Fenomena saat ini di dalam masyarakat Toraja, minat generasi muda terhadap musik pompang mulai berkurang, bukan hanya minat tetapi pewarisan dan pelestarian musik Pompang juga masih sangat minim. Fenomena tersebut membuat kurangnya kajian literatur mengenai musik pompang di Toraja baik itu bentuk, fungsi, dan maknanya maka, artikel ini bertujuan untuk membahas tentang kajian organology musik pompang Toraja yang di dalamnya membahas bentuk, fungsi, dan makna pompang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang berfokus menjabarkan realitas sosial sesuai keadaan di lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan organology. Data diperoleh langsung dari seorang maestro musik pompang yaitu Bapak Samuel Linggi yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan triangulasi. Teknik analisis data di lakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pompang merupakan salah satu alat musik tradisional yang ada di Toraja dan bukan musik etnik yang berbahan bambu khas Toraja. Pompang termasuk dalam kategori alat musik aerophone dan dimainkan secara ansambel. Alat musik ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu 1) bambu ukuran besar yang berfungsi sebagai lubang resonansi; 2) bambu ukuran sedang berfungsi sebagai pengantar udara; 3) dan bambu ukuran kecil untuk meniup. Wilayah suara pompang terdiri dari fa rendah (F2) dan nada tertinggi adalah mi tinggi (E5). Secara fungsional pompang memiliki nilai estetika dan ekonomi. Dikatakan nilai estetika karena rangkaian nada yang dihasilkan pompang memberikan keindahan yang unik dan natural, sedangkkan nilai ekonomi berkaitan dengan eksistensi pompang yang dapat memberikan sumber pendapatan bagi pengrajin dan pemain musik pompang.