Pada awal abad ke 20 kehidupan sosial masyarakat Minangkabau pada umumnya masih jauh dari agama Islam. Banyak dari masyarakat hidup berfoya-foya, menghisap ganja, meminum-minuman keras dan menyabung ayam. Dan perempuan banyak yang menikah muda dengan keterpaksaan karena mereka tidak mendapatkan pendidikan bahkan banyak pula yang kawin cerai. Dalam kondisi seperti itu, Syekh Abdul Latif Syakur kembali dari Makkah ke kampung halamannya di balai Gurah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menarasikan peranan Syekh Abdul Latif Syakur bagi masyarakat di kampungnya, terutama dalam hal memunculkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Penelitian ini merupakan kajian sejarah biografi tokoh Syekh Abdul Latif Syakur yang menggunakan metode sejarah dan hasil wawancara dengan cucu Syekh Abdul Latif Syakur, Huzaimah sebagai sumber primer. Hasil dari penelitian ini adalah Syekh Abdul Latif Syakur mendirikan surau dan sekolah agama, yang mengajarkan tata cara membaca Alquran, tata bahasa Arab, tauhid dan fiqih. Ia juga rutin memberikan ceramah di surau lain yang ada di Ampek Angkek. Aktifitas Syekh Abdul Latif Syakur di Balai Gurah membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya perubahan dalam bidang pendidikan. Awalnya masyarakat tidak peduli dengan pendidikan menjadi masyarakat yang paham pendidikan terutama pendidikan agama Islam. Sehingga Nagari Balai Gurah dikenal dengan kampung santri.