The multimodal system in Indonesia requires development in order to create a more efficient and reliable freight transport and diminish the domination of road transport, i.e. trucks. The utilization of more than one mode in a multimodal system, where there is a door-to-door element, requires a network development concept that refers to the use of generalized costs, instead of costs incurred to use the system (out of pocket). Generalized cost is the concept of monetization of time, distance and cost variables into a certain unit value (time or cost). The aim of this study is to analyze the generalized cost model of freight transport in Java based on truck, train and ship modes. In this paper, the generalized cost variable used is based on the viewpoint from freight forwarders and shippers obtained through primary surveys and the AHP method cost, reliability and lead time. Monetization of reliability and lead time variables on costs is based on a stated preference survey, the results of which show that the truck mode has a time VOR Rp 1,181,771 and VOT Rp 174,079 (per delivery per hour). These values are the largest compared to the other modes considering that congestion and the unavailability of adequate infrastructure are the factors that cause delays. The results of the generalized cost show that the ship mode, which has the largest generalized cost value, is 1.29 times more expensive than the truck mode considering that the journey is heavily influenced by weather and has a need for further modes to the destination as well as additional handling equipment which increases transportation costs. The outcome are expected to be used by the government as a reference in determining multimodal transport development policies which will enable the system to compete in the logistics sector.
Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi upaya peningkatan konektivitas transportasi laut/penyeberangan antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis aksesibilitas dan statistik deskriptif. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa . Skenario menghubungkan Kota Mataram dengan Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Lombok Tengah dengan dengan Kabupaten Sumbawa menghasilkan nilai konektivitas tertinggi yaitu sebesar 652. Namun Alternatif lain adalah menghubungkan antara Kabupaten Lombok Barat dengan Kabupaten Sumbawa atau kabupaten Sumbawa Barat. Skenario tersebut menghasilkan nilai konektivitas sebesar 600.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh peningkatan produktivitas bongkar muat terhadap penurunan Turn Round Time (TRT) kapal pelabuhan Gresik. Analisis yang digunakan adalah deskriptif dan simulasi perhitungan kinerja, serta produktivitas bongkar muat (B/M). Hasil perhitungan didapatkan untuk kemasan curah kering, kenaikan produktivitas B/M 10% akan menurunkan TRT 2 - 3%. Untuk kemasan general cargo, kenaikan produktivitas akan menurunkan TRT 1-1,7%. Untuk curah cair, lebih kecil dari jenis kemasan general cargo dan setiap kenaikan produktivitas curah kering sebesar 10% akan menurunkan TRT 0,3-1,6%. Peningkatan produktivitas B/M dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan kualitas alat B/M. Selain upaya peningkatan produktivitas, WT perlu disesuaikan dengan standar kinerja pelabuhan agar penurunan TRT kapal di pelabuhan bisa semakin besar, di antaranya dengan meningkatkan kesiapan operator pelabuhan, manajemen operasional stakeholder terkait di pelabuhan.
Kajian ini dimaksudkan untuk membuat pemodelan pergerakan penumpang dari masuk ke terminal penumpang Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan software Viswalk. Analisis kajian ini adalah pedestrian simulation menggunakan software viswalk. Dari hasil analisis untuk kondisi base model dibandingkan dengan kondisi skenario perbaikan yaitu mengoptimalkan jumlah pintu yang ada pada area keluar dariterminal penumpang menuju ke kapal serta menambah jumlah pintu masuk ke termial peumpang dengan konsekuensi menambah jumlah x-ray. Dengan menambah jumlah pintu maka kepadatan penumpang saat masuk terminal penumpang dan keluar terminal penumpang untuk menuju ke kapal menjadi lebih berkurang. Dari hasil simulasi didapatkan travel time rata-rata berkurang menjadi 255.92 detik dari sebelumnya 318 detik setelah dilakukan scenario perbaikan. Untuk density average yang tertinggi pada area measurement 3 yaitu area di tangga yaitu sebanyak 4.67 ped/m2 berkurang dari density average sebelumnya yaitu 6.92 ped/m2 namun masih berada pada LOS F dengan hampir semua orang di dalam antrian berdiri dengan kontak fisik langsung dengan orang lain; kepadatan sangat tidak nyaman, tidak ada gerakan yang mungkin dalam antrian, potensi untuk mendorong dan panik ada. density average pada area measurement 4 yaitu area ketika akan naik tangga, memiliki density average sebesar 1.44 ped/m2 berkurang dari sebelumnya 1.76 ped/m2 dan memiliki LOS E yang berarti Berdiri dengan kontak fisik dengan orang lain tidak dapat dihindari; sirkulasi dalam antrian tidak mungkin; mengantri di kepadatan ini hanya dapat dipertahankan untuk waktu yang singkat tanpa ketidaknyamanan serius. Area measurement 1 yaitu area sebelum pintu masuk terminal penumpang memiliki density average sebesar 0.67 ped/ m2 berkurang dari density average sebelumnya adalah 0.78 ped/m2 memiliki LOS C pada area tersebut berdiri dan sirkulasi terbatas melalui daerah antrian mengganggu orang lain; kepadatan berada dalamkisaran kenyamanan pribadi. Sedangkan Area measurement 2 dan 5 memiliki density average adalah 0.2 ped/m2, berkurang dari density average adalah 0.03 ped/m2 dan 0.04 ped/m2 dengan LOS A dengan kondisi berdiri dan sirkulasi bebas melalui daerah antrian tanpa mengganggu orang lain dalam antrian.Kata kunci: pemodelan, pergerakan penumpang, pedestrian simulation.
Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pelabuhan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang paling baik. Analisis menggunakan analisis cluster dan AHP. Dari pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel yaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang. Pelabuhan yang dianalisis adalah 24 pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayani pergerakan tol laut. Menurut data dari Ditjen Perhubungan laut maka ke-24 pelabuhan tersebut adalah: Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke. Dari hasil analisis cluster rata-rata terbagi menjadi 3 kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang terbagi menjadi 4 kelompok. Hasil dari AHP menunjukkan Pelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam. Pelabuhan tersebut menempati posisi lima teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan yang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam,kedalaman kolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Container yard yang paling baik dari 24 pelabuhan yang dianalisis.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.