The southern region of Indonesia is one of the places where tropical cyclones grow in the southern hemisphere. During 1983-2017 there were 51 tropical cyclones occurring in the region. This study aims to understand the characteristic of tropical cyclones in southern Indonesia and their variations, both spatially and temporally, and their effect on extreme rain events in Indonesia. Historical data analysis results show that tropical cyclones in southern Indonesia generally occur in November-April with a lifetime of 7-8 days. The result of data analysis shows that the central pressure value of tropical cyclone in latitude 0°-10°S is more than 960 hPa. The value tends to be higher than the central value pressure of tropical cyclone in latitude 10°S-20°S, which has the range of values about 920-960 hPa. This study also explains that there are 9 tropical cyclones in 35 years back that grow or move closer to the Indonesian archipelago in latitude 0°-10°S. The event of tropical cyclone Dahlia at the end of 2017 also affect the enormously increase of rainfall in Gunungkidul, Yogyakarta region with the increase of rain reaches 750% from the historical average.
IntisariBeberapa lembaga riset dunia dan badan-badan meteorologi beberapa negara di dunia menyatakan adanya kejadian El Nino Tahun 2015 terus berlanjut hingga tahun 2016. Adanya kejadian El Nino tersebut secara umum akan mempengarui intensitas curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk wilayah Jabodetabek. Analisis kejadian El Nino Tahun 2015/2016 dilakukan dengan menganalisis nilai NINO 3.4 SST Index, Southern Oscillation Index (SOI), Indian Ocean Dipole (IOD), pola sebaran suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature) dan juga gradient wind di Samudra Pasifik Tropis. Sedangkan Analisis Curah Hujan dilakukan dengan menggunakan data TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa berdasarkan parameter NINO 3.4 SST Index dan Southern Oscillation Index (SOI) pada pertengahan Tahun 2015 hingga awal Tahun 2016 telah terjadi fenomana El Nino pada level kuat, adanya peningkatan suhu permukaan laut di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Bulan November 2015 yang diikuti dengan penurunan indeks Dipole Mode hingga menjadi bernilai negatif (-) sejak awal Tahun 2016 serta dengan adanya peralihan Angin Muson Timur ke Angin Muson Barat di wilayah Indonesia telah menyebabkan peningkatan curah hujan yang cukup signifikan dalam batas normal di wilayah Jabodetabek pada puncak musim hujan Tahun 2015/2016 (November 2015 - Februari 2016) walaupun pada Bulan November 2015 hingga Februari 2016 tersebut masih berada pada level El Nino kuat. AbstractVarious research institutions in the world that work in the field of Meteorology and Climatology predicted an El Nino events in 2015 continued into 2016. The El Nino events phenomenon in general will affect to intensity of the rainfall in most parts of Indonesia, including the Greater Jakarta area. El Nino events phenomenon Analysis by Nino 3.4 SST index, Southern Oscillation Index (SOI), Indian Ocean Dipole (IOD), Sea Surface Temperature (SST) and gradient wind in the Tropical Pacific Ocean. While rainfall intensity analysis using TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) data. From this research it is known that based on the parameters NINO 3.4 SST index and the Southern Oscillation Index (SOI), it is known that there was a strong El Nino event occurred in mid-2015 to early 2016, the increase of sea surface temperature in most parts of Indonesia since November 2015 followed by declines Dipole Mode Index to be negative (-) since the beginning 2016 as well as the shift East monsoon to West monsoon in Indonesia has led to significant rainfall increased within normal limits in the Greater Jakarta area at the peak period of the rainy season 2015/2016 (November 2015 - February 2016) although in November 2015 until February 2016 El Nino event is still at the strong level.
