Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan memahami pelaksanaan pitungan Jawa dalam aktivitas permulaan waktu tanam pada petani di Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Peneliti tinggal di lokasi penelitian selama pelaksanaan penelitian dengan mengamati, melihat, ikut serta, dan berdiskusi dengan warga lokasi penelitian, khususnya para informan. Informan dalam penelitian berjumlah 7 orang terdiri dari penduduk setempat yang memiliki primbon Jawa, mengetahui dan memahami serta mengaplikasikan pitungan Jawa, bersedia berdiskusi secara terbuka dengan peneliti. Analisis data dilakukan dengan tahapan pengumpulan, penyajian, reduksi atau kondensasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pitungan Jawa dalam upaya menentukan awal bercocok tanam bervariasi. Menurut petani, pitungan Jawa adalah kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Mereka percaya pada nasihat orang tua mengenai hal-hal buruk yang telah terbukti di masa lalu apabila tidak mengikuti perkiraan dalam primbon. Petani beranggapan bahwa penerapan pitungan Jawa adalah salah satu bentuk ikhtiar kepada Allah SWT. Meskipun demikian petani tetap menganut ajaran agama dan menghindari tindakan yang bertentangan dengan syariat Islam. Bentuk implementasi pitungan Jawa di Kelurahan Temas tidak persis sama dengan ketentuan yang tertulis dalam primbon, seperti halnya tidak lagi menyediakan sesajen yang ditempatkan dalam takir. Syarat utama petani yang akan melakukan pitungan Jawa yakni haruslah mengingat hari meninggal orang tua dan tanggal 1 Suro. Apabila hasil pitungan Jawa jatuh pada hari tersebut, petani dilarang memulai penanaman. Harapannya adalah untuk menghindari rintangan buruk. Acuan yang digunakan oleh petani adalah oyot, wit, godhong, uwoh yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam.
This study aims to describe and understand the implementation of Javanese calculations in the activity of starting planting time for farmers in Temas Village, Batu District, Batu City. Researchers used a qualitative research approach that was classified as an ethnographic research method. Researchers stay at the research location during the implementation of the research by observing, seeing, participating in, and discussing with residents of the research location, especially informants. There are 7 informants in the study consisting of local residents who have Javanese Primbon, know and understand and apply Javanese calculations, willing to have open discussions with researchers. Data analysis was carried out by collecting, presenting, reducing/condensing, and drawing conclusions. The results showed that the perception of the Javanese count in the effort to determine the start of planting varied. According to farmers, Javanese pitung is local wisdom that needs to be preserved. They trust their parents' advice about bad things that have been proven in the past if they don't follow the predictions in the Primbon. Farmers think that the application of Javanese calculations is a form of endeavor to Allah SWT. Even so, farmers still adhere to religious teachings and avoid actions that are contrary to Islamic law. The form of implementation of the Javanese calculation in Kelurahan Temas is not exactly the same as the provisions written in the Primbon, such as no longer providing offerings that are placed in takir. The main requirement for farmers to do Javanese calculations is to remember the day their parents died and the 1st of Suro. If the results of the Javanese calculations fall on those days, the farmer is prohibited from starting planting. The hope is to avoid bad obstacles. The references used by farmers are oyot, wit, godhong, uwoh which are adjusted to the type of plant to be planted.