PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PINANG (ARECA CATECHU L.) TERHADAP WAKTU PERDARAHAN PASCA EKSTRAKSI GIGI PADA TIKUS JANTAN WISTAR (RATTUS NORVEGICUS L.) ABSTRAK Biji pinang (Areca catechu L.) merupakan salah satu tanaman obat yang dikenal masyarakat dapat menghentikan perdarahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pinang terhadap waktu perdarahan pasca ekstraksi gigi pada tikus jantan galur Wistar. Pada penelitian ini metode yang digunakan merupakan eksperimental. Ekstrak biji pinang didapatkan dengan cara maserasi dan penguapan menggunakan Rotary vacuum evaporator. Jumlah sampel sebanyak 24 ekor tikus jantan galur Wistar yang dibagi dalam 3 kelompok. Sampel penelitian kelompok perlakuan terdiri dari 8 ekor tikus jantan galur Wistar. Delapan sampel kelompok perlakuan diberi ekstrak biji pinang dosis 13,834 mg/200 g BB. Perhitungan dosis menggunakan tabel faktor konversi. Proses ekstraksi gigi tikus dilakukan setelah 4 jam pemberian ekstrak. Pemeriksaan waktu perdarahan dimulai saat gigi telah terlepas dari soket dengan melihat darah yang keluar sampai mulai terbentuknya bekuan darah pada soket. Perhitungan waktu perdarahan menggunakan stopwatch. Hasil penelitian menunjukkan rerata waktu perdarahan kelompok perlakuan yaitu 0.6125 (menit.detik). Rerata waktu perdarahan kelompok perlakuan tidak jauh berbeda dengan rerata waktu perdarahan kelompok kontrol positif yang diberi transamin yaitu 0.3475 (menit.detik) dan lebih singkat dari kelompok kontrol negatif etanol 96% dengan rerata waktu perdarahan 1.79 (menit.detik). Penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan terdapat pengaruh pemberian ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) dosis 13,834 mg/200 g BB terhadap waktu perdarahan pasca ekstraksi gigi pada tikus jantan galur Wistar. Kata kunci: Biji pinang, waktu perdarahan, ekstraksi gigi THE EFFECT OF BETEL NUT (Areca catechu L.) EXTRACT ON BLEEDING TIME AFTER EXTRACTION IN WISTAR MALE RATS (Rattus norvegicus L.) ABSTRACT The betel nut (Areca catechu L.) is a medicinal plant known by society to halt bleeding. This study was aimed to know the effect of betel nut extract administration on bleeding time after teeth extraction in Wistar male rats. This study was an experimental study. Betel nut extracts were obtained by maceration and evaporation using Rotary vacuum evaporator. The number of samples were 24 Wistar male rats divided into three groups. The treatment group consisted of 8 Wistar male rats. Eight samples of treatment group were fed with betel nut extract at dosage of 13,834 mg/200 g body weight. Dosages were calculated using conversion factor table. The rats teeth were extracted 4 hours after betel nut extract administration. Evaluation of bleeding time was started from the loss of extracted teeth from socket by observing the shed blood to the formation of blood clots in the socket. The bleeding time was calculated using stopwatch. Study results indicated that average bleeding time in treatment group namely 0.6125 (minute.second). The average bleeding time in treatment group did not differ significantly from average bleeding time in positive control group fed with transamine namely 0.3475 (minute.second), and shorter from negative control group fed with 96% ethanol with average bleeding time of 1.79 (minute.second). This study concluded that there was an effect of betel nut extract (Areca catechu L.) administration at dosage of 13,834 mg/200 g body weight on bleeding time after teeth extraction in Wistar male rats. Keywords: Betel nut, bleeding time, teeth extraction
Infection usually caused by microorganism such as bacterial. One example of infection is abscess which caused by Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus is a pathogenic bacterial in mouth. Seaweed is a part of sea plants. Nowadays, seaweed has been used as material of agar-agar, alginate, and even medicine. Indonesia has good potential to develop and use its richness at the sea. One of species that has been cultivated is Gracilaria verrucosa or known with local name “bulung rambu” (Bali) or “sango-sango” (Sulawesi). The characteristics of Gracilaria verrucosa is thallus silindris, slick, and has yellowish-brown or yellowish-green. Green, red, or brown seaweed is a potential source of bioactive compound that useful for pharmacy industry improvement like antibacterial, antivirus, antifungal, and cytostatic. This study purpose was to find out if seaweed extract (Gracilaria sp.) can inhibit growth of Staphylococcus aureus. This study was an experimental laboratory with true experimental design and posttest only control design. study subject are seaweed extract Gracilaria sp. that dissolved with 95% ethanol which evaporated in oven. Inhibition zone of Gracilaria sp. extract evaporated in the oven at each repeated were 2.5mm, 3.5mm, 3mm. Inhibition zone created from Gracilaria sp. extract that evaporated with vacuum rotary evaporator in each repeated were 2mm, 2mm, and 2.5mm. Study results showed that seaweed extract (Gracilaria sp.) didn’t