Kualitas personal merupakan salah satu komponen pembentuk karakteristik kualitas dalam musik keroncong. Kualitas personal tersebut terbentuk oleh beberapa aspek yang telah meng-embody dalam diri seniman keroncong. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap aspek-aspek beserta operasionalnya dalam membentuk kualitas personal di musik keroncong. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Proyeksi tulisan ini akan membahas karakteristik kualitas musik keroncong, dan menggunakan kerangka konseptual yang berasal dari istilah-istilah lokal yang sering digunakan seniman keroncong saat menyajikan pagelaran dalam lingkup musik keroncong. Sebelum mengungkap karakteristik kualitas dalam musik keroncong, penulis akan fokus mengkaji mengenai kualitas personal yang merupakan komponen pembentuk karakteristik kualitas dalam musik keroncong. Kesimpulan penelitian ini adalah kualitas personal dalam musik keroncong terbentuk oleh beberapa aspek yang saling bersinergi, diantaranya akumulasi pengetahuan; kompetensi (skill); interpretasi terhadap lagu keroncong; dan pembawaan secara personal. Beberapa aspek tersebut telah meng-embody dalam diri setiap personal untuk membangun kesadaran secara musikal bahwa musik keroncong menjadi harmonis bukan karena menampilkan virtuositas dari kualitas yang dimiliki oleh setiap personal, melainkan keharmonisan yang tumbuh dari kesadaran ensembleship interpersonal.ABSTRACTPersonal quality is a component framer of characteristic and quality in keroncong music. The quality of personal was formed by many aspects, who has embodied in the artist of keroncong. This paper aimed to explore the aspect of personal quality includes the operational to form personal quality in keroncong music. The method of research is qualitative and use the framework of local conceptual terminology in scope keroncong music often used by artist keroncong in presenting keroncong music. Before uncovering personal quality, the writer will focus study on the quality of personal in keroncong music. The conclusion in this research is personal quality formed by many aspects with good synergy. They are knowledge, competency (skill), interpretation to song keroncong, and personal character. Some aspect was embodied in every personal to raise musical awareness that keroncong music be harmonious not for showing virtuosity personal, but harmoniously when high awareness of interpersonal ensembles
Kèjhungan adalah gaya nyanyian Madura yang memiliki ciri-ciri kontur melodi dengandidominasi nada-nada tinggi, penuh dengan ketegangan suara (nyaring), ekspresif, dan terpola.Kèjhungan seringkali dianalogikan sebagai sebuah bentuk ekspresi “keluh-kesah” semata. Kelantangansuara, ketinggian nada, dan pengolahan melodi yang penuh melismatis mengesankan nyanyian iniseperti orang yang sedang berteriak, membentak, dan merintih-rintih. Penelitian ini dilakukan untukmengungkap hubungan antara karakteristik kèjhungan dengan dunia pengalaman manusia pemiliknya.Oleh karenanya, aspek yang dikaji tidak hanya melihat aspek materi nyanyian itu sendiri, melainkanmelihat pula perilaku menyanyikannya. Melalui analisis struktural-hermeneutik dan pendekatanetnoestetik, ditemukan bahwa kellèghãn (pola-pola kalimat lagu) menjadi karakteristik pokok daribentuk kèjhungan dan teknik vokalnya yang bertumpu pada capaian ekspresi yang “menggebu-gebu”.Ide dan konsep yang tergali dibalik itu menunjukkan adanya relasi antara kebiasaan menyanyi orangMadura dengan pengalaman sejarah sosial-budayanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwanyanyian Madura secara fenomenologis memberikan petunjuk yang sangat jelas sebagai representasidari ekspresi budaya dan pengalaman estetik, khususnya pada sub kultur barat Madura. Kellèghãn Pattern and Kèjhungan Vocal Technique, the Representation of Madurese CulturalExpression and Aesthetic Experience. Kèjhungan is a singing style specific to Madurese. It features thepatterned melodic contour dominated by high pitch vocal, expressiveness, and full of vocal intensity. Maduresekèjhungan is often misperceived only as a form of “moaning” due to its piercing sound, high pitch note, andmelismatic melody. Kèjhungan gives an impression of a person shrieking and moaning at the same time. Thestudy of kèjhungan was conducted to reveal the relationship between the singing characteristic and humanexperiences. Therefore, kèjhungan aspects should not only focus on the singing material itself, but it shouldalso include a study on how people sing it. Using the structural-hermeneutic analysis and ethno aestheticapproach, the kellèghãn (patterns of musical phrase) and vocal techniques that rest upon volatile expressionare the basic characteristics of kèjhungan. The idea and concept behind those techniques show a connectionbetween Madurese singing practice and the chronicle of their socio-cultural experience. Finally, this researchshows that in phenomenological aspect it gives a very clear clue on the representation of the Madurese cultureexpression and aesthetic experience, especially the sub-culture of West Madura.
