Indonesia is a country with a majority Muslim population is responsible for the comfort and certainty to consume halal products. Halal assurance of any product in Indonesia has been delegated by the State to LPOM MUI. In a further development based on Law No. 33 2014 On Halal Product Guarantee, that the authority for the implementation of halal certification in Indonesia is conducted by BPJPH. The purpose of this research is to determine and analyze the arrangement of the halal certification management organization in Indonesia associated with the Act No. 33 of 2014 On Halal Product Guarantee and to determine and analyze how should halal certification management organization modelsby BPJPH. The results of this study, the first in the halal certification management organization held by BPJPH, but the Act of JPH provide 3 years for the establishment of BPJPH in accordance with the Act of JPH, as a result until now the halal certification management organization is still held by LPPOM MUI, which both models of BPJH in the management of halal certification under the Act of JPH still involve collaboration with other agencies and institutions.IntisariIndonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam bertanggung jawab terhadap kenyamanan dan kepastian untuk mengkonsumsi produk yang halal. Jaminan atas kehalalan setiap produk yang ada di Indonesia selama ini di delegasikan oleh Negara kepada LPOM MUI. Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, bahwa kewenangan untuk penyelenggaraan sertifikasi halal di Indonesia dilaksanakan oleh BPJPH. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi halal di Indonesia dikaitkan dengan UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal dan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimakah sebaiknya model kelembagaan penyelenggaran sertifikasi halal oleh BPJPH. Hasil dari penelitian ini, yang pertama dalam penyelenggaraan kelembagaan sertifikasi halal dipegang oleh BPJPH, namun UU JPH memberikan waktu 3 tahun untuk berdirinya BPJPH yang sesuai dengan UU JPH, sehingga sampai saat ini kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi halal masih dipegang oleh LPPOM MUI, yang kedua model BPJH dalam penyelenggaraan sertifikasi halal berdasarkan UU JPH tetap melibatkan kerjasama dengan instansi dan lembaga terkait.
Abstract:PublicNotary is needed in conducting businesses of varying sectors.
Penelitian ini mengkaji dan menganalisis perlindungan hukumbagi Investor dari aktivitas Pedagang fisik aset kripto yang tidak bersertifikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi literatur pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah telah memberikan perlindungan hukum bagi investor dari kegiatan pedagang fisik aset kripto yang tidak bersertifikat berdasarkan UU No. 10 Tahun 2011, Perbappebti No. 8 Tahun 2021, dan Perbappebti No. 11 Tahun 2022. Mekanisme investasi aset kripto yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ini merupakan bentuk perlindungan hukum preventif. Sebaliknya, tidak ada satu pun Perbappebti yang memuat ketentuan perlindungan hukum represif bagi Investor yang mengalami kerugian dari Pedagang yang tidak bersertifikat. Namun, Investor yang mengalami kerugian dari Pedagang yang tidak bersertifikat tetap dapat melakukan beberapa tindakan hukum: musyawarah, gugatan perdata, dan keadilan restoratif dalam putusan pidana. Oleh karena itu, disarankan kepada Investor untuk melakukan transaksi aset kripto dengan Pedagang yang telah memperoleh sertifikat pendaftaran dari Bappebti. Selain itu, direkomendasikan kepada Bappebti untuk mengatur lebih lanjut tentang penyelesaian sengketa bagi Investor yang mengalami kerugian dari Pedagang yang tidak bersertifikat. Dalam hal ini, untuk menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang lebih baik dalam perdagangan pasar fisik aset kripto di masa depan.
Child marriages are common throughout Indonesia. This is due to a strong influence of Indonesian customs and religion that strongly influence the lives of its people. It is worth pointing that marriage age arrangements in Indonesian Marriage Law reinforces that legal age for men is 19 years and 16 years for women. The 2012 statistics show that Indonesia is the 37th highest in the world in child marriage, while at the Southeast Asian level, this country ranks second after Cambodia. The ranking went up dramatically since in 2016, based on UNICEF, Indonesia ranked the 7th in child marriage worldwide. This means that the practice of child marriage in Indonesia happens, especially to women at the age of 18 years, and there is no discrimination related to the age of marriage. Against this matter, there has been a file for judicial review that demands marriage age for men and women to be pegged at the age of 18 years. However, the Judge of the Constitutional Court, through Decision Number 30-74/PUU-XII/2014, states that age of marriage remains valid for the 19-year-old for man and 16-year-old for women. The struggle does not stop there because at this time, there a national movement of STOP CHILD MARRIAGE formed by civil organisations in cooperation with the Commission of Child Protection and Ministry of Woman Empowerment and Child Protection. This movement sees that the practice of child marriage is a national emergency problem that must be addressed seriously. Further, this movement demands immediate enactment of government regulation in favour of the law which must promptly revise the Marriage Law, especially related to the marriage age.
Perjanjian kawin merupakan perjanjian tentang aspek-aspek perkawinan yang timbul selama perkawinan berlangsung. Perjanjian kawin setelah keluarnya putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 dapat dibuat sebelum, pada saat dan selama perkawinan berlangsung. Artikel ini menganalisis mengenai pengaturan mengenai perjanjian kawin setelah berlakunya putusan MK No69/PUU-XII/2015 dan merumuskan model perjanjian kawin yang dibuat setelah berlakunya putusan MK.Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis. Analisis data secara yuridis kualitatif.Keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 menentukan bahwa perjanjian kawin dapat dibuat sebelum, pada saat dan selama perkawinan berlangsung, dan terdapat beberapa format dari model perjanjian kawin yang dapat menjadi panduan bagi para notaris yang akan membuat akta perjanjian kawin dan terdapat pula surat edaran dari Dirjen Dukcapil terkait Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.