Sunda Kelapa Port is an important and a historical component for Indonesia, as a archipelagic state, ships, sea, and port have become the identity of Indonesian. Sunda Kelapa Port is one of the oldest port in Indonesia, where the location has been used since 5th centuries until today, through many governments, cultures, and technologies, Sunda Kelapa is also the forerunner to the formation of the City of Jakarta. Currently, Sunda Kelapa Port has experienced a degradation of its historical and maritime identity since 2021, due to regulations that limit tourists from tourism activities. The limitation causing disappearance of maritime memories that embedded in Sunda Kelapa Port, traditional loading and unloading activities is stopped and people start to forget it existence. The Phinisi ship that is anchored at the Sunda Kelapa Port is also in danger of disappearing from the Sunda Kelapa Harbor, as well as Jakarta. The loss of the existence of historical elements in the Sunda Kelapa Port can be caused by the loss of reasons to preserve due to limitations, such as traditional loading and unloading requiring more workers, which are currently being replaced with cranes. Pinisi ships also have limitations that iron ships do not have, such as the types of goods that can be carried and the technology contained in iron ships. This loss of attraction and historical relics have caused the loss of the collective memory of Sunda Kelapa Harbor. Like communities that have a high level of mutual cooperation fade away, leaving behind memories and stories about the Sunda Kelapa Harbor. Urban acupuncture method expected to produce a architecture intervention, and injecting a new activity that can revive Jakarta's maritime memory/ identity by reviving tourism activities, without disturbing port activities or the security of port subjects, by increasing citizen involvement, the collective memory of Sunda Kelapa Harbor can be regenerated.
Keywords: collective memory; degradation; maritime; Sunda Kelapa; urban acupuncture
Abstrak
Pelabuhan Sunda Kelapa adalah sebuah komponen yang penting dan bersejarah bagi Negara Indonesia, sebagai negara kepulauan, kapal, laut, dan pelabuhan sudah menjadi identitas Warga Indonesia. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan tertua di Indonesia, dimana lokasi tersebut mulai digunakan sejak abad ke-5 hingga saat ini, melewati banyak pemerintahan, budaya, dan perkembangan teknologi, Sunda Kelapa juga merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Jakarta. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami degradasi identitas sejarah dan maritim sejak tahun 2021, dikarenakan pembatasan aktivitas pelabuhan oleh pengelola setempat menjadi kendala bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Pembatasan kegiatan wisata ini dapat menyebabkan degradasinya jejak peninggalan maritim, seperti kegiatan bongkar muat tradisional yang sudah berhenti dilakukan dalam pelabuhan. Kapal Pinisi yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa juga terancam hilang dari Pelabuhan Sunda Kelapa, maupun Jakarta. Hilangnya keberadaan unsur sejarah di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat disebabkan hilangnya alasan untuk melestarikan yang dikarenakan keterbatasan yang dimiliki, seperti dengan bongkar muat tradisional membutuhkan lebih banyak buruh, yang saat ini diganti dengan mesin derek. Kapal Pinisi juga memiliki keterbatasan yang tidak dimiliki kapal besi, seperti jenis barang dapat dibawa, dan teknologi yang terdapat di kapal besi. Hilangnya daya tarik dan peninggalan sejarah ini menyebabkan hilangnya memori kolektif Pelabuhan Sunda Kelapa. Masyarakat yang memiliki tingkat gotong royong yang tinggi menjadi pudar, dan meninggalkan memori maupun kisah mengenai Pelabuhan Sunda Kelapa. Metode urban akupunktur diharapkan dapat menghasilkan intervensi arsitektur dan injeksi aktivitas baru agar jejak maritim Sunda Kelapa dan Jakarta dapat hidup kembali, dengan membangkitkan kegiatan wisata, tanpa mengganggu kegiatan pelabuhan maupun keamanan subjek pelabuhan, dengan meningkatkan keterlibatan warga, memori kolektif Pelabuhan Sunda Kelapa dapat teregenerasi kembali.