Pemerintah membangun Embung Kasih untuk mengatasi terbatasnya sumber air di Desa Tuatuka, Provinsi NTT. Embung tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan irigasi. Pengoperasian embung perlu direncanakan karena volume tampungan terbatas. Optimasi penggunaan air embung diperlukan untuk menentukan jumlah penggunaan air dengan berbagai skenario kondisi hujan. Simulasi penggunaan air tahun 1974 s.d. 2015 dilakukan sebagai evaluasi untuk menilai keberhasilan operasi embung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jumlah pemakaian air untuk kebutuhan domestik dan atau irigasi secara optimal. Optimasi dilakukan dengan Metode Generalized Reduced Gradient (GRG) untuk fungsi tujuan memaksimalkan penggunaan air embung. Hasil optimasi diperoleh dengan beberapa skenario. Skenario pertama untuk hujan normal, pemanfaatan air untuk domestik sekitar 2.604 orang atau untuk mengairi lahan seluas 2,746 ha dengan irigasi tetes. Skenario kedua untuk kondisi hujan ekstrim basah, pemanfaatan air untuk domestik sekitar 3.601 orang atau untuk irigasi tetes sekitar 4,698 ha. Skenario ketiga untuk kondisi hujan ekstrim kering, pemanfaatan air untuk domestik sekitar 454 orang atau untuk irigasi tetes sekitar 0,45 ha. Berdasarkan evaluasi hasil optimasi dengan menggunakan simulasi data tahun 1974 s.d. 2015, maka ditetapkan jumlah penggunaan air embung untuk domestik sekitar 454 orang dan irigasi tetes seluas 1 Ha dengan tingkat keandalan operasi embung mencapai 78,57%.
Sistem Manajemen Operasi Irigasi (SMOI) adalah sistem informasi pelaporan operasi irigasi yang didesain untuk melakukan pengiriman data dan blangko operasi irigasi secara otomatis dengan memanfaatkan jaringan internet. SMOI dapat mempersingkat waktu pelaporan dan mempermudah evaluasi data historis dalam menunjang pengambilan keputusan di suatu Daerah Irigasi (DI). Namun demikian, teknologi ini belum teruji pada aplikasi skala lapangan terutama di DI lintas kabupaten. Penelitian bertujuan untuk menganalisis ketepatan perhitungan SMOI dan ketepatan pemberian air sebagai dampak dari aplikasi SMOI.Penelitian dilakukan pada pengaplikasian SMOI di DI Bondoyudo, Jawa Timur. Analisis ketepatan perhitungan dilakukan dengan memverifikasi dan memvalidasi hasil perhitungan SMOI dibandingkan hasil perhitungan blangko manual.Analisis ketepatan pemberian air dilakukan melalui simulasi neraca air berdasarkan data pada Musim Tanam (MT) I dan II tahun 2016/2017. Berdasarkan hasil penelitian, alur kerja perhitungan, pengambilan data, dan alur distribusi data antar blangko operasi irigasi pada SMOI sesuai dengan ketentuan dalam Permen PUPR 12/PRT/M/2015. Hasil simulasi menunjukkan bahwa SMOI dapat meningkatkan akurasi pemberian air terhadap prediksi kebutuhan air irigasi sebesar 40,7% pada MT I dan 21,8% pada MT II. Namun demikian apabila dibandingkan dengan kebutuhan air irigasi aktual, SMOI belum terlihat meningkatkan akurasi pemberian air. Hal ini disebabkan perhitungan kebutuhan air pada blangko manual dan SMOI belum mengakomodir variabilitas kondisi klimatologi aktual.
