Alam Takambang Jadi Guru merupakan falsafah yang melandasi cara berpikir masyarakat Minangkabau. Falsafah ini juga sebagai norma-norma adat dan turunannya untuk menjalankan kehidupan yang diatur dalam adat Minangkabau. Jejak Alam Takambang Jadi Guru atau "segala sesuatu yang ada di ‘alam’ dapat dijadikan guru" terlihat jelas dari penggunaan kata-kata yang berasal dari “alam” (sifat, tumbuhan, hewan, benda, tempat dan kegiatan maupun peristiwa atau kejadian) sebagai bagian dari norma adat yang mengatur setiap tindakan masyarakat Minangkabau baik individu maupun kelompok. Penggunaan kata maupun tutur yang merujuk kepada “alam” dalam setiap falsafah dan norma adat mengacu pada makna kiasan, sehingga falsafah dan norma adat tersebut mampu untuk memunculkan arti serta maknanya. Filosofi Alam Takambang Jadi Guru juga berdampak pada kesenian khususnya musik tradisional Minangkabau. Hal ini terlihat dalam syair dendang dan penamaan repertoar-repertoar musik tradisional Minangkabau. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana falsafah Alam Takambang Jadi Guru digunakan dan bagaimana munculnya dalam kesenian ksususnya musik tradisional Minangkabau sebagai representatif dari falsafah itu sendiri. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi serta studi literatur. Hasilnya adalah ditemukannya beberapa repertoar kesenian tradisional Minangkabau dengan menggunakan kata maupun tutur yang merujuk kepada “alam” sebagai jejak dari falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Nama maupun tutur tersebut hadir dalam repertoar-repertoar musik tradisional Minangkabau yang sesuai dengan interpretasi masyarakat Minangkabau dalam melihat fenomena “alam”.
Alam Takambang Jadi Guru is a philosophy that underlies the way of thinking of the Minangkabau people as customary norms and derivatives to carry out a life regulated in custom. The traces of Alam Takambang Jadi Guru, or "everything in nature can be used as a teacher", is seen from the use of words derived from “nature” (Characteristic, plants, animals, objects, places and activities or events) as part of customary norms that regulate every action of the Minangkabau community both individuals and groups. The use of names and speech that refer to "nature" in every philosophy and customary norm refers to figurative meanings so that these traditional philosophies and standards can bring out their meanings. The Philosophy of Alam Takambang Jadi Guru also impacts art, mainly traditional Minangkabau music. This can be seen in the dendang poetry and the naming of traditional Minangkabau music repertoire. This study aims to know the extent to which the philosophy of Alam Takambang Jadi Guru is used and how the emergence in the arts, especially Minangkabau traditional music, represents the philosophy itself. The method used in this study is descriptive qualitative with a phenomenological approach. Data collection is carried out by interview, observation and literature study techniques. The result was the discovery of several repertoires of traditional Minangkabau arts using words and words that refer to "nature" as traces of the philosophy of Alam Takambang Jadi Guru. The name and speech are present in the repertoire of traditional Minangkabau music following the interpretation of the Minangkabau people in seeing the phenomenon of nature.