Sebagai bentuk gangguan persepsi sensori, halusinasi pendengaran menimbulkan berbagai kompleksitas permasalahan bagi penderita dan beban emosi serta ekonomi keluarga yang berkepanjangan. Diperlukan peningkatan kemampuan penderita dalam mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap agar penderita mampu beradaptasi dan menjalani aktivitas sehari-hari secara mandiri. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dalam bercakap-cakap sehingga dapat mengontrol halusinasinya. Metoda pelaksanaan kegiatan pegabdian meliputi melatih dan mendampingi penderita melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Penggunaan media audiovisual serta metoda ceramah interaktif dan demonstrasi diupayakan untuk mengedukasi dan mendampingi penderita dalam menghardik halusinasi. Mitra dalam pengabdian ini adalah enam penderita yang ditampung di tempat penampungan gelandangan di Sumatera Selatan. Secara bergantian, mereka dilatih satu persatu untuk bercakap-cakap sambil memperagakannya kembali beberapa kali. Evaluasi kegiatan dilakukan melalui observasi serta menanyakan perasaan penderita setelah dilatih bercakap-cakap. Hasil kegiatan pengabdian memberikan hasil adanya peningkatan kemampuan penderita dalam bercakap-cakap sebagai upaya untuk mendistraksi halusinasi. Memberdayakan penderita yang dilakukan secara berkesinambungan dapat membantu mengubah perilaku penderita melalui upaya pembiasaan diri dalam rangka membentuk perilaku baru.
Latar belakang: Kondisi kesehatan dunia tidak akan kembali kepada kondisi seperti sebelumpandemi Covid-19 sampai vaksin ditemukan. Lansia merupakan kelompok rentan mengalami gejalayang lebih berat jika terinfeksi covid-19, mereka perlu disiapkan untuk tetap bertahan pada kondisikesehatan yang optimal. Tujuan: Studi ini mengeksplorasi persepsi dan kesiapan lansia dalammenerima vaksin covid-19. Metode: Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari sampai dengan Maret2021 di lima posyandu lansia di Kota Palembang dengan desain fenomenogi deskriptif, lansia dipilihdengan menggunakan tehnik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan pertanyaan terbuka dancatatan lapangan. Pedoman Wawancara disiapkan berdasarkan tujuan, selanjutnya data tersebut ditransipkan dan di analisis dengan metode Colaizzi. Hasil: Penelitian menghasilkan delapan tema yaitutidak percaya dengan covid-19; vaksin Covid-19 tidak ada gunanya; vaksin melindungi dari Covid-19;makin banyak yang meninggal setelah divaksin; takut terhadap metode memasukan vaksin melaluisuntikan; Dukungan keluarga dan teman-teman; mencari berita tentang vaksin; ada penyakit bawaan.Persepsi lansia terhadap vaksin dipengaruhi oleh informasi yang dierima dari media dan lingkungandan ini mempengruhi penerimaan terhadap program vaksin. Saran: Disarankan pemerintahmencanangkan program untuk memberikan informasi secara masiv kepada masyarakat tentang urgensivaksin Covid-19. Program pemberian informasi dapat dilakukan dengan memberdayakan kader sepertipemutaran video dan penyuluhan mobil keliling merupakan alternatif yang dapat dilakukan untukmemaparkan lansia terhadap informasi tentang vaksin Covid-19Kata Kunci: Covid-19, Vaksin, Persepsi Lansia, Komorbid, kesiapan lansia.
Mental Retardation is a condition in which the intelegency function is under average, which began during the developmental period. Children with mentally retarded have limited mental function, communication skills, ability to maintain themselves and social skills. These conditions impact the mothes’s they responsible to train children’s ability to be independent. The purpose of this study is to explore the mothers’ experience having children with mental retardation at Special School for mentally retarded (SLB) of Karya Ibu Palembang, Indonesia. This is a qualitative research with fenomenology approach from five partisipants with indept interview. Five themes were get including can’t accept reality, burden, the social stigma,need support from relatives, worry about the future, and admitting God’s will. The Adaptation behaviors found in this study are the acceptance of children’s condition, and loving the children thoroughly.
Kader kesehatan jiwa memiliki keterjangkauan terdekat dengan masyarakat dalam membantu meningkatkan kesehatan jiwanya. Namun demikian, fakta memperlihatkan masih minimnya pemahaman kader kesehatan jiwa mengenai deteksi dini gangguan jiwa serta cara merawat penderita gangguan jiwa.Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuannya dalam mendeteksi dini gangguan jiwa serta merawat penderita gangguan jiwa. Metoda yang digunakan adalah ceramah, diskusi, tanya jawab dan demonstrasi disertai penggunaan video, slide serta leaflet sebagai media penyegaran. Hasil kegiatan penyegaran memperlihatkan adanya peningkatan prosentase pemahaman kader dari 40% menjadi 75% dalam menjelaskan mengenai kesehatan jiwa, tanda dan gejala gangguan jiwa yang sering muncul. Peningkatan prosentase kemampuan kader tentang cara merawat penderita gangguan jiwa juga meningkat dari 25% menjadi 80%, yang diperlihatkan melalui demonstrasi. Kegiatan penyegaran kader dapat meningkatkan pemahaman tentang deteksi dini gangguan jiwa dan cara merawat penderita gangguan jiwa, sehingga diharapkan pemahamannya tersebut dapat meningkatkan kepeduliannya dalam membantu meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat.
Introduction: The use of information technology during the Covid-19 period is inevitable and can lead to cyberbullying. Mental and life health conditions can be threatened due to being the victim of cyberbullying. This study aims to determine the factors that contribute to the formation of cyberbullying behavior among youths in South Sumatra, Indonesia.Methods: A cross-sectional study was undertaken. The population was youths in South Sumatra, Indonesia with a total sample of 213 respondents who were determined based on purposive sampling. The data collection was done by distributing questionnaires via Google Forms. The questionnaire was developed based on the concept of cyberbullying behavior inclusive of repetition, power imbalance, deliberation and aggression. The data was analyzed using ANOVA and MANOVA.Results: In the study, we found that gender contributes the most to shaping cyberbullying behavior (p=0.000), followed by the parent’s occupation (p=0.018).Conclusion: It is necessary to establish an interconnected system between parents, youth groups and the education sector to avoid cyberbullying behavior. The ability of youths to adapt constructively to the increasing advancement of information technology and to use it wisely is something urgent that needs to be observed so then the cyberbullying cycle can be eradicated.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.