Penggantian Aswanto sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam masa jabatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan determinasi politik terhadap MK dan bersifat intervensionis. Meskipun diberikan atribusi untuk melakukannya, namun kewenangan tersebut tidak dapat dilaksanakan begitu saja. Artikel ini bertujuan menganalisis tipologi kewenangan yang melekat kepada DPR untuk mengganti hakim MK dalam masa jabatan dan desain konstitusionalisme dalam proses penggantian tersebut. Metode penelitian yaitu metode normatif dengan pendekatan perundangan, konseptual, serta kasus. Hasil penelitian ditemukan bahwa tipologi kewenangan DPR menggantikan hakim MK dalam masa jabatan merupakan atribusi yang bersifat kausalitas terbatas karena dependen terhadap atribusi ketua MK sebagai entitas prima facy untuk menjustifikasi alasan penggantian sekaligus presiden sebagai entitas yang mengeluarkan penetapan pemberhentian. Dalam konteks ini, ketua MK yang justru mempunyai kewenangan mendeteksi alasan seperti apa yang menjustifikasi seorang hakim MK dapat diberhentikan pada masa jabatannya. Desain konstitusionalisme dalam proses itu terlihat ketika ada relasi kewenangan institusional yang bersifat terbatas antara MK, Presiden, dan DPR. Artinya, DPR sebelum megusulkan penggantian hakim harus dimulai dari proses justifikasi pemberhentian oleh ketua MK dan diafirmasi oleh presiden sebagai dasar mengeluarkan penetapan pemberhentian. Pada proses tersebut terlihat posisi antar lembaga tidak berjalan secara dikotomis, melainkan saling mengawasi sesuai nalar konstitusionalisme.