Budaya orang untuk melakukan perjalanan masih sangat tinggi, sehingga informasi tentang suatu obyek wisata pun masih terus dibutuhkan. Dengan perkembangan teknologi terutama media baru, membuat orang mudah menemukan panduan untuk melakukan perjalanan ke berbagai tempat yang ingin dikunjungi. Dahulu, informasi tentang panduan perjalanan dan obyek wisata awalnya meningkat lewat media konvensional. Hampir setiap stasiun TV memiliki progam khusus yang mengulas tentang perjalanan, dan publikasi lewat media cetak seperti koran dan majalah juga mendukung kegiatan pariwisata. Saat muncul media online sebagai perkembangan dari media baru, informasi tentang obyek wisata bergeser ke media online. Tujuan penelitian ini untuk melihat penerapan konsep jurnalisme perjalanan pada media Online. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode studi kasus (case study) instrumental tunggal yang fokus pada isu yaitu transformasi tiga majalah travel cetak sebagai media konvensional, pada tampilan dan perubahannya lewat media online. Transformasi liputan perjalanan yang terlihat pada versi online adalah keberagaman topik pembahasan, dan tidak fokus hanya mengikuti tema tertentu yang dipilih seperti layaknya pada versi cetak. Inovasi juga muncul pada versi online adalah bukan hanya menawarkan teks dan gambar, tetapi juga ada video audiovisual yang lebih menarik bisa dinikmati. Era digital telah membawa perubahan pada praktek jurnalisme konvensional termasuk di dalamnya kemasan jurnalisme perjalanan ke dalam media online dengan karakteristik produksi dan distribusi yang cepat, tapi tetap akurat dan bisa dipercaya.
Jurnalisme Perjalanan merupakan salah satu perkembangan jurnalistik masa kini. Jurnalisme Perjalanan adalah kegiatan mengumpulkan, mengemas, dan menyampaikan informasi tentang perjalanan ke suatu lokasi atau daerah kepada masyarakat. Di dalam definisi tersebut, salah satunya adalah pariwisata atau tourism yaitu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan. Berkembangnya industri pariwisata meningkatkan kebutuhan akan komunikasi pariwisata sebagai salah satu aktivitas manusia dalam menyampaikan informasi tentang perjalanan ke suatu daerah atau obyek wisata. Selama ini kegiatan komunikasi pariwisata dilakukan sebagai sarana promosi obyek wisata sehingga membuat orang tertarik untuk berkunjung. Namun sering melupakan kelengkapan infrastruktur dan kesiapan masyarakat setempat untuk menerima kunjungan wisatawan. Inilah yang menjadi salah satu tugas dan tanggungjawab jurnalisme perjalanan untuk memberikan gambaran yang utuh dan lengkap sesuai fakta dan data di lapangan terkait dengan tempat atau obyek wisata tertentu. Penelitian ini merupakan studi literatur dengan mencari referensi teori dan konsep – konsep yang relevan untuk menjawab permasalahan yang ada,menghimpun data serta sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat melalui jurnal, buku, dokumentasi, internet, dll. Tantangan bagi Jurnalisme perjalanan dalam mengkomunikasikan pariwisata di Indonesia datang bukan saja dari industri pariwisatanya, melainkan dari dalam industri media sendiri, salah satunya apabila jurnalisme perjalanan masuk dalam ranah komersialisasi. Masih banyak peluang yang ada, salah satunya beragam topik yang bisa dipilih dalam mengkomunikasikan pariwisata Indonesia dalam kerangka jurnalisme perjalanan.
Manusia diciptakan Tuhan dengan kesempurnaan, salah satunya diberikan indera untuk berbicara. Manusia berbicara untuk mengeluarkan pikiran dan perasaan. Pelatihan dasar berbicara di depan publik merupakan sebuah cara untuk mengembangkan ketrampilan berbicara agar kita bisa menyampaikan ide yang ada di pikiran kita, membagikan apa yang kita rasakan, sehingga bisa menjadi pengalaman yang bisa membantu orang lain juga untuk berkembang. Tujuan Kegiatan untuk melatih percaya diri, menjadi pendengar yang baik, dan menghargai orang lain. Dengan peserta adalah siswa SMP dan SMA Sekolah Kristen Pniel, Namo Rambe Deli Serdang, Sumatera Utara. Kegiatan berlangsung secara virtual selama 120 menit pada 07 Mei 2021, untuk membantu siswa bisa berbicara secara terstruktur, dan efektif sehingga juga lebih percaya diri dan mengembangkan kemampuan lebih baik. Kegiatan walau dilakukan secara virtual telah berjalan dengan baik, dan antusias siswa untuk mau mencoba berlatih juga cukup tinggi. Kegiatan ini berhasil memberikan pembelajaran baru bagi siswa terutama di masa Covid 19 ini untuk tetap bisa mengembangkan diri dan melatih kepercayaan diri.
During Indonesia's 2019 presidential election, social media was invigorated by a 'war' of political campaigns between the supporters of Joko Widodo -Ma'ruf Amin and Prabowo Subianto -Sandiaga Uno. Endless smear campaigns, memes, and slanders became viral on social media. Very few campaigns refrained from attacking competitors and remaining free from hate speech. This situation made it difficult for social media users -especially firsttime voters, whose main reference of political news is social media -to distinguish between true and false news (hoaxes), and to determine and express their political attitudes. Consequently, many netizens had to deal with law enforcers because of uploading political opinions that are considered illegal under Indonesia's Electronic Information and Transactions Law. This could have been prevented had the users been 'social media-literate', especially when it comes to political behavior. This study aims to determine the role of social media for first-time voters in determining and expressing political attitudes toward Indonesia's presidential election 2019. A survey was conducted on 100 Tanjung Pandan Belitung High School students aged 16-18 years who had the right to vote at the 2019 presidential election. Results indicate the role of social media for first-time voters as a means to obtain information, express political attitudes, or determine political attitudes. The survey results will be used as media literacy material that will be published through the generaksi.org web, which is one of the outputs of this research funded by the Ministry of Research and Technology in the period 2018-2019.
Masculinity in mass communication always attracts attention and is a hot topic of discussion. The masculinity of men who are always juxtaposed with women is a power struggle on two sides: men as men themselves and men compared to women. The study aims to counter the dominant masculinity issue in Avenger: The End Game (2018) movie. This study sheds light on the position of men in superhero films who are always dominant in masculinity. However, this film also shows declining male masculinity where men show their powerless side. This study was conducted with a descriptive qualitative method. Stuart Hall's representation theory and Chafetz's masculinity are the main theories to dissect male masculinity. Secondary data from other journals and books also supported the analysis. Finding and analysis finally show that men's powerless and men's emotions become male declining masculinity in this film.Keywords: communication, declining, domination, male, masculinity
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.