This research and development aims to produce a cybercounseling reality website and a reality cybercounseling guidebook to improve self-disclosure for Vocational High School students which are grateful theoretically and practically. The research and development study steps are: preliminary study, product development, and product test. Product's guidelines are tested using one group pretest-posttest design. Product test results show that cybercounseling reality website is gratefully theoretically and practically and also effectively to improve Vocational High School students' self-disclosure.Keywords: cybercounseling; reality therapy; self-disclosure; research and development Abstrak: Penelitian dan pengembangan ini bertujuan menghasilkan website dan panduan cybercounseling realita untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berterima secara teoretis dan praktis. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan dengan langkah: studi pendahuluan, pengembangan produk, dan uji produk. Panduan penggunaan produk diuji menggunakan one group pretest-posttest design. Hasil uji produk menunjukkan bahwa website cybercounseling realita berterima secara teoretis dan praktis serta efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMK.Kata kunci: cybercounseling; pendekatan realita; keterbukaan diri; penelitian dan pengembangan Perkembangan kecanggihan teknologi berimbas pada kebiasaan dan gaya hidup manusia (Dewanti, Widada, & Triyono, 2016;Grinter, Palen, & Eldridge, 2006). Remaja saat ini lebih suka berbagi cerita dengan menggunakan media sosial -Facebook, BlackBerry Messenger, Whatsapp, dll. Ada berbagai berbagai dampak positif dan negatif ketika seseorang secara terbuka menceritakan diri di sosial media. Keterbukaan diri seseorang di media sosial salah satunya berdampak kecemasan psikologis. Kecemasan muncul akibat dari berbagai balikan negatif yang ditulis dengan bebas oleh pembaca (Amedie, 2015). Kendati demikian, para remaja modern saat ini tidak begitu mempersoalkan hal tersebut. Bagi mereka dengan bercerita melalui media sosial akan lebih banyak mendapat perhatian, dukungan dari banyak orang, dan respon yang cepat (Asandi & Rosyidi, 2010). Rasional tersebut yang membuat remaja lebih senang berbicara secara terbuka melalui media online daripada bercerita secara langsung kepada orang lain.