Demokrasi di Indonesia, dengan landasan Pancasila, menonjolkan kebebasan dan hak-hak warga negara, termasuk hak untuk berpendapat, memilih, dan dipilih. Meskipun demikian, sistem demokrasi di Indonesia memiliki batasan tertentu. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu instrumen penting dalam sistem demokrasi, yang pertama kali diterapkan pada tahun 2004. Pemilu bertujuan untuk memenuhi prinsip kedaulatan rakyat dan perwakilan. Salah satu tahap kunci dalam Pemilu adalah kampanye politik, yang mencakup berbagai aspek komunikasi persuasif. Namun, dalam pelaksanaannya, sering terjadi pelanggaran, termasuk praktik politik uang. Politik uang, khususnya selama Pemilu Legislatif 2014, menjadi masalah serius yang memengaruhi dinamika politik dan persepsi masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan kerangka hukum normatif sebagai landasan. Data dikumpulkan melalui berbagai sumber, termasuk dokumen, wawancara, dan observasi subjek penelitian. Pemilu di Indonesia adalah instrumen penting dalam demokrasi, tetapi tidaklah cukup sebagai satu-satunya indikator kesehatan demokrasi. Sistem pemilihan umum yang diatur secara konstitusional harus berlangsung dengan kebebasan, jujur, dan adil. Penyelenggaraan pemilu harus independen dan netral, dengan lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memainkan peran kunci dalam mengawasi pemilu. Politik uang adalah masalah serius dalam pemilihan umum di Indonesia. Praktik ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemilik modal besar, elit politik, dan pemilih. Praktik politik uang dapat memengaruhi hasil pemilu dan memunculkan tantangan dalam penegakan hukum. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur tindak pidana money politic dalam berbagai tahapan pemilu, dengan sanksi pidana sebagai konsekuensinya.