Dalam Putusan Nomor 898/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel, memutus gugatan Penggugat kabur dan tidak dapat diterima karena telah mencampur-adukkan antara wanprestasi dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Sementara itu, pada tingkat banding atas Putusan Tersebut, Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Putusan Nomor 164/Pdt/2018/PT.DKI. yang dikuatkan pada tingkat kasasi melalui Putusan Nomor 930 K/PDT/2019, mengabulkan pembatalan klausula eksonerasi tersebut dengan alasan wanprestasi dan bukan atas dasar perbuatan melawan hukum. Sehingga menarik untuk membahas mengenai Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Untuk menjawab hal tersebut, maka metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan Dalam mengajukan pembatalan klausula eksonerasi melalui gugatan perbuatan melawan hukum, di bagian posita gugatan Penggugat harus terlebih dahulu menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut: Perbuatan yang Melawan Hukum, Kesalahan, Kerugian dan. Terhadap pencuntaman klausula eksonerasi dalam Perjanjian, maka Majelis Hakim pada Putusan Nomor 930 K/Pdt/2019 keliru dalam pertimbangannya menilai bahwa klausula eksonerasi yang telah dibuat secara standar oleh Tergugat yang isinya mengecualikan ataupun membebaskan Tergugat dari tuntutan dan/atau tanggung jawab dinyatakan tidak berlaku. Hal ini dikarenakan apabila Tergugat tidak ingin menerima klaim Penggugat, seharusnya Tergugat melakukan seleksi sedemikian rupa dengan mengharuskan Penggugat melakukan cek kesehatan terlebih dahulu. Tanpa dilakukannya cek kesehatan, kemudian saat Penggugat tiba-tiba sakit dan Tergugat tidak mau menanggung dapat diartikan bahwa Tergugat tidak beritikad baik dan melakukan perbuatan melawan hukum dan bukannya wanprestasi