Kèjhungan in Rèmoh Tradition on West Madura. Kèjhungan or singing style comes from the activity of peoplesinging about their everyday lives in Madura’s society. When the kèjhungan has become an “established” singing style,therefore the meaning of the kèjhungan includes the ownership meaning that is inherited through oral traditions andlegitimized in the culture of the people of Madura. The research’s assumption explains that the existence of the kèjhunganbecomes an important conscious for the whole singing culture of the Madura people. Even, in the elite village life for examplein the “gathering tradtion” of blatèr community, kèjhungan has become their identity of existence. This research is a studyon the representation of values when the kèjhungan is made as a symbol or legitimate image for the blatèr communityin the Madura society. The fi ndings of this research explains that kèjhungan has become the object of consumption thatis advanced to the blatèr community in achieving their respect. With their power, the blatèr can construct traditionalkèjhungan values into outstanding symbols in strengthening their existence in Madura’s society.
Penelitian berjudul “Estetika Cengkok dan Makna dalam Kidungan Jula-Juli Lawakan” ini bertujuan untuk mengetahui secara mendasar makna yang tertanam dalam syair kidungan dan kecenderungan cengkok yang dilakukan oleh pelantun kidungan tersebut sehingga dapat membentuk sebuah estetika nyanyian yang harmonis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnomusikologi yang menekankan bahwa keberadaan musik (kidungan Jula-Juli) tidak dapat dipisahkan dari keberadaan lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini dirasa cocok untuk diaplikasikan dalam penelitian ini, mengingat kidungan Jula-Juli lawakan lahir dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang multikultural. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui observasi, studi diskografi, pustaka dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian tentang makna dan estetika cengkok dalam kidungan Jula-Juli lawakan, dapat diketahui bahwa kidungan tidak sekadar lantunan vokal yang bersenandung indah dalam gending Jula-Juli, melainkan juga menyangkut kompleksitas tentang ide, gagasan, dan wacana tentang kehidupan manusia. Pembacaan akan hal itu dapat dilihat dari makna lirik yang ada, memuat tentang nasihat, kritik sosial,edukasi dan sebagainya. Selanjutnya kajian tentang estetika cengkok dalam Kidungan ini dapat diidentifikasi melalui angkatan atau awalan nada yang dilantunkan, kecenderungan pada penggalan cengkok, dan akhiran yang dilakukan secara konsisten, sehingga hal itu yang menjadi kekuatan dalam harmonisasi Kidungan Jula-Juli Lawakan.
ABSTRAKTulisan dalam jurnal ini merupakan salah satu bagian dari pembahasan penelitian tesis dengan judul "Prospel: Wujud, Eksistensi dan Peranannyadalam musik keroncong" oleh penulis dan sebagai bagian dari ujian akhir magister.Fokus kajian tulisan ini adalah kemunculan prospel pada lagu keroncong. Prospel merupakan salah satu fenomena musikal sebagai pembuka lagu keroncong yang diduga muncul karena adaptasi dari repertoar komposisi musik Barat. Persentuhan dengan komposisi musik Barat tersebut tidak lepas dari pengaruh Belanda pada saat melakukan ekspansi di Nusantara. Adaptasi tersebut kemudian menjadi sebuah fenomena yang berkembang dan bertahan pada lagu-lagu keroncong hingga sampai saat ini.Prospel kemudian menjadi salah satuciri khas dalam musik keroncong.Kata kunci: kemunculan, pembuka lagu, adaptasi, ciri khas. ABSTRACTThe journal is one part of the discussion of the research thesis entitled "Prospel: Being, Existence and His Role in Keroncong" by writer and as part of the final exam master. The case of studies is the emergence prospel article on keroncong. Prospel is one of the musical phenomenon as the opening song kroncong in my prediction emerged as an adaptation of the repertoire of Western music composition. Exposure to Western music composition could not be separated from the Dutch influence at the time of expansion in the archipelago. These adaptations became a phenomenon to grow and survive in songs Keroncong until today. Prospel later became one characteristic in keroncong music.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.