IntisariKebakaran hutan dan lahan merupakan bencana yang rutin terjadi di Indonesia. Pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi wilayah yang paling sering dilanda kebakaran hutan dan lahan. Munculnya titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan mempunyai pola tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara spasial-temporal konsentrasi titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan serta korelasinya dengan curah hujan. Berdasarkan hasil pengolahan data titik api yang bersumber dari hasil perekaman citra MODIS (Satelit Terra & Aqua) tahun 2006-2015, didapatkan bahwa kerapatan titik api di Pulau Sumatera dan Kalimantan akan mencapai puncaknya pada bulan September. Wilayah yang memiliki konsentrasi titik api paling tinggi adalah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan di Pulau Sumatera serta Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat di Pulau Kalimantan. Hasil pengolahan data curah hujan bulanan juga menunjukkan bahwa pada bulan September curah hujan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mencapai nilai terendah dalam satu tahun, yaitu 25-150 mm/bulan. Selain itu, korelasi antara jumlah titik api dan curah hujan menunjukkan nilai korelasi yang cukup (R = 0,307) dengan pola hubungan yang negatif. Hasil pengolahan terhadap data historis titik api ini bisa menjadi acuan dalam kesiapan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. AbstractForest fire is one of disasters that occur regularly in Indonesia. Sumatera and Borneo are regions with the most frequently hit by forest fires disaster through years. The emergence of hotspots in Sumatera and Borneo have it own patterns. This study aimed to figure hotspot density in Sumatera and Borneo spatial-temporally and their correlation with rainfall. Based on the results of data processing hotspots sourced from recording of MODIS satellite (Terra and Aqua) 2006 - 2015, it was found that the density of hotspots in Sumatra and Kalimantan will reach its peak in September. Riau and South Sumatera Province are the regions that has highest concentration of hotspots in Sumatera island, meanwhile Central Borneo and West Borneo Province become the regions that has highest concentration of hotspots in Borneo island. The processing of monthly rainfall data also shown that in September rainfall in Sumatra and Kalimantan reach its lowest level in a year, which is 25 - 150 mm/month. In addition, hotspot density and rainfall are correlated enough (R = 0,307). The results of the processing of historical hotspots data in this paper could become a reference for forest fires disaster management that often happens in Sumatera and Borneo.
IntisariKejadian El Nino yang berdampak pada sebagian besar wilayah Indonesia akan selalu berasosiasi dengan kekeringan akibat dari berkurangnya intensitas curah hujan. Lebih jauh akibat dari kekeringan tersebut telah menimbulkan meningkatnya titik api secara signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan, dimana hal tersebut telah mengakibatkan terjadinya bencana asap pada tahun 2015. Tujuan utama penulisan karya tulis ini adalah untuk menganalisis kejadian El Nino pada tahun 2015 dan pengaruhnya terhadap peningkatan titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan baik dalam skala temporal maupun spasial. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa berdasarkan parameter NINO 3.4 SST Indeks dan Southern Oscillation Index (SOI) pada tahun 2015 telah terjadi fenomana El Nino pada level kuat yang ditandai dengan adanya pelemahan sirkulasi walker sehingga pusat tekanan rendah perpindah dari Samudera Pasifik bagian Barat ke Samudera Pasifik bagian Timur, dimana hal ini telah menyebabkan adanya penurunan intensitas curah hujan (anomali negatif) disebagian besar wilayah Indonesia terutama pada bulan Juli hingga Oktober 2015 dan oleh karena itulah pada bulan Juli hingga Oktober 2015 tersebut terjadi peningkatan jumlah titik api yang sangat tajam di wilayah Indonesia dimana persebaran titik api tersebut sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. AbstractEl Nino that impact most areas of Indonesia will always be associated in drought due to reduced rainfall intensity. Drought, in further, has resulted in increasing titik apis significantly compared to previous years, especially in the Sumatra and Kalimantan, that was creating smog disaster in 2015. The main objective of this research was to analyze the occurrence of El Nino in 2015 and its influence on increase of titik api in Sumatera and Kalimantan both in temporal and spatial scale. From this research it is known that based on the NINO 3.4 SST index and the Southern Oscillation Index (SOI) it is known there was a strong El Niño event occurred in 2015 showed there was a weakening Walker circulation so that the low pressure center moved from Western part of the Pacific Ocean to the Eastern Pacific Ocean, where this has led to a decrease rainfall intensity (negative anomaly) in most parts of Indonesia, especially from July to October 2015 and because of that from July to October 2015 there was very hight increasing number of titik apis in Indonesia where the spread of titik api the mostly concentrated in the province of South Sumatera and Central Kalimantan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan di DAS Garang Jawa Tengah Tahun 1994, 2001 dan 2008 terhadap retensi potensial maksimum air oleh tanah pada kejadian hujan sesaat (storm rainfall). Metode yang digunakan adalah metode SCS yang dikembangkan oleh The Soil Conservation Services. Data yang digunakan adalah data penggunaan lahan yang diekstrak dari citra Tahun 1994, citra 2001 dan citra 2008 menggunakan software ENVI dan peta tanah DAS Garang skala semi detail. Hasil penelitian menunjukkan bahwa retensi potensial maksimum air oleh tanah pada kejadian hujan sesaat di DAS Garang semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin luasnya lahan terbangun dan semakin sempitnya lahan non-terbangun. Kondisi ini akan menyebabkan imbuhan terhadap airtanah di DAS Garang semakin kecil dan debit puncak banjir akan semakin besar.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.