Sosiologi Sebagai the Queen of Social Sciences: Sebuah Refleksi

Abstract

Sosiolog adalah pekerjaan mulia, karena sosiolog adalah orang-orang yang mengetahui, memahami, dan menguasai relung masyarakat baik yang terlihat (manifest) maupun yang tidak terlihat (laten), baik sisi masyarakat yang terletak di permukaan maupun di bagian terdalam. Namun bila kita temukan di lapangan, sosiologi tampak masih belum berdaya. Tugas kenabian dan kekhalifahan yang melekat pada sosiolog sulit dibuktikan. Persentase keterlibatan ilmiah sebagian besar ditempati oleh ilmuwan sosial politik terapan. Padahal umur sosiologi cukup panjang: Ibnu Khaldun mengembangkan sosiologi pada abad ke-14; August Comte memberi nama Sosiologi pada abad ke-18; dan di Indonesia, jika dihitung dari Selo Soemardjan yang menyelesaikan studinya dari Amerika pada tahun 1959, umur sosiologi berusia 61 tahun. Sosiologi juga memiliki jargon yang menjadi klaimnya: ratu ilmu sosial. Namun pertanyaannya, apakah sosiologi benar-benar ratu? Walaupun sosiolog Indonesia sudah memiliki asosiasi baik ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) maupun APSSI (Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia) yang sudah cukup aktif bekerja, kita kesulitan menemukan model sosiolog ideal dalam dunia profesional. Penulis menyadari bahwa universitas belum berhasil menghasilkan sosiolog yang benar-benar dapat bekerja tanpa atribut akademik. Melalui tulisan ini, penulis bermaksud untuk memahami dan menjelaskan dilema yang dihadapi oleh sosiologi dan sosiolog Indonesia serta usulan langkah untuk mengatasinya. Penulis memulai dari permasalahan mendasar yang kemudian dikaitkan dengan prinsip dasar dalam sosiologi.

Revitalization of Batak Toba Cultural Identities Used Language as Communication in the Sianjur Mula-Mula, Samosir Regency

“…The development of anthropocentric understanding and modern economics in the life of the Toba Batak society which prioritizes material gain, wise and natural use of natural resources is considered less effective and efficient to obtain material benefits and encourage economic growth (Dwi Susilo, 2008;Keraf, 2010). Such understanding encourages local communities and migrant communities to exploit natural resources beyond the carrying capacity of Lake Toba.…”

“…Although natural resources can be used to meet the needs of the Toba Batak community, natural resources and the environment must be managed and utilized wisely. Local residents in treating natural resources and to support their lives, do not only use them freely, the most important thing is to maintain harmony (Mitchell, 2007;Dwi Susilo, 2008;Keraf, 2010). The natural resources found around Lake Toba are absolutely managed and put to good use.…”

Pemahaman Dan Kepedulian Penerapan Green Accounting Pada Puskesmas Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep

“…Teori Biosentrisme Merupakan paham yang memandang bahwa bukan hanya manusia yang memiliki peran dalam lingkungan, namun juga terdapat makhluk hidup lain seperti tumbuhan dan hewan yang juga memiliki peran dan konribusi yang sama dalam mengisi lingkungan, untuk itu manusia juga memiliki ketergantungan terhadap hewan dan tumbuhan Keraf dan Susilo (2008).…”

Antropocentrism Epidemic: The Study of Social Action of Community to the Environment of Jeneberang River

“…Thompson and Barton stated that anthropocentric belief influences the perception and actions about the environment and our relationship with it (Berenguer, 2010). And anthropocentrism takes part in putting values, perception, and worldview about the environment (Susilo, 2014). Firstly, it is caused by the perspective that assumes nature or environment is as something to use for everything.…”

“…The anthropocentrism characters consider humans as the center of the universe and the only ones have value (Keraf, 2006). Nature-oriented is not laid as social actions purpose, but just as the means of humans' interest (Susilo, 2014). Marx also considered that nature has practical meaning for humans as the result of life activities and the production of life tools (Foster, 2013).…”