More efficient irrigation management is needed in the face of limited water availability and the increasing water requirements for other than agricultural sectors. This can be done by improving the accuracy of irrigation water through the optimizing of irrigation operation intervals. One effort which can be done is minimizing the time needed to report irrigation operation activities. using web-based application Irrigation Operations Management System (SMOPI). Research is conducted to identify the minimum time required for the reporting of irrigation operations, either manually or using SMOPI. The research was conducted as a case study in the Bondoyudo irrigation area by means of the collection of data through discussions and questionnaires as well as analysis of the time needed to report irrigation operation activities using the Critical Path Method. The result showed that the manual irrigation operations take 43 hours at the crop planning stage, 41 hours at the water delivery management, and 45 hours at the result recapitulation stage. The requirement of about 5 days at the implementation stage indicates that the operating interval of existing irrigation every 10 days is quite feasible. SMOPI is able to accelerate so that the operation time at the crop planning, water delivery management, and result recapitulation stage are 24.5 hours, 14 hours, and 31.5 hours. This indicates that SMOPI can be used to help shorten the interval of irrigation operations to support irrigation modernization. ABSTRAKPengelolaan irigasi yang lebih efisien saat ini sangat diperlukan dalam menghadapi ketersediaan air yang semakin terbatas dan kebutuhan air untuk selain sektor pertanian yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketepatan pemberian air irigasi melalui optimalisasi interval operasi irigasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisasi waktu pelaporan operasi irigasi menggunakan perangkat lunak berbasis web Sistem Manajemen Operasi Irigasi (SMOPI). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi waktu minimal yang diperlukan untuk pelaporan operasi irigasi, baik secara manual ataupun menggunakan SMOPI. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kasus di Daerah Irigasi Bondoyudo melalui pengumpulan data dengan cara diskusi dan penyebaran kuesioner serta analisis waktu operasi menggunakan Critical Path Method. Berdasarkan hasil analisis, pelaporan operasi irigasi secara manual membutuhkan waktu 43 jam pada tahap perencanaan tanam, 41 jam pada tahap pengaturan pemberian air, dan 45 jam pada tahap rekapitulasi hasil. Kebutuhan sekitar 5 hari pada tahap pengaturan pemberian air mengindikasikan bahwa interval operasi irigasi eksisting setiap 10 hari cukup aman. Perangkat lunak SMOPI mampu mengakselerasi waktu operasi pada tahap perencanaan tanam, pengaturan pemberian air, dan rekapitulasi hasil masing-masing menjadi 24,5 jam, 14 jam, dan 31,5 jam. Akselerasi ini mengindikasikan bahwa SMOPI dapat digunakan untuk membantu mempersingkat interval operasi irigasi dalam upaya moderinasi...
Pipeline irrigation is an alternative in application of irrigation technology that theoretically has a higher efficiency than open channel irrigation. In application, a highly irrigation efficiency ABSTRAKIrigasi pipa merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi irigasi yang secara teoritis mempunyai efisiensi lebih tinggi dibanding irigasi dengan saluran terbuka. Dalam penerapan di lapangan, efisiensi irigasi yang tinggi dapat dicapai apabila jaringan irigasi pipa dirancang dengan benar dan dioperasikan secara tepat. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan untuk melarutkan sedimen dalam pipa kecepatan aliran disarankan minimal 0,5 m/detik. Hasil penerapan jaringan irigasi pipa skala hamparan petani secara gravitasi yang diterapkan di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang menunjukkan bahwa rancangan jaringan irigasi pipa di lapangan khususnya pada skala hamparan petani, perlu memperhatikan : (i) bangunan pengumpul yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu bangunan pengendap, bangunan pengambilan, dan bangunan pengaman (saringan dan pelimpah) (ii) debit pengambilan, kualitas air, dan sistem operasi jaringan, (iii) saluran pipa yang terdiri dari pipa primer, sekunder, dan tersier harus memperhitungkan penanaman pipa, sambungan pipa, dan bangunan penguat, (iv) komponen pelengkap pada sistem jaringan irigasi pipa bertujuan menjaga sistem jaringan agar tetap berfungsi dengan baik. Komponen pelengkap terdiri dari katup pengatur dan katup penguras, pelepas udara, pengukur tekanan, meteran air, dan bangunan pelepas tekan.Kata Kunci: laboratorium, sedimen, jaringan irigasi pipa, gravitasi
Pengelolaan irigasi yang lebih efisien saat ini sangat diperlukan dalam menghadapi ketersediaan air yang semakin terbatas dan kebutuhan air untuk selain sektor pertanian yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketepatan pemberian air irigasi melalui optimalisasi interval operasi irigasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisasi waktu pelaporan operasi irigasi menggunakan perangkat lunak berbasis web Sistem Manajemen Operasi Irigasi (SMOPI). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi waktu minimal yang diperlukan untuk pelaporan operasi irigasi, baik secara manual ataupun menggunakan SMOPI. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kasus di Daerah Irigasi Bondoyudo melalui pengumpulan data dengan cara diskusi dan penyebaran kuesioner serta analisis waktu operasi menggunakan Critical Path Method. Berdasarkan hasil analisis, pelaporan operasi irigasi secara manual membutuhkan waktu 43 jam pada tahap perencanaan tanam, 41 jam pada tahap pengaturan pemberian air, dan 45 jam pada tahap rekapitulasi hasil. Kebutuhan sekitar 5 hari pada tahap pengaturan pemberian air mengindikasikan bahwa interval operasi irigasi eksisting setiap 10 hari cukup aman. Perangkat lunak SMOPI mampu mengakselerasi waktu operasi pada tahap perencanaan tanam, pengaturan pemberian air, dan rekapitulasi hasil masing-masing menjadi 24,5 jam, 14 jam, dan 31,5 jam. Akselerasi ini mengindikasikan bahwa SMOPI dapat digunakan untuk membantu mempersingkat interval operasi irigasi dalam upaya moderinasi irigasi.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.