Karakteristik Logam-logam dalam Partikel Tak Terlarut Debu Jatuh di Serpong. Partikulat merupakan bentuk polutan yang paling terlihat dalam pencemaran udara. Selain TSP, PM10, dan PM2,5, ada pula debu jatuh yang terdiri dari partikel-partikel yang dapat melewati saringan 1 mm, namun cukup berat untuk dapat jatuh dari udara ambien ke permukaan tanah. Kajian pemantauan debu jatuh di Pusat Standardisasi Instrumen dan Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH) Serpong dilakukan dalam periode 2018-2020 untuk mengetahui konsentrasi debu jatuh dan logam-logam yang terkandung di dalam partikel tak terlarut. Pengujian debu jatuh mengacu pada ASTM D 1739-1998 (2004): Standard Methods for Collection and Measurement of Dustfall. Alat sampling debu jatuh merupakan sebuah kontainer gelas dengan ukuran tertentu yang ditempatkan di tempat terbuka dan dibiarkan selama 30 hari sebelum dianalisis di laboratorium. Air hasil tampungan selama sampling tersebut dikumpulkan dalam wadah sampel. Partikulat tak terlarut dan terlarut dalam debu jatuh ditentukan secara terpisah menggunakan metode gravimetri, sementara logam-logam dianalisis menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom Hitachi ZA-3300 dengan metode modifikasi SNI 7119-4-2017. Konsentrasi rata-rata tahunan debu jatuh di Serpong pada Juni - Desember 2018, Maret - Desember 2019, dan Maret - Desember 2020 masing-masing adalah 4,5±2,9; 5,5±2,3; dan 5,9±4,1 t/km2/bulan. Nilai tersebut masih berada di bawah baku mutu debu jatuh berdasarkan PP No 41/1999 yaitu 10 t/km2/bulan. Berdasarkan PP No 22/2021 Lampiran VII tentang Baku Mutu Udara Ambien, parameter ini tidak lagi dimasukkan. Lima logam yang dominan ditemukan dalam partikel tak terlarut debu jatuh adalah Fe>K>Zn>Mg>Ca dengan konsentrasi rata-rata 10,3>2,4>1,9>1,5>0,3 mg/kg. Potensi sumber pencemaran diduga berasal dari sumber alami seperti mineral kerak bumi dan kegiatan antropogenik seperti material konstruksi bangunan, sektor industri, dan transportasi.