Ekosistem lamun merupakan salah satu komponen paling penting di wilayah pesisir laut. Fungsi lamun berkaitan dengan bioekologi dari interaksi makhluk hidup yang tinggal di wilayah ekosistem tersebut dengan lingkungannya. Komponen makhluk hidup dalam ekosistem lamun salah satunya mikroalga epifit. Epifit menempel pada substrat atau lamun itu sendiri dan menjadi bioindikator kualitas perairan. Tidak selalu memiliki dampak baik, epifit juga terkadang memiliki dampak buruk bagi ekosistem padang lamun dengan jumlah tertentu yang dapat menurunkan produktivitas lamun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase mikroalga epifit ekosistem padang lamun yang berada di Pantai Prawean Bandengan dan Pantai Semat, Jepara. Data yang dikumpulkan berupa data penutupan dan kerapatan lamun dengan metode line transect quadrat, data persentase tutupan epifit yang mengacu pada metode seagrass watch, data parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH, kecepatan arus, kecerahan), dan data konsentrasi nutrien (nitrat dan fosfat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis lamun lebih banyak di Pantai Prawean Bandengan (Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Oceana serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis). Penutupan padang lamun paling tinggi juga terdapat di Pantai Prawean Bandengan dengan nilai rata-rata 39,87% sedangkan pada Pantai Semat memiliki persentase sebanyak 26,94%. Data persentase tutupan epifit tertinggi pada Pantai Semat dengan nilai 27,17% disusul oleh Pantai Prawean Bandengan dengan nilai 25,25%. Hal ini menunjukkan bahwa kategori padang lamun tergolong sedang. Substrat pada Pantai Prawean Bandengan berjenis fine sand sedangkan pada Pantai Semat berjenis gravel. Data menyimpulkan bahwa ekosistem padang lamun baik di Pantai Prawean Bandengan maupun Pantai Semat memiliki kondisi sedang. Seagrass ecosystems are one of the most important components in coastal marine areas. The function of seagrasses is related to the bioecology of the interaction of living things that live in the ecosystem area with their environment. One of the components of living things in seagrass ecosystems is epiphytic microalgae. Epiphytes attach to the substrate or seagrass itself and become bioindicators of water quality. Not always having a good impact, epiphytes also sometimes have a bad impact on seagrass ecosystems with certain amounts that can reduce seagrass productivity. This study was conducted to determine the percentage of epiphytic microalgae in seagrass ecosystems in Prawean Bandengan Beach and Semat Beach, Jepara, East Java, Indonesia. The data were collected by counting the seagrass closure, seagrass density measure using line transect quadrat method, epiphyte cover percentage data referring to seagrass watch method, water quality parameter data (temperature, salinity, pH, current speed, brightness), and nutrient concentration data (nitrate and phosphate). The results showed that seagrass species composition was more abundant at Prawean Bandengan Beach (Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Oceana serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis). The highest seagrass cover was also found in Prawean Bandengan Beach with an average value of 39.87% while Semat Beach had a percentage of 26.94%. Data on the percentage of epiphyte cover was highest at Semat Beach with a value of 27.17% followed by Prawean Bandengan Beach with a value of 25.25%. This shows that the seagrass category is classified as moderate. The substrate at Prawean Bandengan Beach is fine sand type while Semat Beach is gravel type. The data concludes that the seagrass ecosystem in both Prawean Bandengan Beach and Semat Beach has a moderate condition.