This study is a study of the Supreme Court's decision in responding to the application of the Indonesian Dialysis Patient Community who objected to Presidential Regulation Number 75 of 2019 which increased the contributions for BPJS participants, this study aims to find out and examine what is the basis for judges' considerations, How Judge's Decisions, as well as knowing what the legal implications of the Supreme Court Decision Number 7P/HUM/2020 are. This study uses a normative research type by approaching a judicial decision, a statutory approach, a case approach, and a conceptual approach, the types and sources of law used are divided into 3 parts, namely Primary legal materials are legislation, secondary legal materials are literature books. law, dissertations, journals, and academic manuscripts of legislation, tertiary legal materials are law dictionaries, large Indonesian language dictionaries, and Encyclopedias. The results of this study indicate that there are juridical, sociological, and philosophical aspects which are the basis for the judge's consideration in this decision. When viewed from the aspect of legal certainty, this decision emphasizes the argument of the KPCDI application which states that presidential regulation Number 75 of 2019 is contrary to Law Number 24 of 2011 concerning BPJS, and states that the Presidential Regulation is legally flawed in substance. The implication of this decision is the transfer of the judicial process to a process outside the judiciary which must be carried out using a prospective concept. The author's suggestion is that the Supreme Court Judges can examine more deeply the legal effectiveness from the perspective of BPJS, Supreme Court Judges can use the concept of Judicial Activism to avoid legal vacuums, and delegate the legal basis for BPJS in carrying out their duties and functions to the Supreme Court Decisions until the issuance of new regulations.
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai putusan Mahkamah Agung yang menanggapi permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia yang merasa keberatan dengan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 yang menaikan iuran bagi peserta BPJS, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim, Bagaimana Putusan Hakim, serta mengetahui apa implikasi hukum atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2020 tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan melakukan pendekatan putusan peradilan, pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual, jenis dan sumber hukum yang digunakan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bahan hukum Primer adalah Perundang-undangan, bahan hukum sekunder adalah buku literatur hukum, disertasi, jurnal, dan naskah akademik perundang-undangan, bahan hukum tersier adalah kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, dan Ensiklopedia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat aspek yuridis, sosiologis, dan aspek filosofis yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam putusan ini. Jika ditinjau aspek kepastian hukumnya putusan ini menekankan kepada dalil permohonan KPCDI yang menyatakan bahwa peraturan presiden Nomor 75 tahun 2019 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, serta menyatakan bahwa Peraturan Presiden tersebut cacat yuridis secara substansi. Implikasi dari putusan ini adalah pengalihan proses peradilan ke proses diluar peradilan yang harus dilakukan dengan menggunakan konsep prospektif. Saran penulis adalah Hakim Mahkamah Agung dapat mengkaji lebih dalam efektifitas hukum dari perspektif BPJS, Hakim Mahkamah Agung dapat menggunakan konsep Judicial Activism guna menghindari kekosongan hukum, serta melimpahkan dasar hukum bagi BPJS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kepada Putusan Mahkamah Agung sampai diterbitkannya peraturan yang baru.