Tanaman mimba (Azadiractha indica A. Juss) merupakan bahan herbal yang telah lama digunakan sebagai obat tradisional. Daun mimba mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, saponin, tanin, azadiracthin, salanin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin yang bermanfaat dalam kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada simplisia daun mimba yang dikoleksi disekitar Univeristas Udayana, Jimbaran, Bali memenuhi persyaratan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. 12 tahun 2014 serta peningkatan mutu dan keamanan obat herbal terstandar. Penentuan cemaran mikroba simplisia daun mimba dilakukan dengan uji angka lempeng total (ALT) mengunakan media Plate Count Agar (PCA) dan angka kapang khamir (AKK) menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA). Pertumbuhan koloni bakteri diinokulasikan pada lempeng agar dengan metode sebar dan diinokulasi pada suhu 35-370C selama 24 -48 jam dan pada suhu 20-250C untuk pertumbuhan angka kapang khamir selama lima hari. Diperoleh hasil dengan pengukuran kuantitaif angka lempeng total dan angka kapang khamir dari simplisia daun mimba yaitu 3750 cfu/g dan 100 cfu/g. Simpulan daun mimba yang dikoleksi dari Kampus Univeristas Udayana, Jimbaran, Bali telah memenuhi persyaratan sesuai dengan standar cemaran mikroba pada obat tradisional pada BPOM RI No. 12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional yaitu jumlah angka lempeng bakteri maksimal 1.000.000 cfu/g dan angka kapang khamir maksimal 10.000 cfu/g dan layak digunakan sebagai bahan baku obat herbal karena telah memenuhi syarat.
Esofagus merupakan saluran yang berfungsi sebagai penghubung rongga mulut dan lambung. Esofagus terdiri dari tiga bagian berdasarkan anatomi yakni esofagus bagian servikalis, thorakalis, dan abdominalis . Striktur esofagus merupakan suatu kondisi penyempitan pada lumen esofagus yang menyebabkan terganggunya sistem pencernaan. Berdasarkan penyebabnya, striktur esofagus dapat dibedakan karena adanya massa intraluminal dan ekstraluminal. Dalam sebagian besar laporan mengenai striktur esofagus, kejadian ini paling sering terjadi sebagai akibat adanya komplikasi setelah anestesi umum. Tanda klinis utama dari striktur esofagus adalah regurgitasi yang terjadi segera setelah makan dan produksi air liur yang berlebihan. Penanganan striktur esofagus intraluminal dapat dilakukan dengan jalan pemasangan balloon dilatation yang dibantu dengan evaluasi menggunakan endoskopi maupun flouroskopi. Penanganan striktur esofagus ekstraluminal dilakukan melalui terapi pemberian obat-obatan, jika massa yang menyebabkan striktur pada esofagus belum teridentifikasi dengan jelas, karena pembedahan memiliki risiko yang tinggi. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila massa telah teridentifikasi melalui pemeriksaan computed tomography (CT). Identifikasi secara histopatologi terhadap jenis massa dilakukan setelah massa penyebab striktur esofagus berhasil diangkat melalui proses pembedahan. Penulisan kajian pustaka ini bertujuan untuk merangkum segala hal yang berhubungan dengan striktur esofagus pada kucing, mulai dari etiologi, tanda klinis, patogenesis, metode diagnosis, penentuan prognosis, dan pertimbangan pemilihan penanganan yang dapat dilakukan.
Virus parvo anjing atau Canine Parvovirus (CPV-2) merupakan salah satu agen penyakit yang disebabkan oleh virus. Infeksi virus ini dapat diderita oleh anak anjing yang tidak divaksin secara lengkap antara usia enam minggu hingga enam bulan. Anjing kasus merupakan anjing ras chihuahua berumur lima bulan, berjenis kelamin betina, dengan bobot badan 2 kg, diperiksa dengan keluhan muntah, diare berdarah, serta tidak mau makan dan minum. Pemeriksaan klinis menunjukkan membran mukosa pucat, mukosa hidung yang kering, turgor kulit lambat, dehidrasi, diare bercampur darah yang beraroma khas, muntah, dan terdengar suara borborigmi usus yang meningkat, serta ditemukannya infeksi caplak pada kulit. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukan anjing kasus mengalami leukopenia. Hasil pemeriksaan test kit canine parvovirus (CPV) menunjukkan hasil positif dan didiagnosis terinfeksi canine parvovirus (CPV-2). Penanganan dilakukan dengan pengobatan secara suportif dan simptomatik. Pemberian terapi cairan diberikan secara intravena berupa ringer lactate dan untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik cef otaxime (50 mg/kg IV, BID, selama lima hari). Terapi simptomatik diberikan obat antiemetik maropitant citrate (1 mg/kg SC, SID selama lima hari), sedangkan terapi suportif diberikan hematodin (0,2 mL/kg IV, SID, selama tiga hari), dan obat herbal Yunnan Baiyao (1 kapsul sehari, PO, selama lima hari) untuk meminimalisir peradangan dan pendarahan pada usus. Perawatan berlangsung selama tujuh hari dan anjing kasus menunjukkan proses kesembuhan dalam waktu empat hari. Anjing kasus kembali normal setelah hari ke lima.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.