<p><strong>Abstract </strong></p><p><strong></strong><br />Digital Phenomena in Industrial Revolution 4.0. Entering the era of Industrial Revolution 4.0, the Indonesian government set up a roadmap in the form of Making Indonesia 4.0. To support the digital phenomenon, this article is strengthened by public lecture Eric Hanson CEO of xRez Studio Inc. Greater Los Angeles, USA, on February 5, 2018 themed “Creating Digital Cities”. As a designer, visual effects senior producer,<br />and 3-dimensional digital artist he has been in the production of visual effects-based films in Holywood. The arrival of Hanson made an important contribution to Visual Communication and Multimedia Design education in Indonesia. Visual communication design paradigm according to Hanson experiencing a media shifting. Many works of art, multi media, prints, previously leaning on consumables, shifted to E-media. The existence of this e-media is difficult to resist and many of the efficiency it produces.<br />Hanson also explained his arrival as a form of introduction to the younger generation the opportunities of work in the field of visual communication design.</p><p><br /><strong>Abstrak</strong><br />Fenomena Digital Era Revolusi Industri 4.0. Memasuki era Revolusi Industri 4.0, pemerintah Indonesia menyusun peta jalan berupa Making Indonesia 4.0. Untuk mendukung fenomena digital tersebut, tulisan ini diperkuat kuliah umum Eric Hanson, CEO xRez Studio Inc. Greater Los Angeles, USA, bertema “Creating Digital Cities”.<br />Pendekatan yang dipakai dalam tulisan ini adalah deskriptif-naratif, memakai teori Rogers E. Shoemaker (1995) difusi teknologi komputer terhadap komunitas seni. Fenomena desain komunikasi visual menurut Hanson mengalami perubahan media (media shifting). Banyak karya seni, multimedia, cetakan, yang sebelumnya bersandar pada bahan habis, bergeser pada e-media. Keberadaan e-media ini sulit ditolak dan banyak efisiensi yang dihasilkannya. Simpulan dari tulisan ini adalah telah terjadi fenomena digitalisasi di berbagai kota-kota dunia dan perlunya introduksi kepada generasi muda tanah air terhadap peluang-peluang kerja di bidang desain</p>
Tulisan ini membahas dinamika industri batik di Yogyakarta pada kurun waktu 1920-1930. Tujuan penulisan ini adalah untuk mencermati kegiatan industri batik Yogyakarta masa lampau dan diperoleh gambaran sosio-ekonomi masyarakat pada masa itu. Metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah deskriptif-kuantitatif dan sejarah. Sumber primer terkait kegiatan industri batik dalam tulisan ini diperoleh dari buku History of Java, T.S. Raffles (1913), Batikrapport, Midden Java, P. de Kat Angelino (1930), dan De Kleine Nijverheid in Imheemsche Sfeer en hare Expansiemogelijkheden op Java P.H.W. Sitsen (1937). Industri batik di Yogyakarta pada kurun 1920-1930 juga didukung oleh keberadaan Textile Inrichting en Batik Proefstation yang didirikan pada tahun 1922 di Bandung. Kegiatan membatik melibatkan berbagai suku bangsa seperti Jawa, Cina, Jepang, Eropa, dan Arab. Menelusuri kegiatan industri batik di Yogyakarta mampu memberi gambaran produktifitas serta sejumlah permasalahan industri batik Yogyakarta pada awal abad ke-19. Melalui tulisan ini diharapkan dapat diperoleh gambaran serta perubahan-perubahan apa saja yang telah terjadi pada industri batik Yogyakarta. Hasil kajian tulisan ini menjelaskan dinamika industri batik Yogyakarta yang sangat tinggi.
Sundanese gamelan is an Indonesia's pentatonic musical instruments. Sundanese gamelan with black bamboo resonance have different shapes and sizes with conventional Sundanese gamelan in general. Therefore, the characteristics of Sundanese gamelan prototype with black bamboo resonance have an effect on different way of beating in producing tone sound. The purpose of this article is to discuss how to beat the Sunda gamelan prototype with black bamboo resonance in West Java. This qualitative research with descriptive method of analysis sourced data through; observation, interview, documentation and literature review. As for understanding techniques of drumming Sunda gamelan with black bamboo resonance, include: (a) Instruments and characteristics of Sunda gamelan prototype; (b) Sundanese gamelan prototype tone; (c) The use and placement of the fingers in the prototype of the Sundanese gamelan; (d) Memorize the orchestra or song according to the barrel of Sundanese gamelan. Validation of research done by triangulation. The research findings are a technique of drumming Sunda gamelan with black bamboo resonance to help understand the art of music with the limitations of conventional Sundanese gamelan media.
ABSTRAKDinamika industri batik di Banyumas kurun 1890-1930 sangat tinggi. Kegiatan batik Banyumas semula dihasilkan di lingkungan terbatas, di lingkup rumah, dibuat untuk keluarga, kemudian datang pengusaha Priangan, Jawa Barat, pengusaha Cina, wanita Indo-Eropa, dan berkembang menjadi produk ekonomi yang bernilai dan melahirkan estetika batik baru. Pertemuan tradisi setempat dengan budaya luar ini melahirkan batik yang tumbuh, baik dari aspek estetis, proses, hingga nilai ekonomi. Metode dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif, dengan pendekatan sejarah. Sumber utama tulisan ini adalah laporan P.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.