 ppt, suhu 28-32 o C, DO 3-6,2 mg/L, alkalinitas 80-140 mg/L, phosphat 0,6-5 mg/L, nitrit 0-4 mg/L, amoniak 0-0,12 mg/L, dan aminium 0-0,5 mg/L. Performa pertumbuhan yang dihasilkan yakni average body weight (ABW) pada DOC 105 adalah 21,98 gram/ekor, average daily growth (ADG) antara 0,14-0,35 gram dan kelangsungan hidup 88,41%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa karakteristik kualitas air pada pembesaran udang vaname secara intensif selama satu siklus budidaya menunjukan karakter pola osilasi yang fluktuatif dinamis dari parameter pH, salinitas, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, phosphat, nitrit, amonia, dan amonium. Sedangkan performa pertumbuhan menunjukan hasil yang baik untuk sistem budidaya intensif.
Tujuan studi ini adalah untuk monitoring kualitas air yang di tambak udang vaname. Metode studi yang digunakan adalah deskriptif dengan analisis deskriptif kuantitatif. Metode deksriptif yang dilakukan dengan mengambil sampel dan observasi secara langsung di lokasi penelitian. Hasil pengamatan salinitas pada tambak petak 3, Petak 4 dan Petak 5 mengalami penuruan selama masa pemeliharan karena adanya penambahan air tawar di tambak. Monitoring konsentrasi TOM, alkalinitas dan pH selama masa pemeliharaan di petak tersebut masih dalam kadar optimum untuk pertumbuhan udang vaname. Pengukuran bakteri vibrio hijau dan kuning yakni sekitar 102-103. Jenis plankton yang paling banyak Nannokloropsis sp, Tetraselmis sp, Chlorella sp, Chetocero sp., Coscinodiscus sp, Oscilatoria sp, dan Isochrysis. Plankton tersebut termasuk yang disukai udang.
Teknologi bioflok merupakan sistem pemanfaatan limbah nitrogen anorganik dengan bantuan bakteri probiotik untuk efisiensi pakan dan meminimalkan limbah. Penelitian ini bertujuan untuk laju mengukur pertumbuhan dan konsumsi pakan ikan nila yang dipelihara pada sistem bioflok. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh kepadatan berbeda terhadap pertumbuhan, laju konversi pakan, kelangsungan hidup, kualitas air dan kadar flok pada kegiatan budidaya ikan nila menggunakan sistem bioflok. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT). Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan nila ukuran 20 gram/ekor. Perlakuan yang digunakan adalah kepadatan 100 ekor/m3 (P-100) dan 120 ekor.m3 (P-120). Hasil penelitian menunjukkan bahwa P-120 memiliki pertumbuhan mutlak lebih tinggi yakni 44,14 g dibanding P-100 yakni 23,74 g. Efisiensi pakan terbaik pada P-120 sebesar 99,36% dibandingkan P-100 yakni 61,99%. Feed convertion ratio (FCR) terendah pada P-120 yakni 1,07 dan tertinggi pada P-100 1,34. Nilai kelulushidupan atau survival rate (SR) yang diperoleh 97,8% pada P-100 dan 97,16% pada P-120. Kadar bioflok yang diperoleh pada kedua perlakuan berkisar antara 2-12 mL/L dan kualitas air dalam kisaran normal. Ikan nila yang dipelihara dengan bioflok pada kepadatan 120 ekor/m3 merupakan perlakuan terbaik.
Ikan mas merupakan komoditas penting air tawar yang banyak dibudidayakan diberbagai lapisan masyarakat. Salah satu penyakit ikan mas yang sering dijumpai dalam kegiatan budidaya adalah Koi Herpesvirus (KHV). Pengetahuan terhadap perubahan morfologi dan tingkah laku dari ikan yang terinfeksi KHV sangat penting untuk mencegah kerugian kegiatan budidaya sejak dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati gejala klinis ikan mas yang diinfeksi KHV skala laboratorium. Pengamatan gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV diamati setiap jam selama 7-14 hari setelah infeksi. Pengamatan dilakukan pada perubahan morfologi (clinical signs) dan tingkah laku ikan (behaviour signs). Konfirmasi kematian ikan mas akibat KHV dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Hasil penelitian menujukkan bahwa perubahan morfologi (clinical signs) ikan terinfeksi KHV berupa nekrosis pada insang, geripis pada bagian sirip caudal, terdapat luka (ulcer) pada operculum, pendarahan (septicemia) pada bagian pinggir (operculum) dan mulut, serta mata cekung ke dalam dan memutih. Adapun perubahan tingkah laku berupa ikan tampak lemas, nafsu makan menurun, berenang tidak stabil, posisi ikan miring di dasar wadah, selalu berada disudut wadah, sering ke permukaan atau titik aerasi, berenang tidak teratur (posisi kepala diatas dan caudal pada bagian bawah), sirip dorsal menutup dan pergerakan mulut lebih cepat. Hasil konfrimasi PCR menunjukkan bahwa ikan yang menujukkan gejala klinis dan mati disebabkan KHV. Munculnya gejala klinis menjadi indikator untuk segera memberikan treatment mencegah kematian ikan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.