ABSTRAK. Penelitian ini dilatarbelakangi ketidakjelasan pencitraan "brand image kota Bandung karena masyarakatnya yang dinamis dan perkembangan wilayah yang cenderung tidak terkendali. Akibatnya pencitraan lama bergeser, sementara pembentukan pencitraan baru terhambat oleh banyak kepentingan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan kondisi dan potensi obyek wisata dan daya tarik yang dimiliki Bandung; kebijakan pemerintah terkait dengan upaya menjadikan Bandung sebagai tujuan wisata; dan proses pembentukan pencitraan "brand image" kota Bandung sebagai daerah tujuan wisata, terutama dalam pandangan para tokoh masyarakat, akademisi, budayawan, dan seniman. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa pariwisata di Bandung masih belum mempunyai visi dan konsep pengembangan yang jelas serta belum didukung oleh pengaturan dan pengelolaan kota yang terencana dan konsisten, strategi yang jelas, dan implementasi nyata di lapangan yang berdampak pada pembentukan pencitraan Bandung sebagai daerah tujuan wisata. Kata Kunci : Bandung -bergeser -ketidakjelasan -kebijakan -pencitraan BANDUNG'S BRAND IMAGE AS TOURISM SUBJECT: A MODEL TO REINVENT BANDUNG'S PRESENT ICONABSTRACT. The background of this research is the uncertainty of Bandung brand image caused by the dynamics of its society and the uncontrolled region development. While the new brand image forming is hampered by many interests, the old image is slowly gone. The purpose of this study is to explain the potential of many tourist destination in Bandung; the government policy to make Bandung as a tourist destination; and the process of building Bandung"s new brand image as tourist destination, from the point of view of people, academia, and artists. The method used is descriptive with qualitative and quantitative approaches. The results showed that Bandung"s tourism still does not have clear vision and development concept which has not been supported by well planned city regulation, consistent management, clear strategy, as well as the actual in-field implementation to finally form the brand image Bandung as tourist destination.
Keroncong merupakan suatu genre musik yang khas Indonesia, keberadaanya selalu dikaitkan dengan statusnya sebagai salah satu warisan seni budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain perlu dilestarikan, para penggiat keroncong dan pemerintah pun menganggap perlu mengembangkan keroncong dalam segi musik maupun perluasan peminatnya, khususnya di kalangan generasi muda. Penelitian ini memperlihatkan popularitas keroncong yang sudah menurun sejak akhir tahun 1960-an bahkan pada tahun 1970-an keroncong sudah dinyatakan harus diselamatkan atau dilestarikan. Perkembangan keroncong terhambat oleh semangat pelestarian musik tersebut. Pelestarian keroncong terhambat oleh pakem-pakem yang ditentukan oleh para tokoh senior musik tersebut. Pakem-pakem keroncong merupakan suatu bentuk hegemoni para tokoh senior keroncong untuk memberi batasan keroncong yang baik dan benar menurut versi mereka. Pada satu sisi, pakem-pakem dalam keroncong telah dapat menjaga kelestarian keroncong, sementara pada sisi lainnya tidak berhasil mengembangkan keroncong kepada peminat yang lebih luas. Keroncong is a music genre that is typical of Indonesia, its existence is always associated with its status as one of the Indonesian cultural arts heritage that needs to be preserved. Besides needing to be preserved, keroncong activists and the government also consider it necessary to develop keroncong in terms of music and the expansion of their interests, especially among the younger generation. This study examine that the popularity of keroncong which has declined since the late 1960s even in the 1970s that keroncong has been declared to be saved or preserved. Keroncong development is hampered by the spirit of preservation of the music. Keroncong conservation is hampered by the standards determined by the senior figures of the music. Pakem-pakem (standards) keroncong is a form of hegemony of senior keroncong figures to limit the keroncong to good and correct according to their version. On the one hand, the features in keroncong have been able to preserve keroncong, while on the other hand they have not succeeded in developing keroncong for wider interested ones.
Terjadinya kontak budaya antara satu budaya dengan budaya di lingkungan masyarakat Indonesia yang multikultural berlangsung secara alami. Akulturasi budaya berupa perpaduan antara budaya-budaya yang hidup di dalam masyarakat tidak terhindarkan dan hal yang menarik budaya asli masing-masing tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari pemilik budaya. Di Desa Wonoharjo Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran komunitas masyarakat Jawa hidup berdampingan dengan masyarakat Sunda. Masyarakat yang hidup dalam komunitas ini tetap memertahankan nilai-nilai dan pranata Jawa yang mereka miliki. Komunikasi sehari-hari yang terjalin antar-penduduk Desa Wonoharjo dilakukan di dalam bahasa Jawa. Saat mereka bekomunikasi dengan masyarakat Sunda mereka menggunakan bahasa Sunda, yang dikenal dengan istilah bahasa Jawa Reang. Di wilayah Pangandaran sendiri pertunjukan ‘Kuda Lumping’, yang sesungguhnya seni yang hidup dalam komunitas masyarakat Jawa di mana pun, dikenal oleh masyarakat Pangandaran pada umumnya salah satunya berasal dari Desa Wonoharjo. Metode yang digunakan adalah metode historis, yang digunakan untuk merekonstruksi masa lalu. Tahapan metode historis terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi jejak migrasi masyarakat Jawa ke wilayah Pangandaran dan mengkaji kehidupan mereka sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat Sunda. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya akulturasi dan asimilasi dalam seni dan bahasa Jawa dengan seni budaya dan bahasa Sunda di Desa Wonoharjo Kecamatan Pangandaran.
Penelitian berjudul “Toponimi Aspek Kebudayaan dalam Naskah Bujangga Manik: Kajian Linguistik Antropologi”. Objek penelitian ini adalah toponimi yang merupakan bagian dari identitas kebudayaan. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi struktur dan makna leksikal toponimi, mendeskripsikan nilai kebudayaan pada toponimi dalam nama-nama tempat pada naskah Bujangga Manik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan analisis data secara deskriptif. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan linguistik dan antropologi dalam menganalisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode metode simak dan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah padan dengan alat penentu bahasa tulis. Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas data primer yang bersumber pada naskah Bujangga Manik dan data sekunder yang bersumber pada dokumen atau pustaka terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan aspek kebudayan terdiri dari satu jenis data monomorfemis dengan yaitu Bobodo dan sepuluh data polimorfemis yaitu Gunung Mahameru, Gunung Marapi, Ci Pamali, Ci Ronabaya, Gunung Brahma, Gunung Hiang, Gunung Larang, Gunung Rajuna, Gunung Wayang, dan Medang Kahiangan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.