Manusia dapat melakukan berbagai aktivitas untuk bertahan hidup sesuai dengan lingkungan fisik di sekitarnya, dan pada akhirnya menyisakan bentanglahan yang sedemikian rupa saat ini. Dalam upaya bertahan hidup, strategi subsistensi merupakan faktor paling mendasar dalam aktivitas kehidupan manusia. Rekonstruksi aktivitas manusia dalam menjalankan strategi subsistensinya pada masa lalu dapat dilakukan dengan mengkaji lingkungan fisik dan tinggalan arkeologi yang tersisa. Pulau Belitung memiliki peranan penting pada masa kolonial karena kondisi geografisnya. Potensi tambang timahnya mampu menarik perhatian pemerintah Hindia-Belanda untuk mulai melakukan eksploitasi pada abad ke-19 Masehi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pola aktivitas masyarakat di pesisir selatan Pulau Belitung dalam menjalankan strategi subsistensinya dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20 Masehi, dengan menggunakan pendekatan geoarkeologi. Variabel yang digunakan sebagai dasar analisis adalah topografi, morfologi, bentuklahan, serta distribusi situs arkeologi dan jenis temuan arkeologi yang ditinggalkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola aktivitas masyarakat di pesisir selatan Pulau Belitung melibatkan dua ekosistem, yakni perairan dan kelekak. Dua ekosistem tersebut memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di pesisir selatan Pulau Belitung, di mana tambang timah merupakan produk yang mayoritas dieksploitasi.
Humans can carry out various activities to survive following the physical environment around them, and eventually, leaving such landscapes as it is today. To survive, the subsistence strategy is the
most fundamental factor in human life activities. The reconstruction of human activities in carrying out their subsistence strategy in the past can be done by examining the physical environment and the remaining archaeological remnants. Pulau Belitung played an important role during the colonial period due to its geographical conditions. The potential for tin mining was able to attract the attention of the Dutch East
Indies government to start exploiting it in the 19th century. This study aims to comprehend the pattern of community activity on the southern coast of Pulau Belitung in carrying out its subsistence strategy from the 19th to the early 20th century, using a geoarcheological approach. The variables used as the basis for the analysis are topography, morphology, landform, and distribution of archaeological sites and the types of archaeological items left behind. The results of this study indicate that the pattern of community activity on the southern coast of Pulau Belitung Island involves two ecosystems, which are aquatic and kelekak. The two ecosystems have an important position in the daily life of the people on the southern coast of Pulau Belitung,
where tin mining is the product that is mostly exploited.