Upflow zone identification at volcanic fields is crucial for geothermal resource exploration. The common problem to identify the upflow zone using conventional mapping method is time-consuming and the limitation of access to the area. The application of satellite imaging as ground-truthing is aimed to increase the effectiveness of upflow zone detection at geothermal fields. This study selected the volcanic field around the Bandung Basin for a model case. The data used in this study were thermal images of the Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) Thermal Infrared Radiometer (TIR) by the night observations. The TIR data were corrected and calibrated by Visible Near Infrared Radiometer (VNIR) to measure Land Surface Temperature (LST). We then focused our analysis around a volcanic area that showed high LST at the Papandayan crater and other manifestations. Validations were carried out by measuring surface temperature and gas concentrations including SO2 and CO2. The reading value of the gases was different on each location, but the pattern of the gases was relatively similar especially the SO2 gas pattern. The SO2 gas showed a relatively constant trend of gas concentration over time in the upflow zone, but in the outflow zone showed an increase pattern with the time whose reading values were lower than those on the upflow. On the contrary, the non-geothermal features showed that the SO2 concentration decreased with the time towards almost 0. According to the retrieved LST, the surface manifestations were located not only at the high anomaly but also at medium anomaly depending on the manifestation dimension. The gas and temperature measurements proved that LST could be used to enhance the effectiveness of upflow zone identification.
Fly ash atau abu terbang batubara yang dihasilkan oleh sisa pembakaran batubara hanya dianggap sebagai limbah B3 dan sangat kurang dari segi pemanfaatan, pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa fly ash ternyata memiliki sifat alkalinitas yang dapat menetralkan air asam tambang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik penetralan fly ash batubara terhadap air asam . Untuk menganalisis karakteristik penetralan fly ash digunakan metode Acid Buffer Characteristic Curve (ABCC), metode ini menggunakan system titrasi asam HCl dan H2SO4 (0.5 Molar) kedalam sampel dengan jumlah 0,4 ml setiap satu kali titrasi dan titrasi akan terus dilakukan sampai dengan pH 2. Kandungan fly ash dominan terdiri dari silaka (SiO2) 40.13%, Alumunium oksida Al2O3) 13,71%, Kalsium oksida (CaO) 12.50%, Besi Oksida (FeO) 20%. Hasil uji static nilai Acid Neutralizing Capacity dari fly ash adalah 337,88 kgH2SO4/ton dan nilai NAPP -326 kgH2SO4/ton ini mengindikasikan sifat alkalinitas yang tinggi dari fly ash. Grafik ABCC menunjukan karakteristik penetealan pada fly ash kurang maksimal pada pH diatas netral karena kandungan CaO yang tidak terlalu besar sehingga kapasitas buffer pada range pH tersebut tidak maksimal berbeda dengan karakteristik penetralan pada pH dibawah netral (6-3) fly ash sangat baik pada range pH tersebut karena kandungan gypsum, magnesium, dan alumunium oksida yang bereaksi pada range pH tersebut. Dari hasil pengujian ABCC mendeskripsikan bahwa karakteristik penetralan pada fly ash cukup baik tetapi memiliki kapasitas penyangga (buffer capacity) yang kecil pada pH 7-10.
Air Asam Tambang (AAT) merupakan sebuah permasalahan lingkungan sebagai salah satu akibat dari kegiatan penambangan yang mempunyai nilai pH dan kandungan logam terlarut yang relatif tinggi. Salah satu material yang dapat dimanfaatkan dalam mengatasi permasalahan AAT yaitu batugamping. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik penetralan batugamping dalam menetralkan asam dan untuk mengetahui pengaruh ukuran butir batugamping terhadap kapasitas penetralan. Penelitian dilakukan dengan metode pengujian Acid Buffering Characteristic Curve (ABCC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel batugamping berukuran 0,074 mm (100 mesh) mampu mempertahankan pH atau menunjukkan sifat buffer-nya pada rentang pH 5 setelah terjadi penambahan asam sebanyak 8,4 Kg H2SO4/t. Sementara sampel batugamping berukuran 0,149 mm (200 mesh) mampu mempertahankan nilai pH pada rentang pH 6 atau menunjukkan sifat buffer-nya setelah terjadi penambanahan asam sebanyak 1,2 Kg H2SO4/t. Kemudian semakin kecil ukuran butir batugamping maka semakin tinggi nilai pH yang dapat dipertahankan dan semakin besar ukuran butir batugamping maka semakin rendah nilai pH yang dapat dipertahankan.
Silica sand is one of the mineral materials whose presence in nature is very abundant and can be utilized in various applications, but this material is still mixed with other elements. In the chemical element on the periodic table silica is symbolized (Si). The purpose of this study was to determine the types of minerals present in silica sand and to determine the percentage of silica sand mineral content. The research location is in the area of Sidenreng Rappang Regency, Sidrap is a district in South Sulawesi Province, Indonesia. This research method uses XRD and XRF analysis methods. From the results of research on minerals contained in silica sand, among others, Albite and pyroxene. With mineral content that predominates in silica sand, among others, the albite mineral from sample 1 is 23.2%, sample 2 is 32.2% and sample 3 is 13.5% while the Pyroxene mineral from sample 1 is 17.6%. , sample 2 of 13.5% and sample 3 of 17.0%.
Alterasi batuan menjadi penciri adanya rekahan-rekahan pada batuan yang menjadi jalur fluida hidrotermal. Di daerah penelitian Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan ditemukana danya batuan terubah atau batuan teralterasi. Lokasi batuan tersebut diperkirakan berada pada jalur rekahan dimana fluida hidrotermal berinteraksi dengan batuan. Interaksi fluida hidrotermal dengan batuan sekitar atau batuan samping merupakan potensi mineral-mineral berharga yang berasosiasi dengan mineral alterasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya rekahan sebagai zona alterasi yang menyebabkan batuan terubah. Penelitian ini menggunakan citra ALOS PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) on Advanced Land Observing Satellite (ALOS)). Citra ALOS PALSAR digunakan untuk memperoleh data kelurusan morfologi yang terdapat di daerah penelitian, kelurusan tersebut dianalisis untuk menunjukan densitas kelurusan yang dapat menunjukan tingkat rekahan di daerah penelitan. Hasil metode kelurusan dikolerasikan dengan data alterasi yang didapatkan di daerah penelitian. Hasil observasi dilapangan berupa sampel batuan akan dilakukan uji X-Ray Diffraction (XRD). Hasil pengujian XRD digunakan untuk menunjukan adanya mineral alterasi dan menentukan tipe alterasi di daerah penelitian.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.