Dalam menghadapi kasus gigitan ular berbisa diperlukan tata laksana yang cepat, baik dalam menegakkan diagnosis maupun terapinya, oleh karena dapat menimbulkan kecacatan dan mengancam jiwa.
3
Laporan KasusSeorang anak laki-laki, N, usia 5 tahun 8 bulan dirujuk dari Poliklinik Bedah Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) dengan keterangan digigit ular.Dari aloanamnesis didapatkan keterangan bahwa kurang lebih 3 jam sebelum masuk IGD RSCM tungkai bawah kanan dekat pergelangan kaki di gigit ular saat pasien sedang berjalan di kebun belakang rumah, bersama dengan ayahnya. Ular tidak diketahui jenisnya (bercorak dan berwarna coklat). Ketika itu pasien langsung menangis karena kesakitan dan ayah pasien melihat dua tanda bekas gigitan ular, bengkak dan kemerahan mulai timbul setengah jam kemudian. Pasien dibawa ke RS H, luka gigitan dibersihkan dan diberikan suntikan TT (toksoid tetanus). selanjutnya igitan atau sengatan binatang berbisa, seperti ular, laba-laba atau binatang berbisa lainnya, pada umumnya menyebabkan nyeri lokal dan tidak memerlukan perawatan, namun anak-anak mempunyai risiko tinggi terjadi reaksi berat. Reaksi klinis berat pada anak sering terjadi karena volume tubuh lebih kecil untuk penyebaran racun/ bisadibandingkan dengan orang dewasa. 1 Pada setiap kasus yang dilaporkan sebagai gigitan ular, harus dipastikan apakah gigitan tersebut disebabkan ular berbisa. Hal tersebut dapat ditentukan antara lain dari luka bekas gigitan yang terjadi. Jika identifikasi sulit ditentukan, gejala dan tanda akibat gigitan bisa ular menjadi dasar untuk menegakkan diagnosis.
2Seorang anak laki-laki, usia 5 tahun 8 bulan dengan diagnosis gigitan ular dengan compartement syndrome dan koagulasi intravaskular diseminata (KID) berdasarkan identifikasi ular yang menggigit dan manifestasi klinis. Presentasi klinis terdiri dari tanda bekas gigitan pada tungkai bawah kanan, rasa nyeri yang makin bertambah , bengkak, ekimosis, bula, compartement syndrome, trombositopenia, anemia, PT, APTT yang memanjang, dan d-dimer yang meningkat. Bila dilihat dari bentuk ular yang menggigit dan manifestasi klinis yang timbul, yaitu bisa ular yang bersifat sitotoksik, ular yang mengigit adalah famili Viperidae. Derajat berat kasus yang terjadi adalah derajat 4 (major), karena terdapat tanda bekas gigitan, edem yang luas, serta KID. Antibiotik diberikan juga kortikosteroid, bertujuan untuk mencegah efek samping pemberian anti bisa ular. Fasciotomy dilakukan karena terdapat compartement syndrome setelah itu pasien dirawat di ICU Anak untuk pemantauan lebih lanjut dan mempersiapkan apabila diperlukan heparinisasi. Pasien dipulangkan dalam keadaan baik setelah 3 minggu perawatan.