Smoking results in the emergence of diseases with a risk of 2 up to 4 times as much as coronary heart disease and has a higher risk of lung cancer and other non-contagious disease. There is higher percentage as much 21.2% for population aged ≥ 10 years who smoke every day in Special Region of Yogyakarta. The policy of smoke-free area at school is regulated by Bantul Regent Regulation No. 18, 2016. The purpose of this research is to find out the aspects of communication, resources, disposition, and bureaucratic structure in policy implementation. The study was conducted at MAN 3 Bantul using descriptive qualitative methods through interviews and observations. Validity checking is carried out by the triangulation method. The results showed that the implementation of the policy of smoke-free areas in schools had not been the provisions. The communication process by doing installation of a smoking ban sign and conducting socialization, but it has not involved the authorities yet. In implementing the policy, it is not supported by adequate resources and the commitment of the leaders by establishing policies and SPOs. The support in the aspect of communication in the form of posters for smoking restrictions and dispositions in the form of reprimand sanctions. While the inhibiting factors in the aspect of communication in the form of policy rules, resources in the form of teams, the budget disposition in the form of lack of awareness, reluctance to reprimand, and bureaucratic structure in the form of SPO also did not yet exist for smokers at schools. Abstrak: Merokok mengakibatkan timbulnya penyakit dengan risiko 2 hingga 4 kali lipat penyakit jantung koroner dan memiliki risiko lebih tinggi terke na kanker paru-paru dan penyakit tidak menular lainnya. Ada persentase lebih tinggi sebanyak 21,2% untuk populasi berusia ≥ 10 tahun yang merokok setiap hari di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebijakan area bebas asap rokok di sekolah diatur oleh Peraturan Bupati Bantul No. 18, 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan. Penelitian dilakukan di MAN 3 Bantul menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui wawancara dan observasi. Pemeriksaan validitas dilakukan dengan metode triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan daerah bebas asap rokok di sekolah belum menjadi ketentuan. Proses komunikasi dengan melakukan pemasangan tanda larangan merokok dan melakukan sosialisasi, tetapi belum melibatkan pihak berwenang. Dalam menerapkan kebijakan, tidak didukung oleh sumber daya yang memadai dan komitmen para pemimpin dengan menetapkan kebijakan dan SPO. Dukungan dalam aspek komunikasi berupa poster larangan merokok dan disposisi dalam bentuk sanksi teguran. Sementara faktor penghambat dalam aspek komunikasi dalam bentuk aturan kebijakan, sumber daya dalam bentuk tim, disposisi anggaran dalam bentuk kurangnya kesadaran, keengganan untuk menegur, dan struktur birokrasi