Background: In Indonesia, malocclusion is a very high dental and oral health problem, accounting for about 80% of the population, ranks third after dental caries and periodontal disease. According to Basic Health Research (Riskesdas) data, South Kalimantan is an area with a high incidence of dental and oral health problems, which is around 59.6%, and cases of malocclusion in South Kalimantan are around 12%. This habit is most often done in elementary school children. Elementary school children aged 6-12 years need early diagnosis, because the permanent and primary teeth of this age group are fused in the oral cavity, and the occlusion is still temporary. If a malocclusion is found, it is easier to treat. Purpose: The purpose of the literature study was to determine the relationship between bad mouth breathing habits and the severity of malocclusion in elementary school children. Methods: All reviewed articles were obtained from searching Google Scholar, Pubmed and Science Direct data sources which have a maximum journal publication time of 10 years. Results: Bad habit of breathing through the mouth in elementary school children has a high percentage of 64.52%, and in children who breathe through the nose is 35.48%. The severity of malocclusion in children who have bad habits of mouth breathing is moderate malocclusion. The most cases of malocclusion are cases of class II division 1. Conclusion: There is a relationship between bad mouth breathing habits and the severity of malocclusion in elementary school children. Keywords: Bad habits, mouth breathing, malocclusion ABSTRAKLatar belakang : Di Indonesia, maloklusi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang sangat tinggi, terhitung sekitar 80% dari populasi, menempati urutan ketiga setelah karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Kalimantan Selatan merupakan daerah dengan insiden masalah kesehatan gigi dan mulut yang tinggi yaitu sekitar 59,6%, dan kasus maloklusi yang terjadi di Kalimantan Selatan sekitar 12%. Kebiasaan ini paling sering dilakukan pada anak sekolah dasar. Anak SD usia 6-12 tahun perlu diagnosis dini, karena gigi tetap dan gigi sulung kelompok usia ini menyatu dalam rongga mulut, dan oklusinya masih bersifat sementara. Jika ditemukan maloklusi, lebih mudah untuk dirawat. Tujuan: Tujuan studi literature untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dengan tingkat keparahan maloklusi pada anak sekolah dasar. Metode: Semua artikel yang direview diperoleh dari pencarian sumber data Google Scholar, Pubmed dan Science Direct yang memiliki rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 10 tahun terakhir. Hasil: Kebiasaan buruk bernafas melalui mulut pada anak sekolah dasar memiliki persentase tinggi yaitu 64,52%, dan pada anak yang bernafas melalui hidung yaitu 35,48%. Tingkat keparahan maloklusi pada anak yang memiliki kebiasaan buruk bernafas melalui mulut yaitu maloklusi tingkat sedang. Kasus maloklusi yang paling banyak adalah kasus klas II divisi 1. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dengan tingkat keparahan maloklusi pada anak sekolah dasar. Kata kunci: Bernafas melalui mulut, kebiasaan buruk, maloklusi