Melaksanakan upacara ngaben di krematorium merupakan fenomena relatif baru di Bali, dipelopori oleh Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi, yang membangun Krematorium Santhayana tahun 2008. Jumlah jenazah yang diaben di Krematorium Santhayana meningkat setiap tahun. Alasan yang paling umum melakukan upacara ngaben di Krematorium Santhayana adalah nilai praktis dan efisiensi, di samping alasan biaya yang lebih murah dan komunikasi yang kurang intensif dengan fihak desa adat, khususnya bagi warga desa yang merantau ke luar daerah. Dengan menggunakan observasi-partisipasi, wawancara mendalam, dan analisis secara kualitatif-interpretatif, penelitian ini mengkonfirmasi teori Strukturasi Giddens, bahwa sebagai suatu dualitas, struktur menjadi hambatan sekaligus memberdayakan aktor untuk bertindak, dan tindakan aktor yang berpola dalam waktu yang lama akan membentuk struktur baru. Yang khas dalam kasus ngaben di krematorium di Bali adalah adanya transformasi menuju modernitas, tetapi dengan argumentasi kembali ke tradisi, yaitu menggunakan basis ajaran leluhur yang tertulis dalam pustaka lontar, khususnya Lontar Yama Purana Tattwa.