Determinants of Demand For Money and The Velocity of Money in Indonesia

Abstract

The demand for money is one of many monetary economics topics that is popular in every country. This study aims to test and analyze some influential factors of the demand for money and the velocity of money in Indonesia. The data source of this study takes from the International Financial Statistics. The method used is ARDL with a period of 2000Q1-2017Q4. The result of the analysis shows that all the variables are stationary on the I (0), a Bound test shows there are cointegration and the selected model that is ARDL (4, 2, 0, 0, 0). The study concludes that the economic growth and the growth rate of the rupiah/USD give a significant effect toward the growth of M2 in the long term and short term, and the velocity of money in Indonesia has an increased trend.

Analisis Permintaan Uang di Indonesia: Pendekatan Autoegressive Distributed lag (Ardl)

“…Orang berpenghasilan tinggi akan melakukan lebih banyak transaksi daripada orang berpenghasilan rendah. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara akan meningkatkan permintaan uang untuk transaksi dan motif pencegahan (Prasetyo, 2018;Widodo, 2015). Koefisien elastisitas pendapatan (GDP) jangka panjang relatif lebih tinggi pada persamaan kedua.…”

Analisis Exchange Market Pressure di Indonesia Periode Setelah Krisis Moneter

“…Money supply memiliki hubungan dengan tekanan pasar valuta asing. Kelebihan jumlah uang beredar akan meng-akibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan tersebut, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri, yang berarti permintaan akan mata uang luar negeri naik sedangkan permintaan mata uang dalam negeri akan turun (Prasetyo, 2018b). Kondisi tersebut membuat mata uang dalam negeri mengalami depresiasi, sehingga pasar valuta asing mengalami tekanan.…”

Determinants of Wedding Consumption in Indonesia

“…Utilitas merupakan sebuah cara untuk mengetahui tingkat kepuasan atau kesejahteraan individu. Fungsi utilitas adalah rumus yang menunjukkan tingkat kepuasan individu dilihat dari keputusan konsumsinya (Pindyck & Rubinfeld, 2009). Secara umum, fungsi utilitas dapat dituliskan menjadi :…”

“…Saat individu A mengkonsumsi barang X memiliki tingkat utilitas sebesar 50, sedangkan individu B dengan mengkonsumsi barang X tingkat utilitasnya sebesar 70. Artinya individu B lebih sejahtera atau memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada individu A. Namun, Pindyck & Rubinfeld (2009) mengkritik tentang pendekatan kardinal ini. Pindyck menganggap bahwa fungsi utilitas tidak mampu menggambarkan kepuasan individu, tetapi hanya digunakan untuk mengetahui kombinasi barang dan jasa yang mampu menghasilkan utilitas terbesar dan terkecil.…”