2016
DOI: 10.24176/perseptual.v1i1.1076
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Hubungan Antara Persepsi Remaja Terhadap Keberfungsian Keluarga Dengan Kematangan Emosi Pada Remaja Akhir

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keberfungsian keluarga dengan kematangan emosi pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi remaja terhadap keberfungsian keluarga dengan kematangan emosi pada remaja akhir. Karakteristik subjek yakni : remaja berusia 16-18 tahun dan tinggal bersama orang tua. Jumlah subjek dalam penelitian sebanyak 93 subjek. Data penelitian di ungkap dengan Skala McMaster F… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1
1

Citation Types

0
1
0
2

Year Published

2021
2021
2024
2024

Publication Types

Select...
6

Relationship

0
6

Authors

Journals

citations
Cited by 7 publications
(9 citation statements)
references
References 1 publication
0
1
0
2
Order By: Relevance
“…Ini semua secara intensif dibentuk semenjak bayi hingga dewasa (Hurlock, 2002), agar individu tersebut mengontrol emosi di hadapan orang lain, bisa menilai situasi secara kritis, memiliki reaksi emosi yang stabil (Widyatno, Atmoko, & Viatrie, 2018), mampu beradaptasi dan menerima beragam orang, kondisi, situasi, dan memberikan tindakan yang tepat sesuai tuntutan (Marimbuni & Ahmad, 2017) Setiap kematangan emosi memiliki ciri dan aspek tersendiri sesuai dengan pendidikan atau pengalaman yang mereka dapatkan pada setiap perkembangannya, matang tidaknya emosi, disebabkan beberapa faktor, setiap faktor tersebut perlu diperhatikan betul oleh setiap pendidik. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah sebagai berikut: Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun sosial, faktor individu (kepribadian) (Ramadhany, Soeharto, & Verasari, 2016), faktor pengalaman yang diperoleh individu (Syarif, 2015), jenis kelamin (kondisi psikologis) (Ulfah & Syafrizaldi, 2017), perubahan fisik, pola interaksi dan komunikasi dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, (Aridhona, 2017) cara pandang dan interaksi dengan sekolah (Putri & Abdurrohim, 2015), pola asuh orang tua, temperamen (Kusumawardhani, Sagala, & Khasanah, 2019), usia perkembangan kematangan emosi, perkembangan kelenjar (Rulidha & Mariyati, 2019), stimulus yang mempengaruhi emosi negatif atau positif dan arousal (fenomena aktivasi organ yang dipengaruhi keadaan psikologis dan fisiologis) (Asmoro, Matulessy, & Meiyuntariningsih, 2018).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 1 more Smart Citation
“…Ini semua secara intensif dibentuk semenjak bayi hingga dewasa (Hurlock, 2002), agar individu tersebut mengontrol emosi di hadapan orang lain, bisa menilai situasi secara kritis, memiliki reaksi emosi yang stabil (Widyatno, Atmoko, & Viatrie, 2018), mampu beradaptasi dan menerima beragam orang, kondisi, situasi, dan memberikan tindakan yang tepat sesuai tuntutan (Marimbuni & Ahmad, 2017) Setiap kematangan emosi memiliki ciri dan aspek tersendiri sesuai dengan pendidikan atau pengalaman yang mereka dapatkan pada setiap perkembangannya, matang tidaknya emosi, disebabkan beberapa faktor, setiap faktor tersebut perlu diperhatikan betul oleh setiap pendidik. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah sebagai berikut: Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun sosial, faktor individu (kepribadian) (Ramadhany, Soeharto, & Verasari, 2016), faktor pengalaman yang diperoleh individu (Syarif, 2015), jenis kelamin (kondisi psikologis) (Ulfah & Syafrizaldi, 2017), perubahan fisik, pola interaksi dan komunikasi dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, (Aridhona, 2017) cara pandang dan interaksi dengan sekolah (Putri & Abdurrohim, 2015), pola asuh orang tua, temperamen (Kusumawardhani, Sagala, & Khasanah, 2019), usia perkembangan kematangan emosi, perkembangan kelenjar (Rulidha & Mariyati, 2019), stimulus yang mempengaruhi emosi negatif atau positif dan arousal (fenomena aktivasi organ yang dipengaruhi keadaan psikologis dan fisiologis) (Asmoro, Matulessy, & Meiyuntariningsih, 2018).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Menurut Moon, bahwa art therapy group membantu konselor untuk mendalami perasaan seseorang, meredakan konflik emosional, mengelola perilaku, meningkatkan kesadaran diri, mengurangi kecemasan, mengembangkan keterampilan sosial, meningkatkan orientasi realitas, dan meningkatkan harga diri (Bagus, 2017). Art therapy, dapat menjadi media untuk mengekspresikan emosi, serta dapat membantu memahami persepsi, perasaan dan membantu menggali cara penyelesaian masalah (Ramadhany et al, 2016).…”
Section: Menulis Jurnal Perasaan (Diary)unclassified
“…Adolescents with good family relationships exhibit closeness and positive reciprocity among family members. Positive relationships within the family can provide protection, resilience, effective communication, and parenting, and improve the mental health of young people [16,17]. Therefore, a student's family situation affects their mental health and the prevalence of mental illness during the pandemic.…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%
“…Terlebih bagi anak remaja, karena pada fase remaja perilaku menyimpang tersebut seringkali dilakukan oleh remaja, karena pada fase remaja menurut Elizabeth B. Hurlock masa peralihan dari anak-anak menuju fase dewasa yang mencangkup kemantangan mental, emosional, sosial dan fisik, dimana remaja ini juga paling rawan untuk melakukan pemberontakan sehingga berbagai penyimpangan dilakukan oleh remaja (Ramadhany, Soeharto, & Verasari, 2016).…”
unclassified