“…Sebagaimana dilaporkan Reed (1991), penelitian siput gonggong di beberapa negara telah mengarah ke budidaya, pengembangan teknologi pembenihan (Robertson, 1959), maupun pengujian pembenihan dalam skala laboratorium (Cob et al, 2009b). Di Indonesia, berbagai penelitian telah berkembang dan relatif cukup maju, seperti pemanfaatan gonggong sebagai bioindikator pencemaran perairan (Arifin, 2011), maupun pengembangan ke arah budidaya melalui kegiatan pembenihan dalam skala laboratorium (Dody, 2012;Muzahar and Hakim, 2018). Diketahui, siput gonggong memiliki kelamin terpisah (dioceus) (Dody, 2012), yakni jenis kelamin jantan dan betina terdapat pada individu berbeda.…”