have exhibition zone against Staphylococcus aureus.Keywords: inhibition test, seaweed (gracilaria sp), staphylococcus aureus.Abstrak: Penyakit infeksi yang biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri. Salah satu contoh penyakit infeksi tersebut yaitu abses yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus adalah patogen utama dalam rongga mulut. Rumput laut merupakan bagian dari tumbuhan laut perairan. Saat ini rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri agar-agar, dan alginat bahkan obat-obatan. Indonesia mempunyai potensi yang baik untuk mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan lautnya. Salah satu jenis yang sudah banyak dibudidayakan adalah Gracilaria verrucosa atau dikenal dengan nama daerah bulung rambu (bali) atau sango-sango (sulawesi). Ciri-ciri dari Gracilaria verrucosa, yaitu thallus silindris, licin, dan berwarna kuning-coklat atau kuning-hijau.Rumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan industri farmasi seperti sebagai antibakteri, antivirus, antijamur dan sitotastik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak rumput laut (Gracilaria sp.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, menggunakan rancangan eksperimental murni (true experimental design) dengan rancangan penelitian posttest only control design. Subjek dari penelitian ini ialah ekstrak rumput laut Gracilaria sp. yang dilarutkan dengan etanol 95% yang dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator dan dipanaskan dalam oven. zona hambat dari ekstrak Gracilaria sp. yang dievaporasi dengan oven pada masing-masing pengulangan ialah 2,5 mm, 3,5 mm, 3 mm. Demikian juga zona hambat yang terbentuk dari ekstrak Gracilaria sp. yang dievaporasi dengan vacuum rotary evaporator pada masing-masing pengulangan ialah 2 mm, 2 mm, dan 2,5 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput laut (Gracilaria sp.) tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus.Kata kunci: uji daya hambat, rumput laut (gracilaria sp.), staphylococcus aureus.
Tooth extraction is one of a minor operative surgery in dentistry that could cause uncomfortable sense of pain at its surrounding area. In order to reduce that feeling, some pain management could be performed, such as local anesthetic administration or analgesic medication. This study aimed to compare the effectiveness of mefenamic acid and diclofenac sodium given before the extraction procedure against the pain threshold duration after tooth extraction. This was a clinical study with a case-control design and was carried out in July 11th – August 12th 2016 at Department of Oral Surgery RSGM FK Unsrat. There were 30 samples obtained by using the purposive sampling method, divided into three groups, each of 10 samples, as follows: the control group without any analgesic treatment; the treated group with mefenamic acid; and another treated group with diclofenac sodium before the extraction. The results showed that the control group had a lower average of pain threshold duration than the treated groups with a difference of 2 hours and 42 minutes. The group treated with mefenamic acid before the extraction had the highest average of pain threshold duration compared to the group of diclofenac sodium with 4 hours and 11 minutes vs. 3 hours and 49 minutes. Conclusion: Mefenamic acid given before the tooth extraction procedure had greater effect and higher pain threshold duration than diclofenac sodium.Keywords: tooth extraction, mefenamic acid, diclofenac sodium, pain threshold duration.Abstrak: Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan dalam bidang kedokteran gigi yang dapat menimbulkan rasa nyeri akibat adanya trauma pada soket gigi yang dicabut. Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien maka diberikan tindakan manajemen nyeri berupa anestesi lokal dan pemberian analgesik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan efektivitas pemberian asam mefenamat dan natrium diklofenak sebelum pencabutan gigi terhadap durasi ambang nyeri setelah pencabutan gigi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian klinis dengan rancangan case-control study. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dengan total sampel 30 pasien: 10 pasien dalam kelompok kontrol tanpa perlakuan; 10 pasien dalam kelompok uji dengan asam mefenamat; dan 10 pasien dalam kelompok uji dengan natrium diklofenak. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2016 di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unsrat. Hasil penelitian menunjukkan dari 30 sampel, 10 sampel yang tidak mengonsumsi analgesik apapun sebelum pencabutan memiliki rata-rata durasi ambang nyeri lebih rendah dibandingkan dengan sampel-sampel lain yang mengonsumsi analgesik sebelum pencabutan dengan selisih 2 jam 42 menit. Pasien dengan rata-rata durasi ambang nyeri terbesar ialah yang diberikan asam mefenamat yaitu 4 jam 11 menit dan yang diberikan natrium diklofenak memiliki rata-rata durasi ambang nyeri sebesar 3 jam 49 menit dengan selisih 22 menit. Simpulan: Pemberian asam mefenamat sebelum pencabutan gigi memiliki efektivitas dan rata-rata durasi ambang nyeri yang lebih tinggi dibandingkan pemberian natrium diklofenak dengan selisih durasi ambang nyeri 2 jam 42 menit jika dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian analgesik.Kata kunci: pencabutan gigi, asam mefenamat, natrium diklofenak, durasi ambang nyeri
Dental tooth impaction is a state of latent or not erupted or partly erupted after a normal eruption time. The impact of impacted teeth, namely the absence of pain, inflammation, and cysts but the prevalence of impacted teeth in several countries including in Indonesia is quite high. Some areas in Indonesia yet has particularly impacted teeth, especially data on partial erupted. This study aims to determine the prevalence of impacted teeth partially erupted on Totabuan Village community. This research is a descriptive cross sectional study. The study population is villagers Totabuan, the study sample as many as 37 people are 13 men and 24 women aged 24-60 years. Results of studies have impacted teeth partially erupted third molars most women (60%), and more common in the age of 24-35 years (62%). Partially erupted tooth impaction occurs most often in the lower jaw (53%) with most gear position on mesioangular (48.4%).Keywords: dental impaction, partial erupted.Abstrak: Gigi impaksi merupakan suatua keadaan gigi terpendam atau tidak erupsi baik sebagian maupun seluruhnya setelah melewati waktu erupsi normal. Dampak dari gigi impaksi yaitu adanya rasa sakit, inflamasi, serta kista akan tetapi prevalensi gigi impaksi di beberapa negara termasuk di Indonesia cukup tinggi. Beberapa daerah di Indonesia belum meiliki data mengenai gigi impaksi khususnya partial erupted. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gigi impaksi partial erupted pada masyarakat Desa Totabuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian yaitu masyarakat Desa Totabuan, dengan sampel penelitian sebanyak 37 orang yaitu 13 orang laki-laki dan 24 orang perempuan dengan usia 24-60 tahun. Hasil penelitian ditemukan adanya gigi impaksi molar tiga partial erupted paling banyak pada perempuan (60%), dan banyak ditemukan pada usia 24-35 tahun (62%). Gigi impaksi partial erupted paling sering terjadi pada rahang bawah (53%) dengan posisi gigi paling banyak pada mesioangular (48,4%). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gigi impaksi molar tiga partial erupted yang paling banyak ditemukan pada perempuan, dan banyak ditemukan pada usia yaitu 24-35 tahun. Gigi impaksi molar tiga partial erupted paling banyak ditemukan pada rahang bawah, dengan posisi gigi paling banyak pada mesioangular.Kata kunci: gigi impaksi, partial erupted.
Tooth extraction is a process of alveolar dental expenditure, where the tooth is already not possible care anymore. Tooth period is a period of transition when mixed with the date and time of the growth of baby teeth and permanent teeth is considered as vulnerable age and become determinants The purpose of this study was to describe the periods of tooth indication at mixed period on student of SMP Negeri 1 Langowan. Descriptive cross-sectional study with a sample size of 257 students was employed using stratified random sampling technique. The results showed that students who have an indication of tooth extraction on the persistence of mixed tooth period is about 36 students (14%) and students who have dental caries which is an indication of the revocation period is relatively large mixed with 149 students (57.9%). Remained tooth root as indicative of the rest of the students in the revocation mixed period with relatively small teeth it about149 students (25.2%) and the percentage of supernumerary teeth is an indication of the students in the revocation period is relatively small mixed is about 7 students (2.7 %). Keywords: indication of tooth extraction, tooth mixed period. Abstrak: Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Periode gigi bercampur yaitu masa peralihan saat tanggalnya gigi susu dan saat tumbuhnya gigi tetap dan merupakan usia yang dianggap rawan dan penentu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran indikasi pencabutan gigi dalam periode gigi bercampur pada siswa SMP Negeri 1 Langowan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan cross sectional study dengan jumlah sampel sebanyak 257 siswa yang diambil dengan teknik Stratified random sampling.Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki indikasi pencabutan gigi persistensi pada periode gigi bercampur sebesar 36 siswa (14%) dan siswa yang memiliki gigi karies yang merupakan indikasi pencabutan pada periode gigi bercampur sebesar yaitu 149 siswa (57,9%). Pada persentase sisa akar yang merupakan indikasi pencabutan pada siswa dalam periode gigi bercampur yaitu sebesar 149 siswa (25,2%) dan persentase supernumerary teeth yang merupakan indikasi pencabutan pada siswa dalam periode gigi bercampur sebesar 7 siswa (2,7%). Kata kunci: indikasi pencabutan gigi, periode gigi bercampur
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.